[PORTAL-ISLAM.ID] “Salah, keliru, dan blunder. Itu tanda-tanda rezim yang telah terpojok!”
Begitu Prof. Dr. Mohammad Amien Rais, MA, mantan Ketua MPR dan lokomotif reformasi 1978, memberi sinyal. Sesungguhnya, kesalahan, kekeliruan, dan blunder itu terjadi susul-menyusul. Padahal maksud utamanya adalah untuk melakukan pembelaan.
Masih menurut Pak Amien, salah, keliru, blunder itu pasti bukan karena keinginan mereka, tapi semua karena ada yang menggerakan. Jika cermat dan mau menggunakan logika saja (maklum ada yang tidak percaya dengan hukum Allah hingga mempertanyakan kehidupan setelah kematian), maka kita akan melihat bahwa semua itu adalah tanda-tanda alam. Tanda-tanda yang datang bukan atas kehendak manusia.
Tapi, jika hati kita terkunci, maka semua tanda tidak akan kita lihat, tidak akan kita rasakan. Atau, mereka takut mengakuinya karena takut kehilangan jabatan, kehilangan bisnis, kehilangan kenikmatan kekuasaan.
Begitu banyak dan jelas, atau bahasa populernya: sudah terang-benderang tanda-tanda alam itu. Yang paling sederhana saja, semua ucapan dan tindakan atau tudingan yang dialamatkan ke pihak lain, justru berbalik menampar wajah sendiri. Belum lama (dalam debat) menuding Prabowo _grasa-grusu_, eee dia sendiri _grusu-grusu_ (lebih parah dari grasa-grusu). Tak kepalang, yang menyebutnya adalah pembantunya.
Lalu, ada menteri yang bertanya soal gaji pegawai negeri dengan tekanan tertentu seolah-olah ingin menonjolkan bos besarnya. Padahal, anak SD kelas tiga saja tahu, jangankan pegawai negeri, menteri dan presiden saja sumber gajinya jelas dari rakyat.
Masih lekat dalam ingatan, soal revisi doa, dan tekanan dukungan. Seorang ulama kharismatik Mbah Maimoen Zubair yang berdoa di sebelah petahana, tapi doanya untuk Prabowo. Lalu, seorang ketua umum partai mengoreksinya tanpa rasa malu dan tidak mengindahkan etika.
Tidak cukup hanya itu, karena masih was-was (maklum beberapa waktu lalu, atau jika pemerintahan berganti, maka dugaan kasus pidananya bukan tidak mungkin naik kepermukaan), ia mengajak petahana (bosnya) ke dalam kamar si-Mbah. Meminta sang ulama kharismatik itu untuk menyatakan dukungan.
Lucu, dia berharap bisa mengubah doa yang tadi tulus disampaikan untuk Prabowo. Menggelikan, dia pikir rakyat percaya yang diucapkan si-Mbah di dalam kamar adalah dukungan. Memilukan, dia pikir rakyat tak mengerti azas basa-basi.
Masih banyak tanda-tanda alam yang digelontorkan dari langit. Tentu sang pemberi tanda-tanda itu ingin agar kita semua tahu serta menyadari kekeliruan. Seperti di saat nabi Musa dan Firaun. Namun, karena hati telah terkunci, bulan tobat yang dilantunkan, tapi tekanan pada pihak yang tidak sejalan menjadi semakin besar.
Setelah Ahmad Dhani, Buni Yani, Rocky Gerung, kini giliran ustadz Slamet Maarif, ketua PA 212, yang dipanggil untuk diperiksa.
Jadi jangan heran jika kisah Firaun akan terulang. Mereka memang tidak akan tenggelam di laut, tapi, mereka akan tenggelam dengan kesewenang-wenangan, kedzaliman mereka. Insyaa Allah.
Penulis: M. Nigara