[PORTAL-ISLAM.ID] Capaian pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia yang diklaim oleh pemerintah, memang secara bijak harus diapresiasi. Seperti diketahui pada akhir tahun 2018 lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan dan meresmikan beberapa ruas Jalan Tol Trans Jawa.
Namun dari capaian tersebut tidak serta merta memberikan efek positif atas sektor-sektor lainnya. Diantaranya sebagai berikut.
“Pembangunan jalan tol trans Jawa ini sudah barang tentu mengakuisisi lahan-lahan produktif pertanian dan perkebunan. Baik itu lahan milik perorangan masyarakat atau milik korporasi (perusahaan). Bahkan ada juga lahan produktif milik BUMN. Jika yang terkena adalah lahan produktif pertanian (sawah) tentu akan berdampak pada produksi padi setempat.”
Selanjutnya, dampak negatif pembangunan tol trans Jawa ini adalah mulai dirasakan perlahan mati surinya UMKM di wilayah pantura Jawa. Khususnya Kota Pekalongan yang diketahui sebagai sentra batik nasional.
“Para pengusaha batik di Pekalongan sudah banyak mengeluh, dikarenakan omset yang menurun semenjak tol trans Jawa beroperasi tersambung. Saya mempunyai video, testimoni dari pedagang batik di Pekalongan. Hal semacam ini merupakan koreksi dan kritik atas kebijakan pemerintah dalam mengunggulkan infrastruktur khususnya jalan tol.”
Terkait dengan mahalnya tarif tol trans Jawa yang sudah dirasakan para pengusaha logistik (angkutan barang). Yang mana diketahui angkutan truk (pembawa logistik) telah berpindah kembali menggunakan jalan nasional/ pantura. Dikarenakan tarif tol yang mahal.
“Biaya atau tarif tol bisa mencapai 1,5 -2 juta rupiah. Ini tentu akan membuat para pengusaha logistik menjerit. Informasinya juga mereka sudah lakukan protes kepada pemerintah. Yang mana pemerintah melalui kementerian yang berwenang sudah merespon keluhan ini, untuk merevisi besaran tarif. Kesimpulannya adalah sepertinya pemerintah mengakui tarif tol trans Jawa kemahalan.”
Untuk diketahui oleh masyarakat luas bahwa memang ternyata tarif tol di Indonesia merupakan tarif tol “termahal” jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya.
“Sebagai perbandingannya adalah berikut ini. Rata-rata tarif tol di Indonesia per kilometernya berkisar antara Rp. 1.300-Rp. 1.500. Sementara di negara-negara anggota ASEAN, seperti Singapura Rp 778 per kilometer, Malaysia Rp 492 per km, Thailand dalam kisaran Rp. 440 per kilometernya. Bahkan dibanding dengan Vietnam dan Philipina pun tarif tol di Indonesia masih tinggi (mahal) tarifnya. Vietnam dalam kisaran Rp. 1200 per kilometer, sedangkan Philipina Rp. 1050 per kilometer.”
Dengan merujuk fakta dan angka diatas, bukan hal yang aneh jika para pengguna jalan tol di Indonesia protes atas tarif tol yang mahal tersebut.
Suhendra Ratu Prawiranegara