[PORTAL-ISLAM.ID] Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Jokowi ternyata memiliki utang kepada rakyat Riau yang jumlahnya tak main-main.
Utang tersebut berjumlah Rp 2,6 triliun hingga kini belum juga terbayarkan. Padahal, itu terjadi pada 2017 silam dan tiga bulan jelang 2018 berakhir belum juga dibayarkan Pemerintah Pusat.
Utang Rp 2,6 triliun tersebut perinciannya, Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) Triwulan IV 2017 sejumlah Rp 1,9 triliun serta Pajak Air Permukaan Rp 700 miliar.
Juru Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno, Miftah N Sabri mengatakan, ini pertanda Pemerintah Pusat memang tak punya uang.
“Kalau punya uang, tentu utang ke rakyat Riau jumlahnya tak seberapa bagi Pusat, Rp 2,6 triliun bisa dibayarkan, tak perlu berulang tahun di 2018 ini,” kata Caleg Gerindra dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau I tersebut, Sabtu 6 Oktober 2018.
Ia menjelaskan, sangat ironi, Riau sebagai penghasil devisa terbesar selama ini ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus menerima perlakuan zalim dari pemerintahan saat ini dengan Jokowi sebagai Presidennya.
Kondisi dialami Pemprov Riau, tutur Miftah, juga dialami kabupaten dan kota penghasil migas di Bumi Lancang Kuning.
“Intinya, DBH itu adalah hak rakyat Riau, Pemerintah Pusat tidak bisa membuat argumen mengada-ngada untuk tidak memberikan hak tersebut,” kata Miftah.
Akibatnya, tutur Caleg DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Riau I tersebut, pembangunan infrastruktur seperti membangun dan memperbaiki jalan rusak, bangun gedung-gedung sekolah dan lainnya, menjadi terbengkalai.
Miftah menjelaskan, ia besar di Kota Dumai, dan secara intens sejak beberapa tahun terakhir keluar-masuk kampung di pedalaman Riau menerima keluhan rakyat, termasuk kepala daerah di Bumi Lancang Kuning.
“Kami tidak bisa membangun karena duit jadi hak kami tidak dicairkan Preisden Jokowi (Pemerintah pusat). Jangan masyarakat Melayu ini karena baik, tapi diperlakukan semena-mena,” kata Miftah menirukan keluhan kerap disampaikan kepala daerah kepada dirinya.
Ia meminta Presiden Jokowi harus lebih sensitif terhadap apa-apa menjadi hak daerah. Miftah juga meminta pemerintah pusat tidak hanya pandai menyedot kekayaan daerah untuk dibawa ke Jakarta dan Jawa.
Utang pemerintah pusat Rp 1,9 triliun tersebut merupakan hak Pemprov Riau dari DBH Migas yang belum dibayarkan (tunda bayar) pada triwulan IV tahun 2017.
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Ahmah Hijazi, dalam berbagai kesempatan kerap mengatakan, ndisi serupa juga diprediksi akan terjadi di tahun 2018 ini.
Selama ini, formula pembayaran DBH Migas untuk daerah penghasil, pada Triwulan I dan II dibayarkan 20 persen, kemudian 30 persen di Triwulan III dan IV.
“Nah sekarang hanya tiga triwulan, 20, 20 dan 30 persen, berarti 30 persen lagi tidak di transfer. Karena 30 persen itu tidak ditransfer, maka itu menjadi beban di 2018, makanya ditutup dengan Silpa, seharusnya Silpa itu bisa dinikmati di 2018, “ujar Ahmad Hijazi.
Sebenarnya, utang pemerintah pusat ke rakyat Riau tak hanya Rp 1,9 triliun saja dari DBH Migas semata, melainkan juga dari Pajak Air Permukaan Rp 700 miliar hingga kini belum dibayarkan rezim pemerintahan Jokowi. Utang Rp 2,6 triliun tersebut perinciannya, Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) Triwulan IV 2017 sejumlah Rp 1,9 triliun serta Pajak Air Permukaan Rp 700 miliar.
Sumber: Swamedium