[PORTAL-ISLAM.ID] Tak terasa sudah di penghujung tahun, tapi polemik di negeri ini belum menemukan titik terang. Menjelang akhir tahun harga kebutuhan pokok mulai meroket. Kenaikan harga pangan kembali berulang seakan menjadi sebuah trend. Hal ini mengusik pikiran rakyat khususnya ibu-ibu yang bersentuhan dengan masalah dapur. Mereka mulai cemas dan memerlukan solusi.
Para ibu yang berada di balik layar untuk mengurusi rumah tangga, kini mulai berani membuka suara. Jika diam tak memberikan solusi, maka mereka mengadu kepada penguasa untuk menyelesaikannya. Namun sungguh tanggapan pahit yang di dapatkan.
Dikutip dari https://m.detik.com/ Jakarta – “Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku jengkel ketika mendengar banyak ibu rumah tangga yang berteriak harga pangan saat ini mahal. Menurut Moeldoko, ibu-ibu rumah tangga tersebut seharusnya bisa lebih mandiri untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya dengan menanam sayur-sayuran di rumah.
“Kalau ada ibu-ibu teriak harga mahal, jengkel saya. Mbok ya ambil 2-3 pohon untuk ditanam di rumah,” kata dia dalam outlook Agribisnis 2019 di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (13/12/2018/).”
Nampaknya penguasa enggan menanggapi jeritan hati rakyat. Kehidupan semakin sulit bahkan tercekik, tapi penguasa justru tidak mau dikritik.
Rezim Anti Kritik
Sudah menjadi kewajiban penguasa untuk mengatur kebutuhan rakyat, tapi hal tersebut tidak terjadi dalam system Kapitalis. Rakyat mulai menjerit sedangkan para petinggi hanya tunduk pada arahan segelintir elit. Tanpa memerdulikan nasib rakyat kecil akibat kebijakannya. Para pejabat berpendidikan tinggi tapi solusi praktis yang mereka berikan sungguh tidak etis dan jauh dari logis.
Kebutuhan pokok seperti pangan adalah hal mendasar yang harus dipenuhi oleh negara. Sayangnya, solusi yang dilontarkan seakan rakyat disuruh untuk mengurus dirinya sendiri. Mereka dituntut kuat, tak merengek, kerja keras untuk memenuhi kebutuhan, dan arahan lainnya yang tiada henti. Penguasa mendorong rakyat harus mandiri, jangan sedikit-sedikit lapor atau mengadu pada mereka. Tindakan rezim ini begitu otoriter, semua harus menerima apapun kebijakannya. Rakyat dibutuhkan hanya untuk mendulang suara selanjutnya mereka akan setia pada pemilik modal mengabaikan nasib rakyat. Lantas kemana rakyat harus meminta bantuan dan mendapatkan solusi ?
Tugas Pemimpin dalam Islam
Islam sebagai rahmat lil alamin mampu memberikan solusi atas permasalahan manusia. Termasuk ranah politik yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Seorang pemimpin dalam islam berperan sebagai rais (pengurus) dan junnah (perisai). Sebagai rais, pemimpin mengelola semua urusan umat termasuk segala pemenuhan kebutuhan secara adil dan merata. Dia harus memastikan terpenuhinya kebutuhan individu seperti sandang, pangan dan tempat tinggal maupun kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tugas ini begitu berat, sebab pemimpin adalah orang pertama yang bertanggung jawab di hadapan ALLAH atas kepemimpinannya.
Rakyat bertugas untuk mengoreksi kebijakan pemimpin serta meluruskan apabila terjadi kesalahan. Pemimpin akan menerima kritikan dan nasehat dari rakyat tanpa mengeluh. Contoh pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab ketika seorang wanita memprotes kebijakannya.
Ketika beliau berkhutbah, “Jangan memberikan emas kawin lebih dari 40 uqiyah (1240 gram). Barangsiapa melebihkannya akan kuserahkan ke baitul Maal.
Dengan berani seorang wanita menegur, “Apakah yang dihalalkan Allah akan diharamkan oleh Umar ? Bukankah Allah berfirman, “…. sedang kamu telah memberikan kepada seseorang diantara mereka sejumlah harta, maka janganlah kamu mengambil dari mereka sedikitpun …. (QS. An-Nisaa : 20). Umar berkata, “Benar apa yang dikatakan wanita itu dan aku salah”.
Dapat dilihat bahwa figure seorang pemimpin dalam islam yaitu mengakui kesalahan, menerima kritikan dari umat tanpa mengeluh serta mampu memberikan solusi permasalahan dengan tuntas tanpa bersikap otoriter.
Jadi, rezim dzalim anti kritik tanpa peduli jeritan hati rakyat harus segera diakhiri. Jika dilanjutkan maka rakyat akan menghadapi kehidupan yang semakin mencekik akibat kebijakannya. Oleh karena itu, Perubahan harus diperjuangkan untuk kehidupan yang lebih baik dengan menjadikan teladan pemimpin dalam islam disertai penerapan aturannya secara menyeluruh.
Wallahua’lam Bisshowaab.
Penulis: Ekky Marita S.Pd