MENANG BERSAMA PRABOWO
Sudah 4 bulan berjalan, melakukan komunikasi bersama penumpang. Mungkin lebih tepatnya diskusi dengan mereka. Mencari tau bagaimana arah pandangan mereka pada situasi politik saat ini dan kemana arah dukungan mereka.
Dalam sehari, rata-rata 10-15 penumpang didapat. Dalam jumlah itu sekitar 80% bersedia berkomunikasi tentang politik. Semakin jelas dan terang pada siapa dukungan paling banyak.
Nama Prabowo menjadi pilihan terbesar bagi mereka.
Berbicara pada mereka, saya memakai filosofi Bob Sadino.
"Saat berbicara dengan orang baru, kosongkan otakmu".
Tidak ingin medikte mereka, lebih banyak mendengar dan bertanya agar mereka lebih leluasa mengeluarkan pendapat dan juga alasannya. Tua dan muda, seiman maupun berbeda agama, berkulit hitam/sawo matang dan berkulit kuning etnis keturunan, semuanya pernah berbicara dan berdiskusi dalam mobil mungil saya.
"Apa alasan memilih Prabowo? Apakah Prabowo sudah menunjukkan prestasi sehingga pantas dijadikan pemimpin saat ini?"
Pertanyaan di atas adalah pertanyaan saya ketika mengetahui bahwa mereka memilih Prabowo. Dan sejauh ini, alasan mereka cukup logis. Jauh dari kesan like or dislike pada Paslon. Menilai karena keadaan dan juga situasi yang terjadi saat ini.
Kehebohan dalam mendukung hanya terjadi di sosmed, di luar sosmed keadaan lebih tentram dan adem. Ada yang mendukung Jokowi dan memberikan alasannya, walaupun ada kekurangan...mereka tetap bicara santun saat memberi alasan mengapa tidak pilih Prabowo.
Adi, mahasiswa tingkat 4. Saat berkesempatan berbicara dengannya, secara jelas dia berkata akan memilih Prabowo. Mengapa harus Prabowo?
"Karena kita di era pemerintahan saat ini ternyata belum merdeka bang..," jawab si mahasiswa.
Saya sedikit terkejut, memperlambat laju kendaraan karena alasan dia menarik bagi saya. Akan lama pembicaraan ini nantinya.
"Merdeka bagi masing-masing orang itu berbeda. Merdeka bagi setiap orang adalah adanya kemudahan dalam menjalankan rutinitas sehari-hari. Kemerdekaan petani, pasti akan berbeda dengan kemerdekaan seorang guru honorer. Kemerdekaan seorang nelayan, pasti akan berbeda juga dengan kemerdekaan seorang pedagang di pasar. Dan kemerdekaan saya sebagai mahasiswa, pasti akan berbeda juga dengan kemerdekaan Abang sebagai driver online..," jawabnya dengan tenang.
Yap, saya mulai nyambung dengan penjelasannya.
Sebagai driver, saya sendiri belum merdeka ketika nasib para driver online ibarat sapi perah yang di paksa mengejar uang oleh aplikator. Iming-iming bonus dan skema yang memberatkan, harus di jalani demi dapur di rumah. Walaupun berdarah, tetap bertempur selama hampir 24 jam sehari. Non stop, tanpa istirahat'. Hanya bisa berdoa semoga diri ini tidak sakit.
Pemerintah tidak hadir di tengah konflik pemilik aplikasi dan driver online yang di sebut mitra. Pemerintah tidak membuat regulasi yang melindungi para driver dari perlakuan sewenang-wenang pihak aplikator. Dan sampai saat ini, konflik selalu terjadi angara driver dan aplikator mengenai kesejahteraan driver yang di rasa makin berkurang.
"Saya memutuskan akan dukung Prabowo, karena melihat bagaimana kemerdekaan saya sebagai mahasiswa tidak saya dapatkan bang. Saya gak peduli dengan hutang yang jadi isu politik, karena isu itu nantinya bukan saya yang harus memikirkan. Tapi pemimpin baru. Imbasnya pun tidak secara langsung pada saya. Saya juga gak peduli dengan kebanggaan infrastruktur karena hal itu juga gak membantu saya secara langsung." Jelasnya mahasiswa ini lagi.
Dan itu juga yang dirasakan petani. Mereka belum merdeka karena pengadaan pupuk yang seharusnya terpenuhi justru terlihat langka karena permainan mafia. Setelah panen pun, mafia impor membuat panen mereka tidak berharga.
Guru honorer juga belum merdeka ketika pengabdian mereka yang sabar harus terbentur regulasi menyamakan mereka dengan pelamar CPNS baru. Janji dan kontrak politik dari Widodo seperti hilang di bawa angin.
Pedagang, peternak, jurnalis, nelayan dan berbagai pihak lainnya juga belum merdeka ketika banyak konflik dan ketidak hadiran pemerintah di tengah mereka. Bukannya membuat kebijakan yang membuat kesejahteraan meningkat, malah membuat kesejahteraan menjadi jauh dari harapan.
Finally, kaum emak. Sang manajer sejati di perusahaan rumah tangga.
Kaum emak juga belum merdeka ketika uang belanja tetap, tetapi kebutuhan terus meningkat. Kemerdekaan bagi emak, ketika bisa menyiapkan makan untuk keluarga. Bukan makanan yang mewah di harapkan, tapi makanan yang berkecukupan. Pengeluaran selalu meningkat karena kebijakan yang sudah di keluarkan. Contohnya kenaikan TDL, gas, dan BBM ikut berpengaruh pada mereka.
Hukum yang bak mata pisau, kekuasaan benar-benar menguasai segala bidang. Kekebalan hukum bukan buat pejabat sesuai amanat UU, melainkan juga buat orang-orang yang terlindungi kekuasaan.
Kegaduhan yang tidak pernah berhenti. Pejabat pemerintahan malah terlibat di dalamnya. Miris dan sungguh terenyuh melihat bangsa ini. Bangsa yang besar tetapi selalu panas di dalam.
Ketika belum merdeka, apa keinginan kita?
Kita harus merdeka. Untuk merdeka, terlebih dulu harus berjuang dan MENANG. Itulah slogan yang dibawa Bapak Prabowo, INDONESIA MENANG.
Bukan sekedar slogan picisan, melainkan slogan penuh arti. Kita harus menang dalam segala bidang, apakah Menang itu terdengar sombong? Atau terlihat meng-ada-ada?
Ketika rakyat sudah merdeka dan merasa terlindungi oleh kebijakan, maka disitulah kemenangan yang sesungguhnya.
"Sejahterakan rakyatmu, maka negaramu akan menjadi luar biasa."
Yang baik dari petahana, akan diteruskan. Yang buruk akan diperbaiki, dan yang belum dilakukan akan diwujudkan. Menyisir dari tepi untuk menemukan dimana kekurangan, bukan untuk menghakimi petahana, melainkan untuk memperlihatkan bahwa apa yang beliau banggakan selama ini, sebenarnya hanya 1% nilainya.
5 tahun kesempatan, dirasa sudah cukup. Jika terus dipertahankan, kemunginan terbaik-nya akan tetap seperti ini, kemungkinan terburuk-nya akan lebih parah dari ini.
Indonesia perlu semangat baru, perlu pendobrak baru. Dan itu terlihat ada pada diri bapak Prabowo dan Sandiaga. Kolaborasi yang cantik, ketegasan dan keuletan terlihat jelas di diri mereka berdua. Program yang mereka buat menjawab kegundahan masyarakat selama ini.
"Harapan baru, itu yang saya lihat di diri Prabowo-Sandi bang..." Si mahasiswa ini berkata lirih.
Tujuan telah sampai, saya matikan mesin dan sekali ini saya bukakan pintu untuk penumpang.
"Kamu ingin menang bersama Prabowo?" Saya tanya pada dirinya.
Matanya berkaca, hidungnya terlihat mengkilat menandakan sedari tadi dia sudah menahan keharuan.
"Ayah saya petani bang, ibu saya seorang penjahit. Jika pulang kampung, ayah selalu bercerita bagaimana panen seperti tidak bergairah lagi. Selalu berdebar menantikan harga di esok pagi. Saya Ingin menang bersama Prabowo, demi sebuah harapan baru.." ucapnya..
Senang mendengar perkataannya, saya jabat tangan si mahasiswa. Sebagai kenang2an, saya berikan buku Paradoks Indonesia yang sudah sedikit kusam sampulnya.
"Sebagai bacaan, mari kita ajak semua orang untuk memahami bagaimana kondisi negara kita saat ini. Ajak mereka ikut berjuang bersama kita.." pesan saya padanya.
Pertemuan dengannya berakhir dengan sebuah keyakinan. Perjuangan ini baru kita mulai, dan akan terus kita lakukan. Sampai Indonesia benar-benar Menang di tanah sendiri.
28-2-2019
(Setiawan Budi)