[PORTAL-ISLAM.ID] Dua buah kebohongan besar telah menggegerkan jagat politik Indonesia. Kedua kebohongan itu memiliki 'daya ledak' yang sama besar dan sama fatalnya. Tapi sayang, diperkirakan penanganannya jauh berbeda.
Kebohongan pertama dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, seorang artis senior, budayawan, serta aktivis masyarakat yang telah malang melintang selama puluhan tahun di tengah masyarakat Indonesia. Dengan tanpa beban, Ratna berhasil membuat sejumlah tokoh politik 'iba' saat mendengar laporan dari mulut Ratna bahwa dirinya telah mengalami pemukulan oleh orang tak dikenal di kawasan Bandung. Setelah terungkap, Ratna ternyata sama sekali tidak menjadi korban pemukulan, melainkan menjalani operasi plastik di sebuah rumah sakit di kawasan Menteng, Jakarta.
Jagat Indonesia, terutama media sosial gempar kala mengetahui bahwa Ratna telah berbohong. Sejuta caci maki dan hujatan dilontarkan tak hanya kepada Ratna, tapi juga kepada tokoh oposisi yang kala itu bersimpati pada Ratna dan langsung menggelar konferensi pers. Akibat perbuatannya, Ratna kini menjalani proses hukum dan diperlakukan sebagai pesakitan. Nama baik yang dibangunnya selama puluhan tahun hancur tak berbekas.
Kebohongan kedua yang juga menghebohkan jagat Indonesia dilakukan oleh seorang oknum polisi yang pernah menjabat sebagai Kapolsek di kawasan Pasirwangi, Kabupaten Garut, AKP Sulman Aziz, nama mantan Kapolsek Pasirwangi itu telah berbohong dengan mengaku mendapat pemerintah dari Kapolres Garut untuk menggalang dukungan bagi pasangan capres nomor urut 01 di pemilu 2019.
Sulman mengaku, ia berbohong karena masih emosi pasca dimutasi dari jabatan lamanya sebagai Kapolsek Pasirwangi. Tak tanggung-tanggung, Sulman bahkan menyebut seluruh Kapolsek di Kabupaten Garut diarahkan untuk mendukung kemenangan pasangan capres 01.
Namun, berbeda dengan kasus kebohongan Ratna, kasus kebohongan Sulman ini tak terlalu ditanggapi oleh jajaran kepolisian. Hal ini membuat Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah heran. Menurut Fahri, Sulmah harus tetap diproses secara hukum meski sudah minta maaf.
"Sebab kalau ada orang kayak gitu harusnya dihukum, kalau memang dia membuat kerusuhan," kata Fahri saat ditemui di ruangannya di DPR RI, Senin, 1 April 2019 sore.
Fahri juga menginginkan pihak kepolisian transparan dalam menangani kasus ini.
"Itu dia sudahlah, ini kita harus transparan, enggak ada orang ujug-ujug bikin pengakuan, terus cabut pengakuan, enggak ada. Bahkan, harusnya polisi kalau itu benar itu pengakuannya itu menyerang pihak pemerintah, ya periksa, jangan-jangan ada yang nyuruh di pihak sebelah, nanti tiba-tiba yang begini damai udah, hilang gitu loh?" kata Fahri.
Tak cukup berbicara di depan awak media, Fahri pun bercuit melalui akun twitternya mengenai perbedaan proses hukum pada 2 kasus kebohongan yang sama-sama fatal.
Seorang polisi BERBOHONG bahwa ada mobilisasi dukungan Polri ke Petahana Capres 01, gempar jagad Indonesia. (Lalu ngaku salah dan minta maaf).— #2019WAJAHBARU (@Fahrihamzah) April 2, 2019
KASUS SELESAI, BEBAS!
Seorang Ratna BERBOHONG dipukul preman, gempar berita. (Lalu ngaku salah dan minta maaf).
KASUS LANJUT, DITAHAN!
Cuitan Fahri ini pun ditanggapi warganet:
"Padahal kalau diproses bisa naikin elektabilitas si dia ya," cuit @andrajulian26.
"Sekali-kali aku pengen jawaban @DivHumas_Polri kenapa bisa begini, ayo dong min jawab ! Tugas admin ngasi penjelasan, jangan makan gaji buta," cuit @evalz_fr.
"Mereka mengaku paling pancasila, tapi selalu menunjukkan ketidakadilan dimana-mana," cuit @flo_diaa.