[PORTAL-ISLAM.ID] Pakar media sosial sekaligus pendiri PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, PhD, memaparkan hasil pengamatannya terkait Reuni 212.
Hasil pemetaan percakapan di media sosial, cyber army pendukung 212 tahun ini meningkat tajam dibanding tahun 2017 lalu. Meningkat sampai 7x lipat lebih. Pada tahun 2017, total retweet yang tertangkap hanya 32k, sedangkan tahun 2018 ada 232k retweet.
"Dibandingkan dengan tahun 2017, rencana Reuni 212 tahun 2018 ini didukung oleh pasukan cyber dan volume percakapan yang jauh lebih masif. Seolah mereka sedang ‘show of force’ kekuatan cyber yang dimiliki. Sedangkan kubu yang menolak jauh lebih kecil jumlah pendukung maupun volume percakapannya dibanding tahun sebelumnya," kata Ismail Fahmi yang memposting hasil penelitiannya di akun facebooknya, Senin (3/12/2018).
Salah satu sebab besarnya volume pendukung 212 adalah kontennya yang natural (bukan akun robot).
"Dalam media sosial, percakapan yang sifatnya jujur, natural, dan tidak direkayasa akan lebih mudah diterima dan diresponse oleh publik. Percakapan ini menjadi lebih mudah viral atau mendapat engagement tinggi," ujarnya.
Sebaliknya, kubu yang kontra 212 kontennya hasil pabrikasi (rekayasa).
"Sedangkan percakapan yang isinya telah direncanakan dan dipersiapkan dengan profesional, baik dalam bentuk infografik, meme, atau video yang sempurna, terasa kurang mengandung sentuhan humanisnya. Terasa garing, kurang menarik response, apalagi kalau disebarnya dengan cara dibombardir menggunakan akun-akun bot," papar Ismail Fahmi.
Dari hasil analisis, Ismail Fahmi menyimpulkan:
Pertama, telah terjadi perubahan peta kekuatan pro-kontra terhadap rencana Reuni 212. Dibandingkan dengan tahun 2017, rencana Reuni 212 tahun 2018 ini didukung oleh pasukan cyber dan volume percakapan yang jauh lebih masif. Seolah mereka sedang ‘show of force’ kekuatan cyber yang dimiliki. Sedangkan kubu yang menolak jauh lebih kecil jumlah pendukung maupun volume percakapannya dibanding tahun sebelumnya.
Kedua, terdapat motif politik di balik percakapan yang mendukung aksi Reuni 212, yaitu untuk membawa narasi #2019GantiPresiden. Demikian pula sebaliknya, terdapat motif politik di balik penolakan aksi melalui tagar #TolakReuni212, yaitu untuk membawa narasi #2019TetapJokowi.
Ketiga, kontra narasi dengan mengangkat tagar #MakarBerkedokTauhid, yang ingin menunjukkan bahwa HTI berada di balik niat penggalangan masa untuk Reuni 212, adalah sangat tidak sejalan dengan nuansa kebatinan dan semangat mereka yang akan hadir dalam Reuni ini. Seharusnya dianalisis bagaimana kecenderungan umum dari publik yang akan hadir dari percakapan yang paling banyak diretweet. Dari situ tampak dengan jelas bahwa massa menikmati perjalanan menuju Monas meski harus jalan kaki, naik sepeda, memborong tiket pesawat, booking hotel, dan berbagai aksi berbagi tempat tinggal dan makanan. Melabeli ini dengan makar dan bagian dari agenda HTI menjadi sangat tidak relevan. Akibatnya narasi ini terkesan dipaksakan dan mengada-ada.
Keempat, dalam media sosial, percakapan yang sifatnya jujur, natural, dan tidak direkayasa akan lebih mudah diterima dan diresponse oleh publik. Percakapan ini menjadi lebih mudah viral atau mendapat engagement tinggi. Sedangkan percakapan yang isinya telah direncanakan dan dipersiapkan dengan profesional, baik dalam bentuk infografik, meme, atau video yang sempurna, terasa kurang mengandung sentuhan humanisnya. Terasa garing, kurang menarik response, apalagi kalau disebarnya dengan cara dibombardir menggunakan akun-akun bot.
Kelima, jumlah influencer, buzzer, dan pendukung Reuni 212 di dunia cyber sangat besar, sehingga tidak perlu akun robot untuk membuat percakapan viral. Di kubu lain, semakin sedikitnya influencer yang turun dalam penolakan terhadap Reuni 212, membuat penggunaan robot untuk menyebar narasi #TolakReuni212 menjadi solusi yang tak terelakkan.
TOP INFLUENCERS
Siapa top influencer pada percakapan tentang Reuni 212 di Twitter dan Instagram?
Di Twitter, berikut top 5 influencernya:
@MCAOps
@putrabanten80
@maspiyuuu
@pedjoeang_islam
@212ReuniAkbar
Sedangkan di Instagram ada @felixsiauw, @indonesiabertauhidid, @60d.infopolitik, @hawaariyyun, dan @mozaik_islam. Semua didominasi oleh influencer dari kubu oposisi.
Dalam penelitian Reuni 212 di sosmed ini, Ismail Fahmi membagi menjadi 2 analisa: Pra Reuni dan Pasca Reuni.
Analisa Lengkap bisa Anda simak di fb Ismail Fahmi: https://www.facebook.com/ismailfahmibdg/posts/10157939950146729