[PORTAL-ISLAM.ID] Salah satu sektor yang menjadi perhatian paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam kampanye untuk Pilpres 2019 mendatang
adalah sektor pangan. Menurut pasangan tersebut, ada banyak hal yang tak bisa diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi saat ini.
“Sektor pangan adalah salah satu titik lemah (pemerintahan Jokowi) yang insya Allah akan diperbaiki Prabowo Sandi,” ujar Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo seperti dilansir Tempo, Sabtu 17 November 2018.
Maka dari itu, tim pasangan calon nomor urut dua itu membuat sejumlah langkah demi membehani sektor pangan dan pertanian. Berikut ini adalah lima program yang ditawarkan pasangan nomor urut 2 tersebut:
1. Realokasi dana infrastruktur
Drajad mengatakan pasangan Prabowo-Sandiaga akan menyisir proyek-proyek infrastruktur yang telah direncanakan dan menunda proyek yang dinilai belum mendesak. Dana yang awalnya dialokasikan untuk proyek-proyek itu bakal dialihkan untuk meningkatkan infrastruktur di pedesaan dan pertanian secara besar-besaran.
Tujuannya, menopang peningkatan produksi pertanian dan pangan, termasuk irigasi, jalan, dan fasilitas pengolahan serta penyimpanan.
2. Pembenahan Bulog
Bulog juga akan dibenahi kembali, baik dari sisi pendanaan maupun aset. Pembenahan ini diyakini akan berpengaruh terhadap Nilai Tukar Petani (NTP), karena NTP berkaitan dengan harga dasar dan harga maksimal untuk komoditas tertentu yang dijaga oleh Bulog.
“Selain itu, juga harus dirombak tata kelolanya agar tidak menjadi sarang korupsi, termasuk dengan adanya pengawasan dari masyarakat,” lanjutnya.
3. Mekanisasi sektor pertanian
Anggota tim kajian analisis Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Sapto Waluyo memandang salah satu cara memperkuat ketahanan pangan adalah dengan meningkatkan produktivitas. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan mekanisasi di sektor pertanian.
Metode ini, tuturnya, sudah diterapkan di Jawa Barat pada masa Ahmad Heryawan menjabat sebagai gubernur. Mekanisasi pun akan diikuti pendampingan terhadap para petani.
Naiknya produktivitas dipercaya bakal menahan kebutuhan impor karena kebutuhan nasional bisa dipenuhi sendiri. Sehingga, alih-alih impor, Indonesia justru bisa menjadi pengekspor.
4. Penerapan teknologi pada sistem pergudangan
Sapto mengemukakan pemasangan teknologi baru di sistem pergudangan dapat membenahi persoalan pertanian yang ada saat ini. Contohnya, hasil panen tidak mudah busuk meskipun tidak segera dikirim.
“Di Nusa Tenggara Barat, kami lihat masalahnya adalah mereka tidak punya pergudangan yang memadai untuk menyimpan hasil panen,” ungkapnya.
5. Menggalakkan diversifikasi pangan
Impor pangan dinilai masih cukup tinggi bukan hanya karena produksi di dalam negeri masih kurang, tapi ada juga komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri. Untuk itu, Sapto menjelaskan bahwa solusinya adalah dengan menggalakkan diversifikasi pangan sesuai daerah masing-masing.
“Buktinya kata Pak Budi Waseso (Kepala Bulog), stok beras kan cukup, tapi semua minta begitu (impor). Padahal, belum tentu semua memakan beras,” ucapnya.
Bahan pangan lain seperti gandum, yang menjadi bahan baku terigu, juga dinilai bisa diganti. Menurut Sapto, sempat ada riset yang membuktikan gandum dapat disubstitusi dengan sorgum walaupun kualitasnya tidak sehalus terigu gandum.
“Enggak apa-apa, masyarakat harus dibiasakan hidup keras, jangan dimanjakan sementara negara menombok,” sambungnya.
Tetapi, Sapto menegaskan jika ada orang yang mengambil rente, maka harus dilawan.