[PORTAL-ISLAM.ID] Sebegitu kesalkah rakyat Cianjur (Jawa Barat) terhadap bupati mereka sehingga mereka merayakan OTT KPK terhadap sang bupati, Irvan Rivano Muchtar?
Pasti! Tak mungkinlah warga tumpah-ruah ke pendopo kabupaten dalam jumlah ribuan, menggelar makan bersama sambil bersorak-gembira seakan merayakan kemenangan, kalau perasaan ‘mau muntah’ mereka tidak mencapai stadium empat. Tak mungkin warga Sunda yang selalu halus dan sopan akan ‘menggitukan’ bupati mereka kalau Pak Irvan Muchtar tidak berbuat keterlaluan.
Peristiwa eforia Cianjur ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah KPK menangkap pejabat tinggi. Bahwa ada segmen masyarakat yang senang mendengar bupati atau gubernur mereka diborgol KPK, hampir pasti terjadi di mana-mana. Tetapi, menampakkan kegembiraan dalam bentuk syukuran makan bersama dalam jumlah ribuan orang, masyarakat Cianjur mencatatkan rekor baru.
Tidak hanya makan bersama, para supir angkot Cianjur menunjukkan ‘solidaritas senangnya’ dengan cara menggratiskan penumpang yang naik. Tentu tidak keliru menyebut rasa kesal rakyat telah mencapai puncak.
Dilihat dari sisi kesantunan dan kemuliaan akhlak, memang tidak wajar seseorang atau sekian ribu orang bersenang-senang atas ‘penderitaan’ Pak Bupati yang ditangkap oleh KPK. Tetapi, selalu ada celah untuk mengatakan bahwa apa yang ditunjukkan rakyat Cianjur itu adalah reaksi yang wajar-wajar saja. Disebut wajar karena rakyat, barangkali, sudah sampai pada kesimpulan bahwa Irvan Rivano sudah terlalu jauh melampaui batas.
Kalau tidak salah, Irvan Rivano masuk dalam barisan kepala daerah (bupati dan gubernur) yang secara terang, tanpa malu-malu, menyatakan dukungan kepada Jokowi-Ma’ruf (Ko-Ruf). Irvan sangat bersemangat mendukung. Sampai-sampai ayah beliau, Tjetjep Muchtar Soleh (mantan bupati Cianjur juga), menggelar acara untuk menggiring para ketua RT-RW agar mendukung Ko-Ruf. Tjetjep Muchtar adalah ketua NasDem Cianjur dan Irvan Rinvao sendiri juga kader partai Brewok.
Irvan Rivano ditangkap KPK dengan dugaan korupsi dana pendidikan. Penangkapan berlangsung pada 12 Desember 2018, malam. Beritanya tersiar luas pada 13 Desember. Disusul acara syukuran rakyat pada 14 Desember.
Perayaan OTT Irvan Rivano ini merupakan peringatan kepada seluruh pemegang kekuasaan di negeri ini. Mulai dari yang terbawah (lurah dan kepala desa) sampai yang tertinggi (presiden, ketua DPR, dll). Sebagai peringatan keras kepada mereka bahwa rakyat sudah sangat muak melihat para penguasa dzolim yang saban hari menipu. Para penguasa di semua level.
Rakyat Cianjur kelihatannya memendam kepedihan melihat kelakuan Irvan Rivano.
Reaksi rakyat Cianjur adalah ‘basyiran wa nadziran’. Kata ‘basyiran’ berarti ‘kabar gembira’. Sedangkan ‘nadziran’ memiliki arti ‘peringatan’.
Disebut ‘basyiran’ karena rakyat di kabupaten ini merasa mereka pantas bergembira karena kesewenangan telah distop. Dikatakan ‘nadziran’ karena perayaan di Cianjur ini selayaknya dijadikan renungan oleh para pemegang kekuasaan. Renuangan bahwa mereka semua pada akhirnya akan dipermalukan di depan rakyat jika mereka melakukan kesewenangan. Kesewenangan apa saja. Termasuk intimidasi dan cara-cara kotor dalam mengikuti kontestasi politik.
Rakyat Cianjur tidak sendirian. Bukan mereka saja yang telah dilanda ‘muak stadium 4’. Mayoritas rakyat Indonesia merasakan hal yang sama. Rakyat menghendaki agar keseluruhan perilaku kesewenangan, dari ujung timur sampai ke ujung barat, segera dihentikan.
Saya melihat ‘eforia Cianjur’ kemarin itu boleh jadi mempresentasikan bentuk miniatur dari ‘eforia pilpres 2019’ nanti. Wallahu a’lam!
Penulis: Asyari Usman