Oleh: Fahri Hamzah
Pak Jokowi yth, mungkin ini (masalah ketidakadilan hukum) bapak anggap bukan urusan bapak. Tapi inilah sebabnya bapak mulai ditinggalkan rakyat.
Pak Prabowo yth, kalau bapak jadi presiden, jangan pernah bapak biarkan ada celah hukum bagi aparat untuk menahan orang hanya karena bicara. Apalagi karena mengkritik pemerintahan. Sungguh bangsa ini terganggu. Hentikan intervensi kepada peradilan dan mendirikan polisi dan jaksa.
Rezim Jokowi ini tumbang karena menebar rasa takut dan membiarkan hukum menjadi pintu masuk bagi permusuhan sesama anak bangsa. Lalu aparat dibiarkan bekerja sesuai pesanan politik; langsung atau tidak. Tidak pernah kita melihat intervensi kepada hukum sesempurna sekarang.
Kita harus jujur untuk mengakui bahwa rezim ini dimulai dengan kegamangan untuk mengidentifikasi persoalan di bidang hukum. Di tambah dengan kapasitas kepemimpinan di bidang hukum yang lemah, maka lahirlah kekacauan sistematika dalam membangun negara hukum seperti amanah UUD 45.
Banyak LSM seperti ICJR (institute for criminal justice reform) dan ICW sejak awal membuat catatan pahit tentang hukum di era Jokowi, ini bukan saja soal legislasi tapi juga institusi dan SDM. Secara khusus ICW melihat absen-nya ahli hukum yang berkelas di sekitar istana.
Ekspektasi besar publik kepada rezim Jokowi pupus oleh tiadanya prestasi di bidang hukum. Maka dari soal tertundanya legislasi penting bidang hukum (KUHP dan KUHAP) akibat tekan menekan kepentingan politik, DPR akhirnya mandeg setelah parpol mayoritas tunduk pada mau istana.
Bidang hukum adalah roh sebuah pemerintahan dan negara. Ia tidak bisa diganti dengan pembangunan fisik. Sebab kalau hukum nampak tidak tegak maka negara kehilangan jiwa dan mati. Inilah yang tidak dimengerti oleh rezim Jokowi sejak awal. Sehingga rakyat merasakan gamang.
Itulah yang dirasakan pada maraknya kriminalisasi dan mandegnya perkara seperti yang menimpa Novel Baswedan, pegawai KPK yang disiram air keras dan rezim Jokowi seperti menganggapnya enteng. Ada banyak perkara hukum yang hari-hari menjadi berita yang tak henti.
Belakangan ini, seperti yang sekarang menimpa Ahmad Dhani pemerintah telah menjebak diri dalam penggunaan Pasal-pasal dalam UU ITE yang tak akan ada ujung pangkalnya. Semua ini akan berakhir dengan kerugian pemerintah Jokowi. Lihat saja, ini blunder yang bikin rezim ini jatuh.
Saya sampai tidak mengerti, apakah ini sengaja untuk mengakhiri rezim ini atau bagaimana, yang jelas penggunaan pasal makar yang telah dimulai di awal rezim ini sampai delik hatespeech dan hoax yang mengandalkan UU ITE masih dianggap prestasi padahal bikin rusak.
Inilah realitas hukum sampai hari ini, hanya kurang 50 hari ketika rakyat harus bikin keputusan lagi apakah rezim ini mau diteruskan atau diganti. Rasanya rezim Jokowi belum sadar bahwa rakyat sudah sakit hati. Segudang prestasi tak akan berarti jika rakyat sakit hati.
Apalagi jika prestasi hanya klaim sepihak sendiri dan tak turun menjadi kesejahteraan umum sampai ke pelosok negeri. Maka, catatan hukum ini saya buat untuk mengingatkan rezim Jokowi bahwa rakyat punya logika dan perasaan sendiri soal keadilan di negeri ini.
Dan saya, sebagai calon pensiunan yang akan hidup sebagai rakyat biasa, hanya bisa berbicara apa adanya, mumpung masih ada sisa kebebasan sebagai petugas rakyat untuk bicara apa adanya. Bahwa rezim Jokowi gagal tegakkan hukum di negeri ini. Sekian. Terima kasih.
(Twitter @Fahrihamzah 27/2/2019)