[PORTAL-ISLAM.ID] Acara mewah pertemuan keuangan berskala raksasa, digelar di Bali. Mulai hari ini, 8 Oktober sampai 14. Lembaga keuangan yang didewa-dewakan dalam pertemuan adalah International Monetary Fund (IMF). Atau, Dana Moneter Internasional. Hadir juga World Bank (Bank Dunia).
Hura-hura itu disebut “fun”, skala raksasa disebut “monstery”, dan skopnya internasional. Tak salah kalau perhelatan ini diberi nama “Internasional Monstery Fun” — yang juga disingkat IMF.
Pertemuan ini dihadiri oleh 32,000 peserta dari 189 negara. Para pejabat tinggi membanggakan minat peserta. Mereka membandingkan jumlah peserta yang jauh lebih kecil di tempat-tempat lain. Bagi mereka, pertemuan ini disebut “luar biasa”.
Tapi, di tengah suasana duka nestapa dan kesulitan hidup warga korban bencana alam di Palu, Donggala dan Lombok, perhelatan ini terasa “kejam”. Terasa seperti membuang-buang duit.
Biaya pertemuan sebesar 855 miliar (versi lain 1.1 triliun) rupiah ditanggung oleh Jakarta. Berbagai pihak mengatakan seharusnya duit ini bisa dibawa ke daerah bencana. Untuk mencukupkan pasok makanan. Supaya warga tidak perlu melakukan penjarahan.
Para penguasa tak menggubris imbauan agar pertemuan itu dibatalkan. Acara ini dirasakan tak sensitif terhadap penderitaan para korban bencana. Banyak yang sedang berduka.
Di Bali, tentu bisa dibayangkan suasana pertemuan itu. Pastilah penuh kemewahan. World class luxury. Kemewahan klas dunia. Di pulau wisata yang sangat didambakan para hedonista. Serba menyenangkan. Semuanya enak. Makan, minum, hotel, kendaraan, dll.
Para pejabat mengatakan pertemuan dengan jumlah peserta yang sangat besar itu akan menguntungkan perekonomian Bali. Mungkin ada benarnya. Tapi, hari ini kita tidak sedang memikirkan keuntungan material. Kita sedang memikirkan mereka yang kehilangan segalanya, keluarga dan harta benda.
Semua itu membuat acara ini betul-betul menjadi “International Monstery Fun” (Hura-hura Besar Internasional) mengingat kejadian yang memilukan rakyat di Sulawesi Tengah dan NTB. IMF bersuasana mewah ini terasa menusuk nalar sehat kita.
Penulis: Asyari Usman