هفوات «الكبتنة» الفادحة
"KAPTENITIS"
Oleh: Dr. Mohamed Nughoimish*
Kita semua, sebagai pengambil kebijakan, sering dihadapkan dengan kesalahan yang disebut dengan "Kaptenitis". Kaptenitis ini istilah dari kesalahan yang dilakukan Pemimpin dan memiliki dampak serta konsekuensi yang sangat buruk. Istilah ini muncul setelah Perang Dunia II, tepatnya setelah mulai berkembangannya penerbangan komersial. Penerbangan saat itu masih terbatas terbatas dengan pilot-pilot militer yang dikenal kurang memperhatikan keselamatan saat membawa ratusan penumpang sipil.
Sebuah tragedi kecelakaan terkuak dari rekaman Kotak Hitam, yang mendokumentasikan percakapan antara Kapten Pilot penerbang dan Co-pilot. Insiden tragis itu seharusnya tidak akan pernah terjadi, jika sang Kapten Pilot mendengarkan dengan baik peringatan dan masukan sang Co-pilot.
Tragedi tersebut adalah jatuhnya pesawat komersial di Sungai Potomac AS di puncak musim salju pada tahun 1982. Tragedi terjadi setelah pesawat lepas landas dari bandara yang belakangan dikenal dengan Bandara Ronald Reagan di Washington, DC. Investigasi menunjukkan dialog yang penting bagi kita untuk diperhatikan. Co-pilot mengatakan kepada sang Kapten: “Mari kita periksa permukaan sayap pesawat untuk memastikan tidak ada salju yang mengganggunya".
Kapten dengan cepat menjawab, "Tidak, tidak perlu. saya pikir kita harus segera berangkat dan take off sebentar lagi". Kemudian setelah take off sang Co-pilot menunjuk kepada salah satu jarum indikator, seraya bergumam: "Tampaknya ada sesuatu yang salah.." Co-pilot itu diam sejenak dan kemudian berkata dengan suara terengah-engah: "Ya Tuhan, Serius ada masalah”. Sang Kapten menjawab dengan suara bergetar: “Ya, ada masalah". Sementara itu, terdengar mesin pesawat menderu dengan kencang ketika mencoba menaikkan ketinggian pesawat ke posisi yang lebih tinggi lagi tetapi tidak berhasil.
Kemudian sang Co-pilot berkata: "Lihatlah! Kita akan jatuh mengarah ke sungai". Sang Kapten menimpali dengan emosi dan kebingungan: "Saya tahu itu". Tiba-tiba terdengar suara kecelakaan pesawat terdengar dari sungai. Kapten Pilot dan Co-pilot meninggal bersama 76 penumpang menggunakan maskapai Florida Airlines dengan nomor penerbangan 90.
Kesalahan fatal ini dikenal dengan istilah "kaptenitis" atau kesalahan Kapten atau Ketua atau Pimpinan. Kesalahan yang sering terjadi sepanjang waktu, tidak hanya oleh Pimpinan itu sendiri, tetapi bahkan oleh para pembantunya yang menyerah pada apa yang dikatakan oleh "pembesarnya" dan tidak mencoba mengoreksinya, bahkan jika sang pembesar tersebut mendorongnya dengan tergesa-gesa menuju kehancuran sekalipun. Sikap mereka ini lebih mengutamakan keselamatan hubungan pribadi seseorang dengan pembesarnya, bahkan dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, organisasi atau negara beserta rakyatnya.
Kisah lain yang serupa adalah suatu penelitian terkenal yang dilakukan oleh Charles Huffling. Ia memerankan diri sebagai seorang direktur baru sebuah rumah sakit. Setelah mengenalkan diri, ia meminta kepada perawat rumah sakit itu untuk memberikan kepada pasien dua kali lipat dari batas maksimal dosis obat harian yang diizinkan.
Yang mengejutkan adalah bahwa 95 persen perawat mengaminkan dan akan melaksanakan permintaan tersebut dikarenakan permintaan ini datang dari Direktur Rumah Sakit, dengan asumsi ia adalah seorang yang ahli di bidangnya. Ini terjadi, walaupun mereka telah dilatih tentang dosis harian maksimum obat-obatan ini. Ini adalah contoh ilmiah lain dari bahaya menyerah atau tunduk terhadap Pejabat Senior arau Pimpinan, karena pimpinan tersebut pemilik otoritas.
Jika kita membuka kotak hitam atau data-data dari pesawat terbang, kapal, klinik, pabrik, organisasi dan ruang kerja insinyur, dan lainnya, kita akan menemukan hal yang tidak masuk akal. Yaitu kondisi ketidakberdayaan terhadap kebijakan seorang Pimpinan. Hanya karena ingin menghindari konfrontasi, meskipun harus mengorbankan orang lain. Hal ini membawa kita ke masalah yang sangat penting.
Bahwa koreksi yang perlu disampaikan untuk menghindari kesalahan fatal seorang Pimpinan itu tergantung pada kondisi kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh Pimpinan tersebut dan diberikan kepada orang-orang di sekitarnya. Semakin tinggi jabatan seorang Pimpinan, semakin penting untuk mendengarkan dengan serius, kerendahan hati, dan kejujuran kepada orang-orang di sekitarnya. Seorang pemimpin, dengan berbagai pengalamannya, pandangannya tetap terbatas pada satu sisi.
Seperti seorang yang melihat dari satu sisi piramida besar yang utuh dan sempurnna, sementara dua orang kawan lainnya melihat ada keretakan dari sisi yang berlawanan karena mereka berada dalam sisi tersebut. Begitu juga ketika seorang penumpang bergegas memberi tahu Kapten saat dia melihat kepulan asap, atau sekawanan burung menabrak mesin pesawat, tentu akan tehindar dari peristiwa tragis, karena mau menerima informasi yang datang dari sudut lain (orang-orang sekelilingnya). Berbeda bila informasi itu diabaikan.
Berapa banyak himbauan dan saran dari orang sekitar kita yang kita sepelekan atau kita acuhkan, karena kita merasa bahwa kita adalah seorang Pimpinan atau "Kapten", kita jarang melakukan kesalahan, atau bahwa kita lebih tahu urusan kita, dari orang yang lebih rendah jabatannya dari kita! Di sini kita jatuh ke dalam perangkap kesalahan seorang "kapten"!
21 Desember 2018