[PORTAL-ISLAM.ID] Persekusi! Kalimat ini mendadak populer sejak gaung #2019GantiPresiden muncul.
Mereka yang kontra penguasa diidentifikasi, lalu dipersekusi. Ada Ustaz Abdus Somad, Bachtiar Nasir, Tengku Zulkarnain, Neno Warisman, Mardani Ali Sera, Rocky Gerung, dan sejumlah nama lainnya.
Mereka masuk list dan daftar orang-orang yang harus dipersekusi. Dianggap berbahaya bagi suara petahana. Tentu tidak di semua tempat.
Sempat berhenti beberapa bulan. Persekusi sepi sejak capres-cawapres ditetapkan. Sekarang kumat lagi. Korbannya orang-orang itu.
Pelakunya punya latar belakang yang tak jauh beda dengan kelompok-kelompok sebelumnya. Polanya mirip. Orang duga: sutradaranya sama.
Neno pada Rabu lalu 6 Maret 2019 menghadapi persekusi. Dicegat di bandara Lombok oleh sejumlah orang tak dikenal. Tapi, persekusi gagal. Karena dihalau oleh masyarakat setempat. Mirip kasus Neno saat dipersekusi di Pekan Baru, Riau.
Di hari yang sama, Rocky Gerung diancam oleh sejumlah orang. Datang ke panitia penyelenggara dan siap perang jika Rocky Gerung dipaksakan datang untuk ngisi acara seminar di Universitas Muhammadiyah Jember Jawa Timur. Si pengancam sudah kirim surat ke Polres, Banser dan MUI Jember.
Tak diketahui, itu surat pemberitahuan atau izin. Izin apa juga tak diketahui. Semoga bukan ijin untuk perang. Kok ke Banser juga? Apakah nggak salah alamat? Terserah anda berimajinasi.
"Karena situasi tak kondusif, mengancam keamanan dan rawan konflik sosial, maka aparat kemudian melarang Rocky Gerung." Biasanya begitu nanti ending-nya. Ah, itu sih lagu lama. Yang melanggar siapa, yang dilarang siapa. Kebolak-balik.
Viral di medsos bahwa pelaku yang ancam perang adalah oknum kader partai pendukung petahana. Posisinya sekarang sedang nyaleg. Tetap masih harus diklarifikasi, benar tidak "si penabuh genderang perang" itu oknum partai. Kalau bener, ya gak perlu kaget.
Yang pasti, persekusi akhir-akhir ini sudah mulai jadi budaya. Ini bahaya! Pertama, merusak demokrasi. Menebar rasa takut kepada masyarakat. Dakwah dan forum-forum ilmiah terasa terintimidasi. Kampus dan majlis ta'lim tak lagi jadi mimbar bebas untuk mengekspresikan pikiran dan pendapat rakyat.
Kedua, ini akan memicu konflik sosial. Masyarakat yang terlalu lama merasa tertekan dan terintimidasi, mereka hanya butuh waktu untuk meledak.
Sekali ada trigger, kemarahan itu akan tumpah. Seperti bom waktu, nunggu momentum dan hilangnya kesabaran. Soal ini, lengkap dijelaskan dalam teori konfliknya Marx, Lewis Coser dan Jonathan Turner. Silahkan baca!
Diam tak berarti takut. Diam itu menghitung kekuatan dan mengukur dampak sosialnya untuk bangsa dan negara. Tapi, kalkulasi rasional itu bisa hilang seketika jika triggernya kuat. Orde Lama dan Orde Baru sudah mengalami itu.
PKI yang dalam sejarah Indonesia pernah menebar teror di mana-mana, akhirnya dibantai habis setelah G 30S PKI terjadi. Itulah trigger.
Persekusi Neno dan Rocky yang sempat berhenti, lalu muncul lagi jelang akhir masa kampanye menyisakan satu pertanyaan penting: ada apa? Adakah ini hanya bagian dari kepanikan seperti persekusi-persekusi sebelumnya? Atau ini berada dalam design strategi baru? Ini yang harus dibedah, bahkan diwaspadai.
Bicara apa yang ada di balik persekusi lebih menarik dan penting, dari pada sekedar membahas persekusinya sendiri.
Prabowo-Sandi untuk saat ini menguat dukungannya. Sejumlah survei, meski tak dirilis di media, menyebut sudah terjadi crossing. Suara Prabowo-Sandi menyalib Jokowi-Maruf.
Dengan sendirinya, kelompok pendukung Prabowo-Sandi sudah jadi mayoritas. Psikologi mayoritas akan merasa lebih kuat. Ini membuat mereka lebih mudah dipancing keluar untuk melawan setiap orang "yang dianggap" mengganggu mereka. Kalau ini berhasil, maka akan terjadi benturan dua kelompok anak bangsa.
Ada kekhawatiran bahwa sekenario membenturkan dua kelompok pendukung capres-cawapres sedang dimainkan oleh pihak-pihak tertentu. Takutnya begitu. Tentu, ini melibatkan sutradara yang terlatih, berpengalaman dan punya jam terbang tinggi. Tujuannya? Chaos. Kalau sudah chaos, Pemilu bisa ditunda.
Mengkhayal! Boleh jadi. Tapi, segala kemungkinan bisa terjadi dalam dunia politik. Sebuah dunia yang paling sulit ditebak ujung ceritanya. Unpredictable. Inilah yang membuat penasaran dan menggoda banyak orang untuk ikut terlibat dalam permainan.
Coba perhatikan! Setelah sekian lama adem ayem. Neno kampanye sana-sini aman. Begitu juga Rocky Gerung, bebas ngisi ceramah di kampus-kampus. Mendadak, persekusi muncul lagi setelah sekian bulan beristirahat.
Adakah hubungannya dengan elektabilitas petahana yang terus turun? Bukankah persekusi itu justru semakin membuat elektabilitas petahana semakin terpuruk? Tidakkah rakyat semakin tak simpati dengan model persekusi? Dan rakyat yang punya hak pilih, kenapa dibuat kecewa? Atau ada sekenario lain? Skenario membatalkan pemilu?
Inilah yang harus diwaspadai jelang akhir masa kampanye ini. Salah langkah, rawan! Semua bisa berantakan!
Penulis: Tony Rosyid