Realita Umat Islam yang Menyedihkan
Oleh: Imam Shamsi Ali
(Imam di New York, AS)
Ini bukan ungkapan pesimisme. Bukan pula ekspresi keputusasaan. Karena sejatinya Islam tidak mengenal pesimisme dan keputusasaan. Keyakinan dasar kita adalah bahwa di penghujung terowongan panjang yang gelap gulita itu ada cahaya yang terang benderang.
Orang Amerika biasa mengungkapkan: “at the end of the long dark tunnel there is a very shining light.”
Umat ini yakin seyakin-yakinnya bahwa janji-janji Allah tentang kesuksesan dan kemenangan itu pasti adanya. “Dan Allah tidak pernah mengingkari janjinya” (Alquran).
Namun, demikian alangkah bijaknya janji-janji itu disikapi sebagai “challenge” (tantangan) untuk kita melakukan kerja karas untuk meraihnya. Janji-janji itu ada di atas sana, tergantung di ketinggian langit. Dan umat diwajibkan berjihad untuk meraihnya.
Untuk memulai langkah-langkah jihad itu, umat perlu memahami realita lapangan. Bahwa realita yang ada saat ini, justru semakin menantang umat ini untuk bangkit dan melakukan perjuangan (jihad) dalam segala lini kehidupannya, demi meraih janji-janji Tuhan.
Realita Umat
Saya ingin memulai dengan kehancuran dunia Islam. Bahwa masa lalu negara-negara Islam berada pada posisi perekonomian yang fantastis. Kendati hidup di bawah rezim yang otoritarian, umat hidup dengan kemakmuran.
Saat ini perhatikan realitanya adalah:
Afghanistan hancur
Iraq hancur
Pakistan di jalan kehancurannya
Libia hancur
Somalia hancur
Suriah hancur
Yaman hancur
Mesir di ambang kehancuran
Iran terus genjot untuk dihancurkan
Qatar ditekan untuk dihancurkan
Saudi digenggaman kekuasaan lain
Sudan diinjak tak berdaya
Turki diobok-obok untuk porak poranda
Indonesia dirantai dengan beban utang
Palestina semakin menderita berkepanjangan.
Korban Peperangan
Dalam perjalanan perang dan kekerasan dunia dalam 20 tahun terakhir ada sekitar 20 juta umat Islam terbunuh. Dan dunia diam membisu. Bandingkan ketika terjadi serangan 9/11, sekitar 3.000 kurang orang Amerika meninggal, termasuk orang Islam. Dunia menggonggong siang malam meratapi musibah itu.
Pengungsi
Saat ini pengungsi terbesar dunia adalah orang-orang yang beragama Islam. Ada sekitar 59,9 juta pengungsi dunia adalah dari kalangan umat Islam.
Buta Huruf
Kendati ayat pertama yang diwahyukan kepada baginda Rasulullah SAW, saat ini ada illitrasi atau buta huruf dunia sekitar 43 persen dari kalangan umat Islam.
Kemiskinan
Tidak kalah pentingnya mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan (poverty line) dunia, 60 persen adalah dari kalangan umat Islam. 70 persen kemiskinan ekstrem ada di Afrika dan Asia. Dunia Islam semuanya saat ini di kedua benua itu. Maka sesungguhnya mereka yang miskin ekstrem mayoritasnya adalah umat Islam.
Perdebatan di Kalangan Umat
Dengan semua realita menyedihkan di atas: kehancuran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan kondisi menyedihkan lainnya, para ulama umat dan pemimpin Islam sibuk berdebat dengan hal-hal berikut:
Bolehkah pria menceraikan istrinya dengan talak tiga dalam satu majelis? Bolehkah menceraikan isteri dengan SMS?
Apakah memulai Ramadan dengan rukyah atau hisab? Apakah Tarawih 8 atau 20 rakaat?
Apakah qunut di subuh hari itu sunnah atau bid’ah? Apakah memperingati hari-hari bersejarah dalam Islam bid’ah atau tidak?
Apakah membangun kerja sama dengan orang dari agama lain boleh atau haram? Bolehkah non-muslim masuk masjid? Bolehkah non-muslim menyentuh Alquran?
Bentuk hijab yang syar’i dan non-syar’i. Bagaimana posisi tangan ketika salat? Membaca amin itu jahar atau sirri? Wajib kah membaca basmalah sebelum al-Fatihah dalam salat?
Siapa di antara golongan-golongan umat yang paling sunnah? Pakaian mana yang sunnah? Pakaian melewati mata kaki memasukkan ke dalam neraka. Panjang pendek atau tidak berjanggut dalam menentukan keislaman seseorang.
Dan yang menyedihkan sering kali dalam perdebatan itu berujung kepada “judgement” atau penghakiman kepada iman dan Islam seseorang. Bahkan tidak jarang berujung kepada pembid’ahan, bahkan pengkafiran sesama.
Pemimpin umat menutup mata kepada realita-realita di atas dan sibuk menyalahkan sesama hanya karena beda “kendaraan” dalam berislam dan perjuangan. Seolah jalannya yang benar mutlak. Mewakili kemutlakan “haq ilahi”. Yang lain batil dan neraka.
Di saat-saat merenungkan semua itu tidak jarang tumbuh rasa “minder” dan “pesimisme”. Hal yang pastinya salah dan harus diubah. Tapi pergulatan batin itu terjadi. Akan ke manakah umat ini dalam tahun-tahun mendatang?
Kepada Allah kita bergantung. Di tangan-Nya segala keadaan. Dia yang merajai langit dan bumi. Amin!
Sumber: Kumparan