[PORTAL-ISLAM.ID] Kaget saya. Anies dilaporkan ke ombudsman. Juga ke Bawaslu. Dituduh kampanye, gara-gara berpose dua jari di acara Partai Gerindra. Tidak netral. Padahal berapa banyak bupati dan gubernur yang terang²an mendukung Jokowi-Amien. Tak cuma hadir di deklarasi. Ada yang baru dilantik, masih pakai baju kebesaran gubernur, sudah langsung bilang “dukung”. Anies baru pose dua jari di acara Partai Gerindra, langsung ditimpuki.
Kaget saya. Tiba-tiba banyak yang jadi aktivis anti perundungan. Mencaci maki Habib Bahar. Sok paling tahu tentang bullying. Padahal laporan Habib Bahar ke polisi soal dua remaja yg mencatut namanya, tidak pernah diproses. Tidak ada tindakan pula dari pihak berwajib. Sekarang mengecam. Ada yg menantang berantem terang-terangan. Tidak tahu bagaimana sakitnya nama dicatut, untuk hal-hal negatif.
Kaget saya. Tiba-tiba banyak yang concern soal pemimpin yg bisa jadi imam sholat. Sambil tak lupa olok-olok, dengan keterusterangan Prabowo. Bilang pemimpin negara muslim terbesar harus bisa jadi imam sholat. Padahal saya tahu persis ini yang ngotot. Dulu bela Ahok sampai terkentut-kentut. Bilang kita bukan cari pemimpin agama. Padahal Jakarta dengan 10 juta penduduknya mayoritas Islam. Kok ngotot bela pemimpin kafir, boro-bori bisa jadi imam sholat.
Kaget saya. Kepala desa divonis 3 bulan penjara gara-gara dukung Sandiaga Uno. Padahal tak terhitung kepala desa yg dukung Jokowi- Amin. Termasuk di desa saya. Semua aman-aman saja. Polisi menutup mata. Keadilan seperti manis diucap, pahit dipraktekan. Takut dengan penguasa. Pokoknya, apa-apa yang berbau oposisi, dicari celah pasal yang bisa digunakan untuk menjeratnya.
Kaget saya. Orang menolak kampanye Sandiaga di pasar Medan dibilang sandiwara. Padahal yg nolak sudah ngaku. Semua murni atas kesadaran sendiri menolak Sandi. Begitu ada yg bilang Jokowi Mole (Jokowi pulang) di kampanye Jokowi di Bangkalan, Ali Ngabalin nuduh itu penyusup. Seolah-olah rakyat sudah bodoh dan tidak punya hak untuk menyampaikan aspirasinya. Jadi kudu dibayar biar bisa dukung ini dan itu.
Bingung saya. Tiba-tiba ada lembaga survey yang tiap bulan merilis hasilnya. Bilang positif paslon satu, dan negatif paslon lain. Padahal setiap kali survey bisa memakan dana Rp 400 juta. Ini tiap bulan. Entah dana dari mana. Entah ada maksud apa. Padahal lembaga survey itu sudah melakukan kesalahan besar di pilgub Jawa Tengah. Berkali-kali merilis hasil Survei Sudirman Said dapat dibawah 20 persen. Ternyata Sudirman dapat 40 persen.
Bingung saya.Tiba-tiba ada ormas Islam yg diam seribu basa atas kasus muslim Uighur. Tapi galak pada duta besar Arab Saudi, gara-gara bilang organisasi tersebut menyimpang. Entah karena China jadi poros penting, atau lantaran isu itu tidak menguntungkan dirinya, jika ia bersuara. Semua berjalan seperti sandiwara. Adegan-adegan yang bisa menyenangkan penonton saja yang harus dipertunjukan.
Bingung saya. Katanya mau menggebuk mereka yg menuduhnya PKI. Tapi ada tokoh yg berbalik mendukung pemerintah, dan terang-terangan mengaku dialah yg dulu menciptakan isu PKI, malah digadang-gadangkan. Videonya tentang kampanye negatif capres 02 diviralkan. Malah bersumpah mau potong leher kalau paslon 02 menang di Madura. Padahal polisi tinggal gebuk saja, wong dia sudah ngaku yang bikin isu PKI.
Bingung saya. Kok ada ya yang tanya apa prestasi Prabowo di pemerintahan. Padahal dia belum pernah jadi presiden. Sama saja saya nyalon kepala desa dan belum pernah jadi kepala desa ditanya apa prestasinya. Mbok tanya saya berapa kejuaraan menulis yg sudah pernah saya sabet, misalnya. Tanyalah prestasi Prabowo dibidang militer. Baru waras. Nyambung. Jangan tidak pernah memegang dana APBN lantas dibilang belum pernah membangun.
Bingung saya. Gara-gara pilpres semua jadi kehilangan akal sehat. Dari pejabatnya, pers yg memberitakan, rakyat kecil di desa, apalagi timsesnya. Semua jadi jungkir balik. Dari logika berfikir, alur pemahaman sebuah masalah, sampai model-model kampanye. Mungkin sudah saatnya saya memilih jadi batu besar ditengah deras air. Ogah terbawa arus. Kukuh mewujud. Ketika semua melacurkan logika, dan anda tidak akan dapat apa-apa, sejatinya anda telah memilih jadi buih. Gara-gara pilpres, semua jadi gila…
SALAM…
Penulis: Ariful Hakim