[PORTAL-ISLAM.ID] Prabowo menang! Begitulah banyak yang sudah mulai berani membuat kesimpulan. Ada dua indikator yang mereka gunakan. Pertama, tak ada yang bisa melawan kekuatan rakyat.
Jokowi sedang berhadap-hadapan dengan rakyatnya sendiri. Rakyat yang kecewa atas tata kelola pemerintahannya yang tak sesuai janji dan ekspektasi. Kekecewaan itu yang membuat rakyat melimpahkan harapannya kepada Prabowo. Satu-satunya rival Jokowi di pilpres 2019.
Kampanye Prabowo selalu berlimpah massa. Kehadiran mereka digerakkan oleh harapan yang besar terhadap perubahan. Bagi mereka, Jokowi bukan lagi tempat yang tepat bagi rakyat menggantungkan harapan. Bodongnya janji politik, ketidakadilan hukum, rusaknya ekonomi, banjirnya pekerja asing, liberalnya impor yang mengakibatkan terancamnya kedaulatan pangan adalah sejumlah faktor mengapa banyak pemilih kemudian berpaling. Satu-satunya tempat berpaling adalah Prabowo.
Rakyat menghukum Jokowi. Kampanye Jokowi sepi, kecuali dihadiri oleh massa PDIP dan mereka yang digerakkan melalui kekuatan logistik. Selain pengerahan massa dari aparat dan aparatur negara yang terintimidasi.
Satu persatu kepala desa dan polisi sudah mulai bernyali untuk bicara. Tatang, Kades Cidokom Rumpin Bogor mengaku diperintah atasan untuk memenangkan Paslon 01. Ajun Komisaris Sukman Azis, eks Kapolsek Pasirwangi Garut, juga mengakui bahwa dirinya dan kapolsek-kapolsek yang lain digerakkan untuk memenangkan 01. Ia mengeluh, baru kali ini polisi dilibatkan dalam kampanye.
Melanggar dong? Pihak mana yang berani memperkarakan? Laporan hanya tinggal laporan. Kendati demikian, cara-cara inkonstitusional yang sudah telanjang diketahui dan ditonton rakyat ini justru akan membuat rakyat makin antipati terhadap Jokowi. Ma"ruf Amin yang berlatar belakang ulama seharusnya menjadi kontrol terhadap praktek-praktek inkonstitusional ini, justru tak kelihatan fungsinya.
Selain kekuatan aparat dan kepala desa, Paslon 01 punya kekuatan logistik. Dalam sejarah, besarnya logistik tak akan mampu menghadapi kekuatan rakyat. Pilgub DKI adalah salah satu contohnya. Rakyat hanya ingin perubahan. Tak lebih dari itu!
Kedua, hijrahnya sejumlah elit ke Prabowo adalah bagian dari indikator adanya tanda-tanda kemenangan di kubu Prabowo. Erwin Aksa, pengusaha dari partai Golkar, adalah salah satunya. Tak sendiri, Erwin membawa 1000 pengusaha lainnya untuk dukung Prabowo. Erwin adalah contoh orang yang hijrah dengan terang-terangan. Kita tahu karakter pengusaha; termasuk Erwin dkk, membela yang bakal menang. Maka, pindahnya Erwin dkk diduga setelah mereka membaca arah angin yang mulai berubah. Dari mana tahunya? Tentu, mereka punya survei dan konsultan politik.
Sejumlah orang di lingkaran Jokowi, termasuk seorang jenderal, kabarnya juga secara diam-diam sedang merapat ke Prabowo. Bungkamnya Megawati ditandai oleh sejumlah elit sebagai kesadaran dan antisipasi akan potensi kekalahan Jokowi. Belum lagi pertemuan rahasia Sandi dengan K.H. Said Agil Siradj beberapa waktu lalu. Hanya orang bodoh yang tak mengkaitannya dengan urusan pilpres. Soal jatah menteri agamakah? Cukup mereka berdua saja yang tahu. Anda gak usah ikut-ikutan.
Debat Sabtu malam kemarin (30/3) seperti anti klimaks betapa Jokowi terlihat seperti sedang berada di ujung kekalahannya. Prabowo tampil dengan performa terbaiknya. Terlihat wawasan globalnya, matang dalam ideologi kebangsaan, ketegasan nasionalisme dan patriotismenya, serta kepercayaan dirinya keluar seolah seperti aura kemenangan sudah berada di genggamannya. Jauh jika dibandingkan dengan performa Prabowo di debat-debat sebelumnya.
Bukannya sejumlah lembaga survei telah memenangkan Jokowi? Lupakan para pelacur data itu. Jika anda tak percaya, tengoklah ke dapur survei mereka. Anda akan tahu, ternyata sejumlah lembaga survei tak lebih dari perusahaan yang sedang gigih ngejar laporan pendapatan tahunan, agar saat RUPS nanti surplus. Karena itu, jasa layanan mereka akan bergantung kepada siapa yang membayar dan bagaimana isi kontraknya.
Dinamika terakhir kampanye nampaknya membuat peluang Jokowi untuk comeback makin tipis. Operasi aparat dan mobilisasi para lurah serta ASN sudah mulai mendapatkan hadangan dan perlawanan dimana-mana. Dan rakyat memang harus menghalangi, karena itu inkonstitusional.
Tak menutup kemungkinan jika praktek-praktek inkonstitusional semacam ini terus dilakukan secara masif dan terang-terangan, akan memancing rakyat untuk melakukan sweeping dan persekusi. Ini bisa terjadi karena absennya Bawaslu dan tak netralnya aparat. Cara-cara inkonstitusional yang memalukan seperti ini mestinya segera dihentikan. Sebab, selain merusak proses demokrasi, juga justru akan membuat rakyat makin kehilangan simpati dan akhirnya menghakimi pemerintahan yang dipimpin Jokowi. Akibatnya, Jokowi bisa kalah makin telak di pilpres 2019 ini.
Telegram Kapolri agar aparat kepolisian netral itu sudah on the track. Datang di saat yang tepat. Tapi, jika di lapangan instruksi Kapolri tak berjalan, khawatir justru akan membuat oknum-oknum aparat malah berhadap-hadapan dengan rakyat yang ingin pilpres jurdil.
Ada yang bilang, Jokowi akan selamat dari kekalahan jika pemilu ditunda. Caranya? Darurat sipil. Ini bahaya! Gak boleh terjadi. Karena itu, rakyat tak boleh terpancing.
Pilpres bukan perang ideologi. Bukan masalah Pancasila dan khilafah. Siapapun pemenangnya di pilpres ini, pancasila akan tetap tegak berdiri. NKRI tetap kokoh. Pihak yang menghadap-hadapkan pancasila vs khilafah itu hanya cari-cari celah untuk membenturkan kelompok satu dengan kelompok lainnya. Tak lebih dari provokator yang kehilangan narasi dan kehabisan strategi. Ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendorong terjadinya konflik. Di situlah darurat sipil punya alasan untuk menunda pilpres. Waspada, dan jangan terprovokasi.
Masa pencoblosan tinggal 17 hari lagi. Masa tegang dan rawan. Provokator sedang mencari celah untuk mengganggu pemilu. Waspadalah... Waspadalah...
Tekad rakyat untuk mensukseskan pemilu yang jujur, adil dan aman harus terus terjaga, agar pemilu yang demokratis ini bisa menjadi warisan luhur untuk generasi yang akan datang. Jangan biarkan dirusak oleh tangan-tangan yang tak siap untuk kalah.
Penulis: Tony Rosyid