Tentang SANDI
Banyak yang awalnya mungkin bertanya. Kenapa Prabowo memilih Sandi. Dulu untuk Jakarta, kini untuk Indonesia. Tidak tanggung-tanggung menjadi calon wakil presiden.
Keraguan yang dapat dimengerti. Karena rendah hatinya sosok itu. Sosok anak muda yang tidak hanya alim & santun. Namun juga cerdas, sukses & kaya.
Pelan tapi pasti, Sandi menjawab semua keraguan. Ia tampil konsisten & apa adanya. Penuh energi, mengunjungi lebih dari 1250 lokasi, menemui semua lapisan masyarakat.
Ia tampil begitu mempesona. Sekaligus begitu mengkhawatirkan bagi yang berada pada posisi berseberangan.
Berbagai fitnah, drama & rekayasa dimainkan untuk menjatuhkannya.
Namun ia menghadapinya dengan tenang, tetap santun, sejuk. Berbaur dengan semua. Merangkul semua, baik kawan maupun lawan.
Sandi begitu efektif mengkonsolidasi, merebut hati masyarakat. Langsung ke bawah, ke akar rumput.
Ia begitu cerdas. Tapi tidak pernah memanfaatkan gelar profesor yang dimilikinya untuk meraih simpati.
Begitu alim, didukung oleh para ulama. Namun tidak memanfaatkan isu agama untuk meraih suara.
AA Gym menyebutnya sebagai “santri kita yang menjadi cawapres”. Memuji sikap tawadhu Sandi yang mengajak pendukungnya untuk tenang. Karena “yang menentukan semua adalah Allah”.
Sandi memang tidak memperlihatkan ambisi kekuasaan. Kekuasan hanyalah salah satu cara untuk mengabdi.
Ia sama sekali tidak mempersoalkan ketika beberapa tahun yang lalu ditunjuk ‘hanya’ sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta. Meskipun sebelumnya ia adalah calon kuat untuk gubernur.
Ia legawa. Baginya Anies Baswedan memang lebih pantas menjadi orang nomor satu di ibu kota.
Sandi juga tahu diri & menghormati mentor politiknya, Prabowo. “Saya tidak akan head to head dg Pak Prabowo.. Saya sami’na Waatha’na..”, katanya.
Tutur santun itu mengulang dengan kalimat yang jauh lebih halus, apa yang pernah ditegaskan Anies Baswedan. Bahwa seorang Anies tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang yang pernah mengkhianati Prabowo.
Disaat yang lain gaduh dengan istilah radikal, ribut menuding garis keras, mempersoalkan istilah kafir. Namun justru memanfaatkan masjid & pesantren untuk berkampanye.
Sandi justru konsisten & fokus ke realita masalah bangsa ini: kemiskinan, kesejahteraan, keadilan, pemberdayaan masyarakat, membangun umat.
Konsistensi yang membuatnya kini tak terbendung lagi. Begitu melekat di hati. Begitu diharapkan.
Sandi & Prabowo menunjukkan bagaimana pemimpin seharusnya.
Ia ada untuk merangkul semua, baik kawan maupun lawan. Bahu membahu membangun Indonesia dalam guyub & harmoni.
Indonesia yang tidak hanya adil, makmur & sejahtera di dalam. Tapi juga Indonesia yang dihormati & berperan dalam perdamaian dunia.
Kini berbagai keraguan terhadap Sandi, berubah menjadi keyakinan. Bersama berjuta harapan untuk masa depan.
Sandi & Prabowo adalah sebuah 'kata sandi' untuk Indonesia yang lebih baik.
Maka, Pilpres 17 April 2019 adalah bagian dari ikhtiar yang penuh doa. Di malam yang panjang. Menunggu ufuk di timur. Menanti matahari pagi. Menyinari bumi Indonesia.