[PORTAL-ISLAM.ID] Baiq Nuril Maknun harus menerima kenyataan pahit bahwa dia dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan jeratan UU ITE. Padahal, ia sebelumnya sudah dinyatakan tak bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Mataram.
Nuril adalah guru honorer di SMAN 7 Mataram yang merekam percakapan telepon antara dirinya dengan M yang merupakan Kepala Sekolah di sana. Percakapan itu direkam oleh Nuril lantaran M melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata M tanpa sepengetahuan M.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 2012 silam. Namun, kasus mulai muncul pada Desember 2014, ketika seorang rekan Nuril bernama Imam Mudawim meminjam telepon genggam Nuril. Ia menemukan rekaman tersebut, dan kemudian menyalin rekaman itu.
Setelah disalin oleh rekannya, rekaman yang bernada asusila itu kemudian dengan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Hal itu pun membuat M merasa malu karena namanya telah dicemarkan hingga akhirnya melapor ke kepolisian.
Atas laporan itu, Nuril kemudian menjadi tersangka dan dijerat Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE. Ia dinilai telah mentransmisikan atau menyebarluaskan rekaman perkataan orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Akibatnya, Nuril terhitung sejak 24 Maret 2017 menjadi tahanan di Mapolda NTB dan atas jeratan hukuman ini. Namun, hakim PN Mataram lantas membebaskan Nuril dari semua dakwaan.
Dalam putusannya, hakim menyatakan, hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan M yang diduga mengandung unsur asusila dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Dari hasil pemeriksaannya, tidak ditemukan data-data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila," kata Albertus Husada dalam sidang putusan Baiq Nuril Maknun yang digelar secara terbuka di Pengadilan Negeri Mataram, Rabu (26/7), seperti dilansir Antara.
Melainkan, kata hakim, yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril Maknun saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Hal itu disampaikan majelis hakim berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan Tim Digital Forensik Subdit IT Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri terhadap barang bukti digital yang disita tim penyidik kepolisian.
Karena itu, barang bukti digital yang salah satunya adalah hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan M, dinilai tidak dapat dijadikan dasar bagi penuntut umum dalam menyusun surat dakwaannya.
Atas vonis tersebut, penuntut umum langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada putusan yang dibacakan pada 26 September 2018, hakim MA mengabulkan kasasi tersebut.
Berbeda dengan putusan PN Mataram, Mahkamah Agung menilai bahwa Nuril terbukti bersalah. Mahkamah Agung pun membatalkan vonis bebas Nuril yang dijatuhkan PN Mataram.
"Menyatakan Terdakwa Baiq Nuril Maknun tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan"," bunyi petikan putusan hakim MA sebagaimana dikutip dari laman Pengadilan Negeri Mataram, Selasa (13/11/2018).
Lantaran dinilai bersalah, Nuril pun dijatuhi hukuman oleh MA, yakni 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," ujar hakim dalam putusan tersebut.
Baiq Nuril Maknun harus menerima kenyataan pahit bahwa dia dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung terkait UU ITE. Padahal, ia sebelumnya sudah dinyatakan tak bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Mataram. #TopNews https://t.co/Oh7qGFoMgv pic.twitter.com/HMlE8un4pd— kumparan (@kumparan) 13 November 2018
Sumber: Kumparan