[PORTAL-ISLAM.ID] Kepakaran Yusril Ihza Mahendra (YIM) di bidang hukum tata negara tak diragukan lagi. Ia bahkan disebut sebagai penjaga gawang konstitusi. Namun, belakangan ada yang aneh. Sepertinya YIM terlalu bersemangat ingin membebaskan Abu Bakar Ba’asyir (ABB). Hingga ia diduga terjebak pada tindakan Ilegal.
Jika benar YIM menjalankan misi ilegal pada upaya pembebasan ABB, maka reputasinya sebagai pakar hukum dipertanyakan. YIM tiba-tiba muncul di Lapas Gunung Sindur, Bogor. Media memberitakannya bahwa YIM diutus Jokowi. Entah Jokowi sebagai presiden atau sebagai capres.
Media juga melaporkan bahwa kunjungan YIM ini dalam kapasitas sebagai penasihat hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf. Inilah letak ilegalitas misi YIM. Dalam kapasitas apa ia menjalankan tugas berkaitan dengan kewenangan presiden?
Membebaskan ABB adalah kewenangan presiden, bukan capres. Lantas kenapa yang diutus YIM, seorang lawyer capres? Kenapa pula YIM menerima tugas itu?
Sebagai seorang pakar hukum tata negara biasanya YIM selalu mengambil sikap di atas pertimbangan hukum yang ketat. Kok bisa kini ia menjalankan sebuah misi yang lemah dasar hukumnya?
Dengan predikat YIM sebagai penasihat hukum capres, maka menjadi wajar publik berasumsi bahwa langkah YIM ini politis. Apalagi kalau bukan untuk meraih simpati pemilih muslim yang yakin bahwa ABB bukan teroris.
YIM dalam keterangannya di depan media bahkan tidak mempersoalkan sikap ABB yang tetap menolak setia pada Pancasila. “Tapi kemudian saya bilang, antara Islam dengan Pancasila tidak ada pertentangan, jadi saya pun mengatakan, taat kepada Islam pun taat kepada Pancasila,” kata Yusril. Dengan alasan itu pulalah ABB akan dibebaskan tanpa syarat.
Sikap lunak YIM ini berbeda dengan PDIP. Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengungkapkan, jika ABB menolak setia Pancasila, maka silakan ke negara lain. “Jadi PDIP sangat kokoh di dalam menjalankan perintah konstitusi itu. Seluruh warga negara Indonesia wajib untuk taat dan setia kepada Pancasila dan NKRI,” kata Hasto.
Langkah YIM pun diproses TKN. Jubir TKN, Razman Arif Nasution menyesalkan langkah YIM. “Yusril jalan sendiri, tidak berkoordinasi dengan tim Jokowi,” katanya dalam perbincangan dengan salah satu TV swasta.
Polemik langkah YIM di internal kubu Jokowi pun berpuncak pada konferensi pers yang digelar Menkopolkam Wiranto. Mantan Panglima ABRI itu menjelaskan bahwa pembebasan ABB akan dikaji ulang. “Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif,” jelas Wiranto.
Sinetron Simpati
Benarkah YIM bertindak sendiri? Kalau ya, maka langkah YIM jelas sebuah jalan ilegal, baik secara tata kelola negara, maupun ilegal di mata internal tim pemenangan Jokowi.
Bagaimana jika langkah YIM sebagai bagian dari skenario besar untuk meraih simpati dua arah: simpati umat Islam yang pro ABB, dan simpati dari kalangan anti Islam. Jadi, kemungkinan ada permainan peran antara YIM, TKN, PDIP, dan Menkopolhukam.
Dalam dua skenario tersebut, baik jalan sendiri maupun skenario sinetron, YIM menjadi sosok yang ‘dikorbankan’. Integritas kepakaran YIM yang bertindak tidak seperti penjaga konstitusi dipertanyakan.
Pun jika langkah YIM sebagai bagian dari skenario besar untuk meraih simpati pemilih dua kubu: kubu pro ABB dan kubu anti Islam. Nama besarnya tercoreng. Hanya segitukah nama besar YIM? Rela digadaikan demi sebuah sinetron murahan? Semoga saja tidak. Ia tetap menjadi penjaga konstitusi.
Penulis: Supriyatno Yudi