E-KTP, SINGLE IDENTITY NUMBER, BELAJAR DARI SWEDIA


E-KTP, SINGLE IDENTITY NUMBER

By Ibrahim Kholilul Rohman

Alhamdulillah, dalam perjalanan kehidupan saya, saya pernah menapaki salah satu bumi Allah yang paling utara: Swedia, negara yang begitu indah, teratur, aman dan nyaman. Tidak sangat lama, hanya lima tahun saja, namun sangat membekas dalam ingatan saya.

Salah satu (dari banyak hal) yang paling saya kagumi adalah: integrated database kependudukan. Saya masih ingat Person-Nummer (PN) saya (801116XXZZ) –sangat handy dan mudah diingat: enam digit angka pertama adalah tahun, bulan dan tanggal lahir, empat angka selanjutnya random. Angka itu yang melekat pada saya, kapanpun, di manapun saya berada dan untuk SEMUA urusan administrasi. (SEMUA artinya benar-benar semuanya: pendidikan, pendidikan anak, perbankan, kesehatan, perpajakan, perpustakaan, transportasi, pos, semuanya!!)

Mau tahu nikmatnya memiliki database kependudukan dengan basis yang komprehensif dan terintegrasi?

1. Saya kuliah tidak memerlukan nomor induk mahasiswa, PN-saya juga adalah nomor mahasiswa.

2. Membuka account bank, 10 menit saja. Sedikit sekali form yang harus saya isi, karena semua data (minimal data awal, nama, alamat ada di PN).

3. Ke dokter? Gak perlu bawa surat janjian dokter. Cukup sebutkan PN, akan terlihat kapan, dimana dengan siapa kita bertemu.

4. Ke apotik? Tiada perlu resep dokter, dari rumah sakit, rujukan obatnya terintegrasi cukup sebutkan PN ke apoteker, obat akan diberikan sesuai apa yang diresepkan dokter di sistem.

5. Istri hamil, melahirkan, semua riwayat kehamilan di pemeriksaan puskesmas, akan muncul di rumah sakit menjelang delivery, lagi-lagi hanya dengan..PN. Sama halnya kalau kita harus memerlukan bertemu dengan banyak dokter untuk penyakit yang berhubungan, dengan melihat PN, dokter A bisa melihat riwayat penyakit saya dari dokter B, dst.

6. Minta kopian kartu keluarga di kantor pajak? Mungkin beberapa menit saja, cukup sebutkan PN.

7. Tax declaration, bisa pakai SMS, cukup sebutkan PN.

(Berikut beberapa manfaat pada sedikit berhubungan dengan high level policy)

8. Kemarin saya bertemu seorang pejabat Kementrian Komunikasi Swedia, beliau memberikan remark: “saat ini di Swedia tinggal 200 rumah saja yang tidak terhubung broadband, dan kami tahu persis siapa-siapa, dan di mana mereka”, karena? Data PN! Policy (kebijakan) menjadi begitu mudah.

9. Saya sharing ruangan dengan seorang peneliti dari Denmark ketika bekerja di Komisi Eropa selama tiga tahun. Dia cerita, di Denmark pemerintah tidak perlu tiap waktu melakukan survey rumah tangga (kalau di Indonesia SUSENAS misalnya), karena? Data PN! Semua data link di sana. Bayangkan penghematannya!

Saya tidak muluk-muluk bahwa program eKTP Indonesia akan bisa secanggih di negara-negara Scandinavia. Tapi MINIMAL seharusnya uang pembuatan eKTP Rp 2.3 T sebanyak itu bisa menjadi milestone yang kuat untuk database kependudukan. Ironisnya, negara-negara Eropa jumlah penduduknya sedikit, sehingga kebijakan pemerintah relatif efektif. Kerapihan administrasi ini yang justru seharusnya bisa dimaksimalkan di Indonesia yang penduduknya banyak dan tersebar dengan basis data yang terpencar dan tercecer.

Buat saya yang kebetulan sekarang bekerja di bidang berkaitan dengan eGov, sangat mengecewakan. Sayang sekali.

***

NB: Apa yang disampaikan cawapres milenial Sandiaga Uno saat debat soal "kartu sakti" EKTP semoga nantinya bisa terwujud.

Baca juga :