[PORTAL-ISLAM.ID] Politik adalah bisnis harapan, begitu juga dengan kampanye progaram kartu. Fenomena tentang program janji kampanye menggunakan kartu sudah tidak asing lagi kita dengar, mungkin saat ini terlalu banyaknya program kartu tersebut kita pun tidak tahu persis ada berapa program kartu-kartu tersebut yang telah di buat oleh pemerintah dari tingkat daerah hingga tingkat nasional. Fenomena kampanya kartu ini dipopulerkan oleh tim Jokowi saat Pilgub di DKI Jakarta pada tahun 2012 dimana saat itu Jokowi melaunching Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP).
Di era terserbut juga digadang-gadang bahwa kampanye tersebut yang membuat sukses Jokowi duduk di kursi DKI 1. Begtu juga saat Jokowi mencalonkan diri sebagai Calon Presiden di 2014, dirinya pun kembali mempopulerkan kampanye kartu, yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sejahtera. Dan lagi-lagi dengan adanya kampanye ini dirinya sukses menduduki kursi istana. Fenomena ini pertama kali memang heboh di Pilpres Amerika pada tahun 2008 dan 2012, yaitu yang disebut Obamacare.
Memang melihat dari fenomena ini bantuan sosial dalam politik selalu menjadi magnet kuat untuk menghimpun suara. Apalagi demografi penduduk Indonesia yang masih banyak masyarakat menengah ke bawah karena di dalam posisi masyarakat ini mereka lebih memikirkan bentuk realistisnya saja ketimbang banyak sebuah retorika yang terkadang masyarakat pun tidak mengerti.
Dan kembali lagi Jokowi pada Pilpres 2019 sebagai petahana mengeluarkan kebijakan kartu baru yaitu Kartu Sembako Murah, Kartu Prakerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Tentunya tim Jokowi ingin mengulang kesuksesan dengan cara yang sama. Jika melihat program kartu yang dicanangkan tim Jokowi, program-program tersebut adalah issue di mana Jokowi dihajar oleh oposisi. Di mana pengangguran meningkat, mencari lapangan pekerjaan sulit, hingga harga sembako yang mahal dan tidak stabil. Nampaknya 3 kartu baru tersebut adalah sebuah jawaban dari serangan issue kepada 01.
Tetapi penulis berpendapat bahwa cara ini adalah lebih kepada cara jangka pendek untuk hanya memenangkan pasangan 01 bukan untuk jawaban permasalahan jangka panjang sebuah negara. Kartu itu hanya berkesan sebagai gimmick politik ataupun sebuah alat untuk menaikan elektabilitas. Melihat masyarakat kita yang masih dikatakan pragmatis dalam hal seperti ini.
Bantuan sosial pun tidak akan berefek banyak kepada perekonomian secara makro, walaupun bisa menurunkan angka tentang kemiskinan,pengangguran dan kawan
kawannya ini berindikasi kedepannya hanya untuk akrobatik permainan statistik saja. Karena untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini harus dengan cara menggerakan roda perekonomian negara dan pemberdayaan masyarakat itu sendiri. Bukan memberikan dengan dana cuma-cuma.
Jika kita lihat pada era SBY waktu itu ada dana BLT dimana saat dana BLT diberikan kepada masyarakat angka kemiskinan kembali turun dan pengagguran kembali turun. Tetapi ketika dana BLT tersebut tidak kembali dilanjutkan angka kemiskinan
dan pengagguran pun kembali naik. Tetapi yang menjadi hal terpenting lainnya adalah, kemunculan kembali kampanye menggunakan kartu tersebut harus menjadi bahan cambukan kepada tim oposisi yaitu 02. Di mana dalam rekam jejak kampanye menggunakan kartu tersebut cukup dikatakan efektif.
Melihat masih banyak masyarakat Indonesia yang pragmatis. Bentuk program kongkrit yang mudah diterima masyarakat memang selalu menarik dilirik oleh masyarakat itu sendiri. Melihat tim 02 saat ini masih lebih banyak menggunakan retorika saja ketimbang langkah-langkah kongkritnya. Hal ini bisa membuat kecolongan karena tim 01 yang pintar menggunakan program kartu-kartu tersebut. Tim 02 harus berpikir kembali strategi, dimana terlihat strategi tim 02 cenderung lebih ke penyerangan dan sebuah dramatikal politik.
Penulis: Muhammad Farras Fadhilsyah
Editor: Tim Portal Islam