[PORTAL-ISLAM.ID] Ada eponymic metafora "Men Are from Mars, Women Are from Venus". But chebongs are from somewhere between the two toilets.
Karena itu, chebongs berbeda dari pria dan wanita. They are different. Unique. Pikiran mereka lain. Ga lazim. They are special case.
Persepsi dan interpretasi mereka absurd. Misalnya saat Jokowi berkata "Yunikon..yunikon".
"Maksud bapak 'Unicorn'..?" tanya Pak Prabowo memastikan.
Men and women melihat Pak Prabowo sedang mengoreksi pelafalan Bahasa Inggris Jokowi. Memang, logat Inggrisnya rada-rada tidak lazim.
Eh, yaelaah...chebongs melihatnya Pak Prabowo tidak ngerti soal startup unicorn. Padahal jelas-jelas Pak Prabowo berkata, "Yang online-online itu?"
Dari contoh ini, nyata; Chebongs mengidap penyakit Social-emotional agnosia atau emotional agnosia atau expressive agnosia i.e. "the inability to perceive facial expressions, body language, and voice intonation".
Ahli Kriminologi Shirley Lynn Scott berpendapat, "serial killers generally have an average or low-average IQ".
Opini itu dibuktikan dengan test IQ yang dilakukan Serial Killers Information Center; A sample of 202 IQs of serial killers had a median IQ of 89.
Dari pembunuhan berantai yang dilakukan sekelompok suster di Romawi Kuno (331BC) sampai H. H. Holmes yang membunuh 200 orang, the serial-killers punya beberapa character and traits.
Selain IQ 89, ternyata mereka mengidap "expressive agnosia". Mereka ngga sanggup merasakan ekspresi muka korbannya yang kesakitan.
Penulis: Zeng Wei Jian