[Catatan atas debat ke empat]
Prabowo, Uber Alles, Indonesian First
Oleh: Dr. Syahganda Nainggolan
(Sabang Merauke Circle)
Prabowo, "Uber Alles", Idonesia di atas segalanya, "Indonesian First", mengutamakan Indonesia. Tentu di bawah kekuasaan Allah.
Beberapa kawan-kawan menjapri saya bahwa malam ini kepuasaan mereka terhadap debat sudah tercapai, Prabowo top. Aslinya Prabowo yang tegas, tajam visioner terlihat nyata.
The national core interest
"National interest" alias kepentingan nasional adalah sangat penting alias inti dalam hubungan internasional. Juga dalam pertahanan bangsa. Namun, bagi Prabowo ada lagi yang lebih penting yakni inti daripada inti hubungan internasional dan pertahanan itu sendiri, yakni kedaulatan bangsa.
Investasi asing bukan berarti memberikan keleluasaan pelabuhan udara dan pelabuhan laut dikuasai asing.
(Kita tahu pelabuhan udara seperti Halim Perdana Kusuma dijadikan basis Kereta Cepat China, padahal Halim itu adalah pangkalan militer strategis. Begitu juga pengelolaan terminal-terminal pelabuhan hampir sepanjang 10 KM dermaga di Tanjung Priok dikuasai asing, meski Pelindo 2 memayungi bisnis di sana).
Kedaulatan sebuah bangsa bukan ditunjukkan oleh jualan senyum antara pemimpin bangsa. Prabowo mengatakan bahwa senyum-senyum para diplomat memang merupakan kerja mereka. Tapi Prabowo tahu bahwa dalam pandangan negara tetangga dan pandangan komunitas diplomat dan jurnalis asing, negara kita hanyalah bangsa yang direndahkan, kita hanya bangsa konsumtif, penumpuk hutang, penikmat impor, miskin dlsb. "Indonesia is a nation of great potential, and will always be a potential", kata Prabowo, tentang isi kepala diplomat itu.
Kita hanya jadi bangsa besar dan kuat jika kita membangun negara kita sungguh-sungguh, kerja keras, bebas korupsi, kuat persenjataan, barulah negara-negara lain bukan sekedar jualan senyum, tapi benar-benar mendengar bangsa kita. Kita bukan sekedar "mak- comblang" alias menjadi penengah tanpa pengaruh, melainkan penengah yang bisa mengarahkan.
Pemerintah Bersih
Teknologi dalam pelayanan publik adalah sebuah keniscayaan.
Di negara-negara barat, misalnya, pemberian bantuan sosial tidak perlu ramai-ramai presiden dan menterinya kumpul-kumpulin rakyat pakai antrian panjang. Mereka 30-an tahun lalu sudah pakai teknologi transfer. Untuk apa pihak Jokowi bicara sok gunakan teknologi tapi pas kasih BANSOS suruh rakyat manual antrian?????
Dalam debat tadi Prabowo dengan jelas mengatakan bahwa antara teknologi dan korupsi alias jualan jabatan keniscayaan dan fakta nyata dalam pemerintah Jokowi. Hampir semua kementerian Jokowi terlibat jualan jabatan. Memalukan. Yang ditangkapi KPK baru di Kementerian Agama.
Bagi Prabowo antara penggunaan teknologi dan mentalitas pejabat negara yang anti korupsi harus sejalan. Karena keduanya merupakan tulang punggung pelayanan publik. Tidak bisa hanya didukung salah satunya saja.
Ideologi
Pancasila bagi Prabowo adalah kontrak mati. Sebagai manusia yang sudah masuk tentara di umur 18 tahun. Tentara di usia remaja itu sudah disumpah sampai mati setia pada Pancasila.
Antara indoktrinasi versus edukasi, Prabowo meyakini bahwa peluang mendidik manusia-manusia Indonesia menjadi Pancasilais sejati dapat dilakukan sejak pendidikan usia dini, sampai ke universitas.
Pancasila menurut Prabowo adalah sebuah keyakinan yang bersifat historis sebagai falsafah bangsa. Tanpa falsafah itu tiada Negara Indonesia. Bagaimana menanamkan Pancasila kepada rakyat tanpa indoktrinasi? Versi non indoktrinasi, menurut Prabowo adalah via pendidikan.
Edukasi terhadap manusia-manusia Indonesia dilakukan sejak pendidikan usia dini, sampai ke universitas.
Tidak kalah pentingnya adalah tauladan para elit negeri. Keduanya, edukasi dan tauladan pemimpin bisa sama nilainya dengan indoktrinasi. Sebuah ideologi ditularkan memang harus mendekati indoktrinasi.
Jika tanpa tauladan, melainkan memecah belah rakyat, seperti elit rezim saat ini, penyebaran Pancasila akan gagal. Sebab, Pancasila adalah doktrin persatuan nasional, semua suku dan agama harus dianggap sama haknya dan equal, bukan dipecah belah.
Sekali lagi, yang dikedepankan Prabowo nantinya adalah satu kata dan perbuatan. Itulah yang namanya tauladan pemimpin.
Prabowo juga memberitahukan bahwa isu Khilafah hanyalah isu pepesan kosong. Namun, Prabowo yakin bahwa Islam dan Pancasila bukan suatu yang perlu dikontestasikan. Tidak ada juga bagi Prabowo isu menghapus tahlilan.
Rohingya
Prabowo merasa urusan etnis Rohingya adalah etnic cleansing, sebuah kejahatan kemanusian. Namun, kita hanya menjadi bangsa lemah alias jadi mediator alias broker yang kurang dihormati. Jika kita menjadi negara kuat, bukan negara miskin yang haus impor mengimpor, lalu kita menjadi negara disegani di Asean, barulah Myanmar melihat kita dengan segan. Barulah kita bisa menolong orang-orang Islam di Myanmar itu.
Kita butuh menjadi negara kuat, bukan nenjadi negara cepat, yang tanpa arah. Cepat boleh, tapi kuat lebih dihormati.
Penutup
Prabowo telah tampil gagah malam ini. Debat dalam pengertian sesungguhnya adalah "substance, spontaneity and answer to tough questions". Secara substansi Prabowo sudah menjelaskan pandangan dia dari sisi ideologi, pertahanan bangsa yang kuat, hubungan luar negeri dan pemerintahan yang baik. Intinya ada dua, yakni kedaulatan bangsa dan pemerintahan yang bebas korupsi.
Gaya Prabowo di panggung juga benar-benar jadi singa panggung. Gagah dan tajam. Tajam pikirannya, tajam lidahnya dan tajam matanya.
Wes wayahe, bangsa ini sudah menerima takdirnya menemukan pemimpin sejati: Prabowo. Prabowo uber alles, Indonesian first.***
Prabowo : The strong will do what they can and the weak suffer what they must— CAK KHUM (@CakKhum) 30 Maret 2019
Paham enggak ya kalau tadi JKW tidak di translate, enggak lihat juga JKW ngomong bahasa inggris, apa enggak bisa? #JokowiDiambangKekalahan pic.twitter.com/0ujsDEUThK
— CNN Indonesia Daily (@CNNIDdaily) 30 Maret 2019
— CNN Indonesia Daily (@CNNIDdaily) 30 Maret 2019