[PORTAL-ISLAM.ID] Prabowo membuat heboh lewat pernyataan soal selang cuci darah untuk pasien BPJS Kesehatan di RSCM dimana Prabowo mendapat laporan dipakai berkali-kali (re-use). Kubu Jokowi-Ma'ruf menyebut Prabowo menyebarkan kebohongan.
Berikut tanggapan Dokter Ahli Bedah (dr. Patrianef):
Re Use Tabung Dialisa
Data dari IRR 2017 menunjukkan fakta bahwa ada 23.000 lebih penderita yang menjalani HD (Hemodialisis/cuci darah) dengan menggunakan re use hemodializer sebanyak 16 x lebih. Esensi masalahnya adalah adanya re use yang berlebihan melebihi rekomendasi Pernefri yaitu sebanyak 5-6 kali. Data IRR tidak menunjukkan berapa lebihnya. Menurut Ketua KCPDI bisa 25 sampai 30 x dan tentu saja mungkin lebih.
Ada beberapa hal yang dapat kita tangkap dari masalah diatas.
1. Adanya re use dializer
2. Re use dializer melebihi 16 x
Mari kita lihat masalahnya.
Pembiayaan Hemodialisa untuk RS Pemerintah Regional 1 sebagai contoh:
Kelas A Rp 982.400
Kelas B Rp 879.100
Kelas C Rp 786.200
Kelas D Rp 702.600
Tampaknya timbulnya re use karena alasan pembiayaan. RS berusaha menghemat pembiayaan. Dari salah satu penelitian pada tahun 2015 ditemukan bahwa biaya riil 1 x tindakan hemodialisis adalah Rp 900.896. Dan komponen terbesar adalah Alat Kesehatan Habis Pakai sebanyak Rp 229.267 atau 25,4%.
Jika kita keluarkan pembiayaan habis pakai maka komponen pembiayaan lain adalah Rp 670.733. Jika kita hitung inflasi katakanlah 20% selama 3 tahun maka pembiayaan riil tahun 2018 sekitar Rp 1.080.000 per kali HD. Tentu saja hal ini memaksa RS semakin ketat dan semakin berhemat dan caranya tentu saja dengan menggunakan alat re use.
Jika kita anggap bahwa komponen inflasi tidak berpengaruh maka sebetulnya dengan memasukkan alat habis pakai single use maka RS yang kelas rendah akan keteteran dan kemungkinan besar akan rugi, sementara RS Tipe A masih menguntungkan, walaupun sangat sedikit.
Kalau kita mau menukik lebih jauh masalahnya adalah pembiayaan hemodialisis yang tidak memadai. Perkali tindakan tidak mencukupi dan diakali oleh RS dengan menggunakan re use hemodializer.
Kalau kita urut lebih kepangkal, ternyata masalahnya adalah pembiayaan hemodialisis yang sangat besar yaitu sebanyak Rp 4,6 Triliun untuk membiayai 73.737 penderita dan 4.200.678 kunjungan (tahun 2017).
Kepedulian dari Pemerintah terhadap hal ini sangat diperlukan. Penderita dialisis adalah anak anak bangsa dan memandang mereka sebagai beban bagi BPJS Kes adalah pandangan yang menurut hemat kami sangat diskriminatif. Harusnya pemerintah berkomitmen bahwa alat habis pakainya memang harus habis sekali pakai dan tidak di re use tentu saja dengan memastikan dan dengan membuat regulasi untuk penggunaan alat habis pakai betul betul hanya untuk sekali pakai.
Kalau kita lihat bahwa harga alat dializer yang dapat kita akses melalui internet berkisar antara 6 USD sampai 15 USD per piece. Jadi sekitar Rp 100.000 sampai Rp 250.000 perbuah.
Dari sisi RS kita melihat bahwa penghematan ini sangat berpengaruh besar bagi kelangsungan hidup unit HD. Tetapi dari sisi pasien kita melihat bahwa pemerintah belum sungguh sungguh menaruh perhatian pada penderita HD (cuci darah).
Kita tentu saja berharap bahwa Pemerintah kedepannya akan menaruh perhatian terhadap hal ini dan tidak memandang penderita dengan hanya angka angka dan jumlah.
Kita khawatir kedepannya dengan pembiayaan RAPBN sektor kesehatan yang nyaris tidak berubah maka masalah ini akan semakin berat dan semakin tidak teruraikan. Kita sungguh sungguh meminta komitmen pemerintah.
Siapapun yang menaruh perhatian terhadap hal ini dan siapapun yang menyuarakan hal ini tentu saja merupakan orang yang peduli terhadap anak anak bangsa ini. Tanpa memandang orientasi politik dan orientasi pilihan presidennya kita semua sangat berharap pemerintahan kedepannya akan menambah pembiayaan pada sektor ini.
Jakarta, 4 Januari 2019
(dr. Patrianef)
Sumber: fb dr Patrianef
NB: dr Patrianef adalah dokter ahli bedah di RSCM. Namun tulisannya atas nama pribadi, tidak terkait dengan RSCM.