(Ustadz Abrar Rifai bersama Pak Wakidi)
[PORTAL-ISLAM.ID] Saya selalu luruh ketika berhadapan dengan pemilik hati yang tulus. Orang-orang desa yang berjuang tanpa pamrih. “Saya ini hanya ingin negara ini punya presiden. Presiden beneran,” katanya... “bukan presiden-presidenan!”
Pak Wakidi mencetak sendiri beragam spanduk, kalender, kaos dan alat peraga kampanye lainnya. Ia pasang sendiri berbagai poster Prabowo-Sandi di desanya. Bukan tak pernah ia dicegah dan diingimidasi. “Kulo mboten ngurus. Lha kulo mboten nyolong. Mbotem ngelarani tiang!” (Saya tak peduli. Lah saya tidak mencuri, tidak menyakiti orang lain) katanya sengit. Bahkan kalau ada yang mau nyerang fisik, “Enggeh monggo mawon. Saniki mati, mbenjeng enggeh mati!” (Silakan saja. Sekarang mati, besok juga mati).
Pada Pilpres 2014 yang lalu, Pak Wakidi setidaknya mengeluarkan 30 juta dari kocek pribadinya untuk kemenangan Prabowo. Dia tahu mana orang yang harusnya menjadi presiden, karena kedaulatan diri dan kemampuan. Bukan orang yang dipaksa jadi presiden, padahal tidak mampu dan akhirnya didikte-dikte terus.
30 juta itu termasuk hasil menjual sapi. Sedang untuk Pilpres sekarang, ketika saya tanya, ia menjawab, “Duko, kulo dereng ngitung. Sing penting Prabowo-Sandi menang!” (Belum tau berapa. Saya belum hitung. Yang penting Prabowo-Sandi menang). Tegas, serius dan jujur.
Maka, belajarlah pada Pak Wakidi, Sukarelawan Prabowo-Sandi asal Poncokusumo, Kab. Malang. Saat banyak relawan yang mengeluh karena ketiadaan ongkos jalan dari Paslon, Pak Wakidi menampar kita, bahwa kalau kita memang menginginkan Capres sokongan kita terpilih, teruslah bergerak. Tidak usah banyak ngomong, bersilat lidah dan apalagi menuntut ini itu dan lain sebagainya.
Saya berkeliling ke banyak tempat. Bertemu dengan orang-orang seperti Pak Wakidi, dengan bergama kadar dan bentuknya. Maka, saya meyakini bahwa kemenangan Prabowo-Sandi tinggal mengunduh takdir dari lauhil mahfuzh!
by Ustadz Abrar Rifai
(Pengasuh Ponpes Babul Khairat Malang)
(Pengasuh Ponpes Babul Khairat Malang)