[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden Jokowi kembali melontarkan pernyataan sebagai ekspresi kejengkelan atas serangan dan tudingan kepada dirinya. Jokowi menyebut kalau ada pihak yang sedang melancarkan 'Propaganda Rusia'.
Di Karanganyar, Jawa Tengah, Jokowi menyebut ada pihak-pihak yang menggunakan jasa konsultan politik dari luar negeri untuk Pemilu 2019. Konsultan politik itu disinyalir menjalankan strategi 'Propaganda Rusia'.
Teori Propaganda Rusia yang dimaksudkan presiden adalah strategi yang dilancarkan dengan semburkan dusta sebanyak-banyaknya, semburkan kebohongan sebanyak-banyaknya, semburkan hoaks sebanyak-banyaknya, sehingga rakyat jadi ragu.
Capres petahana ini tidak terima dengan tudingan 'antek asing' yang selalu dialamatkan kepada dirinya sejak beberapa tahun terakhir. Jokowi balik menyerang dengan mempertanyakan siapa sesungguhnya yang antek asing dengan menuding kelompok lain menggunakan konsultan luar negeri dengan strategi 'Propaganda Rusia'.
Namun bila kita cermati 'Propaganda Rusia' sebagaimana yang dimaksudkan di atas dengan penyebaran secara massif kebohongan/dusta/hoax tidak bisa dituduhkan hanya kepada satu kelompok/kubu saja. Dugaan kita, jangan-jangan kedua kubu melakukan hal yang sama, sama sama pernah pakai konsultan asing, sama sama menyemburkan hoax, sama-sama menyebarkan fitnah. Sangat naif rasanya menganggap kelompoknya paling bersih dari penyebaran berita bohong, lalu menuduh kelompok lain sebagai pelaku tunggal.
Tuduhan 'Propaganda Rusia' juga sangat tidak etis apalagi menyeret-nyeret nama negara lain, alangkah lebih baik dan bijak jika menggunakan terminologi lain yang tidak bertendensi menyinggung negara tertentu, sedikit memicu menaikkan eskalasi hubungan diplomatik hubungan baik antara Indonesia dengan Rusia.
Penggunaan istilah/diksi ini secara serampangan dan sedikit membabi buta menunjukkan rendahnya etika kita sebagai sebuah negara dalam pergaulan internasional. Sampai-sampai pemerintah Rusia merasa perlu untuk melakukan klarifikasi terkait tuduhan tersebut.
Sikap sedikit nampak ceroboh ini tentu akan merusak citra negara kita dalam pergaulan dunia internasional, apalagi jika yang mengucapkan adalah calon presiden yang statusnya masih menjabat sebagai presiden. Sebagai presiden beliau semestinya menjaga etika dan tatakrama pergaulan internasional untuk menjaga marwah dan kepentingan nasional negara kita (national interest). Jangan sampai motif politik sesaat menjadikan Indonesia dipandang rendah dalam pergaulan internasional.
Sebagai presiden yang masih menjabat, capres petahana mesti memperhatikan dan mempertimbangkan hal ini, termasuk juga menertibkan, mendisiplinkan anggota dan tim suksesnya agar supaya tidak asal bicara, kalau kemudian tim sukses blunder dan membuat polemik, lebih baik di parkir dulu sampai pilpres selesai, sebab sayang sekali, tim Jokowi belakangan banyak melakukan blunder politik, tuduhan serampangan, yang tidak menguntungkan secara elektoral.
Namun begini, kita ingin memberikan konteks soal saling tuding antek asing, saling sindir antek asing, nyanyian antek asing, anehnya kedua paslon sama-sama tidak mengaku pakai konsultan antek asing, sehingga konsultan antek asing menjadi hantu yang ditakuti.
Kita ingin menjadi bangsa yang mandiri, mengurangi ketergantungan pada asing, sama-sama tidak menginginkan ada konsultan asing yang tahu banyak elite politisi Indonesia, terlalu campur tangan politik Indonesia, walaupun tidak ada aturan yang melarang. Sederhana sebetulnya, masing-masing paslon tinggal buktikan saja ke publik semua tuduhannya tersebut, sampaikan dengan didukung data yang kuat soal paslon yang mengunakan konsultan asing.
Strategi Ofensif Jokowi
Pak Jokowi mulai menjalankan strategi ofensif ala-Jokowi, mulai khawatir juga barangkali dengan pertumbuhan elektabilitas Prabowo yang berpotensi nyalip elektabilitas petahana. Pak Jokowi barangkali mulai lelah juga dengan propoganda ofensif sang penantang terkait antek asing, impor, hutang dan tenaga kerja asing dan seterusnya. Sehingga dalam pidatonya yang cukup berapi-api, terjadi sesuatu yang tak biasa, pak Jokowi yang dulunya kalem "rapopo, ngak mikir" sekarang ofensif, bahasa kerennya pak Jokowi tancap gas menyerang balik terhadap sang penantang soal antek asing yang dialamatkan/dituduhkan ke Jokowi selama ini.
Jokowi kembali mempertegas bahwa beliau bukan antek asing, terbukti Jokowi melakukan nasionalisasi aset negara seperti Blok Mahakam, Rokan, Freeport dan banyak lagi yang masih diperdebatkan kedua paslon.
Beliau mengatakan selama empat tahun lamanya menahan diri ngak menyerang dan sekarang tuduhan antek asing nampaknya di-counter habis-habisan.
Incambent memakai strategi ofensif, barangkali ini bagian dari strategi Jokowi dengan menyerang balik, agar tuduhan, serangan dan narasi negatif yang di alamatkan ke Jokowi mulai sedikit mereda, hasilnya Prabowo tidak terlalu sering melancarkan serangan ofensif dengan pendekatan 'Game theory' propoganda politik ke kubu petahana.
Sekaligus incambent bisa saja ingin melihat seberapa kuat daya tahan/kemampuan bertahan sang penantang dari serangan balik yang dilancarkan secara ofensif oleh kubu incambent.
Oleh karena itu, kalau kita in-zoom lebih dekat, sepertinya ada kecemasan petahana nampaknya dalam pendekatan post truth, opini yang terus berulang-ulang bisa menjadi fakta sebuah pembenaran. Ketika elektabilitas itu mulai kompetitif, incambent mulai sedikit panik dan terancam dengan politik propoganda ala rusia sang penantang, membela diri dan sekaligus melakukan strategi ofensif terhadap sang penantang dianggap sebagai pilihan yang sudah tepat.
Sekali lagi, lalu yang antek asing itu siapa? nyinyir dan saling tuding antek asing, sama sama ngak ngaku, sama sama ngak punya data dan bukti kuat, sehingga yang ada sampah, namun ngak kecium baunya.
Baiknya, balik saja ke trayek awal substansi kampanye dengan narasi dan literasi yang bernas, kembali bahas janji kerja, visi misi, harapan baru. Sederhana, bagi seorang petahana fokus saja memainkan peran, bagaimana satu persatu memenuhi/menjawab janji kampanye tempo dulue, apa yang diinginkan rakyat satu demi terjawab, menjelaskan semua kerja keras, monumen prasasti keberhasilan/capaian pemerintah selama ini, agar masyarakat terpuaskan dengan kinerja petahana.
Peran yang coba dimainkan bagi sang penantang, imaginasi membaca sintemen perasaan publik. Seperti menjawab kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran rakyat dan mencoba memberikan harapan baru, dari janji yang mengawang-ngawang tidak commen sense untuk dijalankan sampai janji yang realistik untuk dijalankan dan ditepati.
Meminjam istilah Prof Rahman; politik merupakan sebuah dunia tempat orang memberikan janji-janji yang tidak akan terpenuhi,serta mengucapkan kata kata yang memang dari semula telah direncanakan untuk memberikan kesan yang tidak benar bagi para pendengarnya. Semoga tidak berlaku pada politisi di Indonesia!
Penulis: Pangi Syarwi Chaniago