[PORTAL-ISLAM.ID] Saya masih bingung dengan fenomena Rocky Gerung. Dalam sejarah, cuma Soekarno yang bisa membuat massa berduyun-duyun datang untuk mendengar pidatonya.
Mereka yang tak sempat atau tak bisa hadir, akan mendengarkan pidatonya di radio. Mereka sengaja meninggalkan kesibukan hanya untuk dengar pidato politik Soekarno.
Hanya Soekarno -- bukan Hatta, Sjahrir, Tan Malaka atau yang lain.
Sejak deparpolisasi dan depolitisasi Orde Baru, mana ada massa mau dengar pidato politik? Kampanye partai perlu beri insentif musik dangdut agar orang mau datang.
Pidato dilakukan sebentar-sebentar, terburu-buru, di sela-sela lantunan lagu.
Tapi di Medan, dua malam lalu, dua sampai tiga ribuan massa tumplek dari mana-mana di Roda Tiga Kafe. Ada yang sengaja datang dari Aceh dan Surabaya. Berdesakan di dalam, saling mendorong di parkiran dan menyemut di sepanjang jalan. Semua mau dengar RG pidato politik!
Mereka bersorak sorai waktu RG tiba di tempat. Berebutan menyalami, hingga kami tak bisa bawa RG masuk ke ruangan tanpa perjuangan. Semua kompak teriak mengelukan namanya. "Rocky, Rocky, Rocky...!" Edan.
Zainuddin MZ dikenal sebagai ulama jutaan umat. Tapi ia perlu bantuan agama untuk bisa begitu.
Rocky? Ia mengajak orang merawat akal sehat. Dan ribuan orang berduyun duyun datang untuk mendengar pidatonya. Melihat dari dekat wajahnya. Kalau bisa berfoto atau menyentuh badannya.
Mereka: Ibu-Ibu berjilbab hingga mahasiswi kinyis kinyis. Buruh hingga pengusaha. Karyawan swasta hingga pegawai pemerintah. Tak jarang ada yang histeris hingga menangis. Atau lompat-lompat diliputi ekstase saat berjumpa langsung dengan Rocky.
Siapakah Rocky Gerung? Ia non muslim, hidup soliter, penganut libertarianisme yang yakin, dan pemikir filsafat yang terampil.
Tambahkan kejenakaan -- yang kerap bengal -- kepada semua itu. Dan Rocky jadi begitu ditunggu-tunggu banyak orang. Dari massa alumni 212, mahasiswa dan kampus, hingga barisan partai oposisi.
ILC tanpa kehadirannya tetap penting -- tapi tak asyik, kalau bukan membosankan. "No Rocky, No Party!"
Semua minta berfoto dengannya: di bandara, warung kaki lima, restoran mahal, di jalan ramai hingga di dalam toilet umum.
Ia semula kemana-mana naik kereta dan Trans Jakarta. Tapi tiap kali naik, ia dikerubuti penumpang yang minta berfoto. Hampir di setiap halte begitu. Kini ia terpaksa menggunakan kendaraan pribadi.
Saya terus terang jadi bertanya-tanya. Kawan saya ini mewakili fenomena apa? Apa yang sesungguhnya sedang berkecamuk di hati rakyat kita, hingga mencari-cari Rocky Gerung?
Penulis: Rachland Nashidik