212, Islam Politik & Arah Baru Indonesia di Masa Depan
Paska reuni 212, terlihat bahwa kalangan Islamis Indonesia ini sudah mulai melek dalam berpolitik, dan ini tentu saja akan membawa kepada apa yang dinamakan sebagai “Islam Politik” yang mungkin akan menjadi lakon utama di masa depan perpolitikan bangsa Indonesia. Kaum Islamis moderat ini tidak lagi melihat simbol sebagai panutan atau ukuran, seperti kubu Jokowi yang menjadikan KH Ma’ruf Amin simbol kalangan Islam tapi bahkan tidak dilirik oleh mereka kaum Islamis ini.
Tapi mereka melihat lebih kepada substansi dan nilai. Walaupun misalkan simbol itu berlabel Nasionalis, tapi asalkan mengayomi kalangan Islamis ini dan kepentingan mereka difasilitasi, mereka dengan senang hati mendukung. Prabowo jauh dari kata Islamis. Dia seorang mantan Jendral yang bisa kita lihat secara bebas di sumber-sumber terbuka kisah kehidupannya, berbeda dengan KH Ma’ruf Amin tentunya. Tapi kalangan Islamis di 212 ini memberikan dukungan mereka kepada Prabowo, bahkan mungkin kepada Gerindra karena Prabowo atau bahkan Sandi tidak bisa lepas dari Gerindra, sebuah Coattail Effect. Ini menunjukan bahwa nilai-nilai Islam ini menjadi isu sangat penting dikemudian hari bahkan bagi partai-partai Nasionalis sekalipun, dan ini menunjukan bagaimana Islam Politik ini bisa menjadi gelombang besar bahkan menjadi arus utama di masa depan.
Seperti kata Anis Matta dalam bukunya Gelombang Ketiga Indonesia, saat ini sudah tidak ada lagi benturan antara Negara dan Agama atau antara Nasionalis dan Religius. Mereka bisa seiring sejalan. Lalu beliau melanjutkan dalam sebuat pernyataan: Tantangan kita saat ini adalah bagaimana membawa Islam dan Nasionalisme dalam sistem Demokrasi lalu menciptakan Kesejahteraan? Ini adalah era INDEKS: Islam, Nasionalisme, Demokrasi dan Kesejahteraan. Ini adalah Arah Baru Indonesia kita di masa depan.
Wallahu a’lam.
(Dzaif Taufik)
Tantangan kita saat ini adlh bagaimana membawa Islam dan Nasionalisme dalam sistem Demokrasi dan menciptakan Kesejahteraan?? Ini adalah era INDEKS: Islam, Nasionalisme, Demokrasi dan Kesejahteraan..— Anis Matta (@anismatta) 4 Desember 2018