[PORTAL-ISLAM.ID] Sandi melangkahi kuburan, dibully habis. Dibilang tak beradab! Tak ada sopan santun! Sementara Jokowi baca “alpateka” diragukan agamanya. Stop! Kampanye macam apa ini kalian?
Prabowo gak berani jadi imam shalat! Eh, kalian mau cari imam shalat atau cari pemimpin bangsa? Prabowo dan Ma’ruf Amin ucapin selamat natal, ribut! Mereka calon pemimpin negara bro!
Narasi pilpres kok jadi turun drastis. Ecek-ecek. Gak mutu. Jauh dari masalah bangsa. Ironis! Sudah gitu, ngaku paling pancasilais. Wualah…
Baru kali ini ada pilpres berurusan dengan masalah sontoloyo, muka Boyolali, sampai soal natal. Sudahlah… Yang begitu gak usah dibahas. Terlalu kerdil.
Negeri ini punya masalah yang jauh lebih besar. Apa itu? Ekonomi! Pengangguran makin banyak. Harga barang naik terus. Rupiah tak berdaya. Investasi Asing dan Aseng tak terkontrol, mengancam kedaulatan negara. Bukan soal “alpateka” dan melangkahi kuburan. Bukan sekedar masalah “sontoloyo” dan “natalan’.
Menatap bangsa kedepan berarti harus menyelesaikan masalah ekonomi. Bagaimana pengangguran teratasi, harga stabil, kedaulatan pangan terjamin, rupiah gak anjlok, harga BBM dan TDL gak naik. Tinggal sekarang, anda lebih percaya siapa? Prabowo-Sandi atau Jokowi-Ma’ruf yang bisa selesaikan masalah ini. Titik! Anda yakin Prabowo-Sandi? pilih! Anda percaya Jokowi-Ma’ruf? Pilih. Simple. Gitu aja kok repot. Gak perlu habis energi urusin “alpateka” dan “natalan”. Terlalu picik.
Bangsa ini butuh pemimpin dengan dua kriteria: kapasitas dan integritas. Dua syarat yang mutlak adanya. Tidak boleh tidak. Sebuah keharusan.
Soal kapasitas, pemimpin mesti memiliki kemampuan memahami masalah, tahu kebutuhan rakyat, lalu memiliki gagasan strategis untuk menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan itu. Soal kapasitas, segmennya kompleks. Gak hanya kerja. Tapi juga perlu gagasan dan konsep. Kerja juga tidak cukup hanya dengan membangun infrastruktur. Masalah bangsa ini bukan hanya infastruktur.
Jangan sampai seperti pengobatan ala dukun. Semua penyakit disembur pakai air putih. Jangan semua masalah bangsa diobati dengan infrastruktur. Apalagi jika mengandalkan hutang.
Visi bangsa ini mesti jelas. Didesign berbasis pada pemahaman terhadap kondisi, kebutuhan dan problem bangsa. Pengetahuan dan kesadaran holistik terhadap keadaan dan problem bangsa ini penting agar program dan kebijakan tidak saling bertabrakan.
Selain kapasitas, tak kalah pentingnya adalah integritas. Capres-cawapres mesti jelas integritasnya. Ngukurnya gimana? Pertama, dan ini paling penting, adalah kejujuran. Siapa diantara capres-cawapres yang anda anggap jujur, pilih! Kriteria jujur itu mulutnya bisa dipercaya. Bila bicara bener. Gak ngasal. Kalau janji, ditepati. Gak meleset. Intinya, ucapan dan janjinya bisa dipegang. Akan sangat berbahaya jika bangsa ini memilih pemimpin gak jujur. Ucapan dan tindakannya beda. Kalau bicara saja menipu, bagaimana bekerja? Mana diantara pasangan Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf yang bisa dipercaya soal ini. Pilih! Mudah bukan? Kalau bernurani dan pakai standar obyektif, pasti mudah menentukan pilihan.
Jangan lihat tampang dan penampilan ketika anda memilih pemimpin. Tampang “ndeso” atau “kota” gak ada hubungannya dengan kapasitas dan integritas. Tampang dan penampilan tidak boleh jadi ukuran dalam memilih pemimpin. Pasti tersesat! Bangsa ini akan jadi korban kalau memilih pemimpin berdasarkan “penampilan”. Yang dibutuhkan bangsa ini adalah pemimpin yang punya “hati”, dan di kepalanya ada “otak.” Maksudnya kecerdasan. Maka, jangan sekali-kali percaya dengan -dan terjebak oleh- pencitraan.
Kedua, keberpihakan kepada rakyat. Jokowi punya _track record_ memimpin bangsa ini. Empat tahun cukup jadi ukuran. Apakah selama empat tahun Jokowi berpihak kepada rakyat? Kalau jawabnya iya, pilih. Kalau tidak, ganti. Beri kesempatan anak bangsa yang lain untuk memimpin.
Ketiga, integritas bisa dilihat dari aspek bebas korupsi. Tentu bukan pada Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi. Di Indonesia, mana ada yang berani kasuskan presiden? Tak akan ada! Ingat kasus BLBI dan Century? Tapi, lihatlah anak buah mereka. Jokowi memimpin negara ini. Tentu punya struktur dan jajaran birokrasi. Mulai menteri hingga bupati. Ada gak yang korupsi? Berapa banyak? Bandingkan dengan anak buah Prabowo di Gerindra, misalnya. Lihat dengan cermat. Lalu, bersikaplah obyektif.
Tapi, Prabowo punya masalah HAM. Dari mana anda tahu? Dari medsos?Nemu memenya? Lihat kasus HAM kok dari meme? Kalau memang Prabowo punya masalah HAM, selesaikan. Sejak pemerintahan Habibi hingga Jokowi, kenapa tidak pernah diungkap? Jokowi sekarang penguasa. Tuntaskan! Bawa ke pengadilan HAM. Rakyat tak ingin pemimpin punya kasus HAM. Jangan malah jadi konsumsi politik. Buat gorengan pilpres. Itu picik! Semua mesti berdasarkan fakta. Bukan opini, apalagi fitnah. Fakta itu dibuktikan di pengadilan. Bukan di medsos.
Ada yang bilang Jokowi keturunan PKI. Siapa bilang? Stop! Jangan asal bicara! Kampanye gak mutu! Jangan tebar fitnah! Kan sudah ada bukunya? Jangan mudah percaya buku! Uji dulu. Cek kelayakan akademiknya. Bedah metodologi penulisan sejarahnya. Jadi akan terlihat, bener gak isi buku itu. Tapi, buku itu dilarang beredar? Nah, ini masalahnya. Mestinya diuji dulu. Jika gak bener, dan ada motif fitnah, larang beredar. Lalu, proses hukum. Biarlah pengadilan yang memutuskan. Karena hanya pengadilan yang bisa membuat kepusan salah dan benar.
Selain kapasitas dan integritas, calon pemimpin mesti juga harus dilihat _inner circle_ nya. Siapa pihak-pihak yang berpengaruh di lingkaran kedua capres-cawapres. Sejauh mana seorang calon pemimpin punya independensi dan ketegasan. Jangan sampai pemimpin itu hanya sekedar sebagai pekerja. Apalagi boneka. Bangsa ini tak boleh punya pemimpin boneka.
Calon pemimpin mesti juga perlu dilihat partai pengusungnya. Cara melihatnya? Mana yang lebih banyak koruptornya. Pengusung utama Jokowi-Ma’ruf adalah PDIP. Sementara pengusung Prabowo-Sandi adalah Gerindra. Googling, cari jejak digitalnya, mana partai yang korupsinya lebih banyak. PDIP atau Gerindra? Nah, data itu bisa jadi acuan anda memilih.
Ini baru rakyat yang bener. Betul-betul nyari calon presiden untuk masa depan Bangsa. Bukan cari imam shalat. Jangan milih presiden berdasarkan fanatisme, pencitraan, apalagi karena faktor pilihan ormasnya. Ini yang menjadi sebab pilpres jadi gak mutu.
Jakarta, 27/12/2018
Penulis: Tony Rosyid.