[PORTAL-ISLAM.ID] Perlakuan KPK terhadap tersangka suap jual beli jabatan di Kemenag Romahurmuziy alias Romi, mendapat sorotan.
Pasalnya, Romi masih menjalani pembantaran di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati tanpa alasan yang jelas perihal penyakit yang diderita. Di sisi lain pihak Rommy justru mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan ketika masa pembantaran itu.
"Ini (pembantaran Romi, Red) cukup misterius," kata pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad kepada Jawa Pos (14/4/2019).
Pembantaran Romi dilakukan sejak awal bulan lalu. Menurut pihak RS Polri, mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengalami sakit di bagian pencernaan. "Kalau sudah tidak ada alasan apapun, pembantaran bukan pilihan lagi," ujar Suparji.
Secara umum, kata Suparji, pembantaran Romi bisa menjadi yuris prudensi yang tidak baik di KPK. Pasalnya, selama ini KPK hampir tidak pernah memberikan pembantaran kepada tahanan.
"Selama ini KPK tidak terlalu banyak mengobral pembantaran pada tahanan. Misalnya dulu ada tahanan yang mengadu sakit, tapi toh hanya diberikan rawat jalan," ungkapnya.
Pembantaran artinya tahanan dirawat inap di rumah sakit dan tidak dilakukan pemeriksaan sampai masa pembantaran selesai.
Selain dapat menghambat pemeriksaan Romi, pembantaran yang sudah hampir dua minggu itu dapat menimbulkan kecemburuan di kalangan tahanan KPK. KPK pun bisa dianggap tidak tegas dalam mengungkap kasus suap jual beli jabatan di Kemenag yang menjadi perhatian publik tersebut.
"Perlu pengawasan independen terhadap apa yang sebenarnya dialami Rommy ini agar publik tahu," imbuh dia.
Suparji pun mencurigai adanya korelasi antara pembantaran dan pengajuan praperadilan Romi di PN Jaksel. Menurut dia, dua hal itu menimbulkan kesan yang tidak baik di mata publik. "Pembantaran tidak jelas, terus kemudian ada praperadilan ini," tuturnya. Rencananya, praperadilan di PN Jaksel akan digelar pada 22 April mendatang.
Suparji mengajak semua pihak untuk mengawasi kasus Rommy. Terutama terkait dengan pembantaran yang "misterius".
Begitu pula KPK, pihaknya berharap komisi antirasuah tersebut secara gamblang membuka ke publik mengenai apa yang sebenarnya terjadi. "Ini menjadi tantangan bagi pegiat antikorupsi," terang Suparji.
Sampai saat ini, KPK belum memaparkan secara rinci terkait penyakit Romi. Menurut KPK, hal itu merupakan domain dokter. Meski demikian, KPK menegaskan pembataran itu tidak lantas mengurangi masa penahanan Romi.
"Sampai saat ini RMY (Romi) masih dibantarkan di RS Polri jadi masih menjalani rawat inap ya di sana, sehingga masa penahanannya tidak dihitung dalam proses ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Menurut Febri, pembantaran dan praperadilan merupakan hak para tersangka. Termasuk Romi. Khusus untuk praperadilan, KPK telah mempelajari poin-poin gugatan. Dan secara umum, kata dia, tidak ada argumentasi yang baru dan signifikan yang dituangkan dalam gugatan itu.
"Bahkan ada beberapa argumentasi yang kami lihat tidak bisa membedakan secara spesifik. Misalnya pasal suap dicampuradukkan dengan unsur kerugian keuangan negara," ungkap dia.
Febri meyakini, KPK bisa mematahkan argumentasi pihak Romi. Baik secara formil maupun materil.
"KPK sangat yakin baik dari aspek formil atau materiil kasus ini sangat kuat yaitu dugaan suap terkait pengisian jabatan di Kementerian Agama," imbuh dia.
Selain soal pasal, gugatan Rommy juga terkait dengan ketidaktahuannya terhadap tas kertas berisi uang yang ditemukan saat operasi tangkap tangan (OTT). Romi juga menyoal penyadapan KPK.
Sumber: JPNN/JawaPos
***
Kasus Dewan Penasihat TKN 01 ini sepertinya diredam jelang Pilpres.
"Wahai @KPK_RI apa yang terjadi? Kasus2 diredam dulu. Untuk apa?" tanya penuh curiga Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di akun twitternya.
Sementara itu wahai @KPK_RI apa yang terjadi? Kasus2 diredam dulu. Untuk apa?:https://t.co/3kkflznPSY— #2019WAJAHBARU (@Fahrihamzah) 16 April 2019