(Terdakwa Hasmun Hamzah memastikan ada dugaan penyerahan uang Rp5 miliar ke DPP PDIP untuk kepentingan dukungan Asrun saat maju sebagai calon Gubernur Sultra dalam Pilkada Serentak 2018. Foto/SINDOphoto)
[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Dalam persidangan Tipikor, Rabu (5/9/2018), Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah menyebut dirinya pernah mengantarkan uang senilai Rp 5 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat (AS) ke kantor DPP PDIP.
Uang itu kata Hasmun untuk kepentingan terdakwa Asrun maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam Pilkada Serentak 2018. Dalam perkara ini, Asrun dan Adriatma didakwa menerima Rp 6,7 miliar dari Hasmun melalui Fatmawati. Hasmun sendiri telah divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menyuap Asrun dan Adriatma.
Fakta tersebut diungkap terdakwa pemberi suap Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah (divonis 2 tahun) saat bersaksi dalam persidangan tiga terdakwa penerima suap Rp6,8 miliar terkait tiga proyek di Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Tiga terdakwa tersebut yakni (1) Wali Kota Kendari periode 2012-2017 sekaligus calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam Pilkada Serentak 2018 Asrun, (2) anak Asrun sekaligus Wali Kota Kendari periode 2017-2022 nonaktif Adriatma Dwi Putra, (3) dan orang kepercayaan Asrun yang juga mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari Fatmawaty Faqih.
Hasmun Hamzah menuturkan, sudah mengenal lama dengan Asrun dan Fatmawaty Faqih saat dua orang tersebut menjabat. Hasmun juga mengenal Adriatma. Hasmun memastikan, Fatmawaty memang orang kepercayaan Asrun baik saat Asrun dan Fatmawaty masih menjabat maupun ketika keduanya pensiun.
Fatmawaty juga menjadi penghubung permintaan dan penerimaan uang suap untuk Asrun sejak lama hingga 2018. Bahkan Hasmun memastikan, Fatmawaty masuk dalam tim kampanye pemenangan pasangan Asrun sebagai calon Gubernur Sultra-calon Wakil Gubernur Hugua dalam Pilkada Serentak 2018.
Hasmun mengakui, pasangan Asrun-Hugua di antaranya diusung PAN dan PDIP. Di saat masih proses pencalonan, tutur Hasmun, dia diajak oleh Fatmawaty ke Kantor DPP PDIP yang berada di Jakarta.
Ketika datang, Hasmun membawa uang tunai dalam bentuk dollar Amerika Serikat setara Rp5 miliar. Setiba di Kantor DPP PDIP, Fatmawaty hanya menunggu di parkiran dan Hasmun sudah ditunggu seorang yang berasal dari Kendari. Orang tersebut lantas mengantar Hasmun naik ke Lantai 3 Gedung DPP PDIP.
"Saya ke Kantor Pusat PDIP saya bawa dollar Amerika kurang lebih Rp5 miliar. Ini untuk keperluan partai pendukung (pengusung). Kemudian saya naik ke Lantai 3. Masuk ke dalam ruangan, di dalam ada perempuan menunggu. Setor bungkusannya, dia hitung kemudian dia simpan, ada pintu connecting kelihatannya seperti brankas. Semua habis itu duduk lagi, kemudian pamit," ujar Hasmun di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
JPU yang diketuai Ali Fikri mencecar Hasmun tentang siapa sosok yang menerima Rp5 miliar tersebut. Ali juga mengonfirmasi ke Hasmun apakah Hasmun sempat bertanya ke Fatmawaty saat perjalanan ke Kantor DPP PDIP tujuan uang tersebut.
"Siapa yang menerima uang tersebut? Di perjalanan ke kantor (DPP) PDIP Fatmawaty ngomong apa?" tanya JPU Ali.
Hasmun mengaku tidak mengetahui dan menanyakan orang yang menerima Rp5 miliar di Lantai 3 DPP PDIP tersebut. Yang pasti Hasmun memastikan, dirinya masih ingat ciri-ciri fisik perempuan tersebut. Hasmun mengungkapkan, sepanjang perjalanan saat ke Kantor DPP PDIP memang dirinya tidak bertanya ke Fatmawaty tujuan uang Rp5 miliar tersebut.
"Saya enggak bertanya, saya cuma asumsi (Rp5 miliar) untuk (Asrun jadi) calon gubernur. Saya feeling aja, ini (Rp5 miliar) untuk itulah," tegasnya.
Dia memaparkan, masih ada uang sebesar Rp7 miliar dalam bentuk pecahan dollar yang juga diperuntukkan untuk kepentingan kampanye pasangan calon Asrun-Hugua. Di antaranya untuk kebutuhan pembelian kaos. Untuk uang kaos, tutur Hasmun, lebih dulu disodorkan dari Fatmawaty.
"Jadi totalnya Rp12 miliar. Beli dollar (Rp7 miliar), lalu beli kaos-kaos untuk kepentingan pasangan calon (Asrun-Hugua)," bebernya.
Hasmun menuturkan, dirinya dan perusahaannya memang memenangi beberapa proyek sejak Asrun hingga Adriatma menjabat sebagai Wali Kota Kendari. Semua pengurusan dilakukan di bawah koordinasi Fatmawaty. Proyek yang dimenangi Hasmun kurun 2014 hingga 2017.
Pertama, proyek pekerjaan multiyears (tahun jamak) pembangunan Gedung Kantor DPRD Kota Kendari tahun anggaran 2014-2017 dengan nilai proyek sebesar Rp49,228 miliar. Kedua, pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk-Ujung Kendari Beach 2014-2017 dengan anggaran lebih Rp19,933 miliar. Ketiga, proyek pekerjaan multiyears pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port 2018-2020 dengan nilai kontrak lebih Rp60,168 miliar.
Hasmun menggariskan, untuk proyek pertama dan kedua dirinya memberikan Rp4 miliar untuk Asrun melalui Fatmawaty secara tunai dua kali, setelah diminta Fatmawaty. Untuk proyek ketiga diberikan Rp2,8 miliar pada Februari 2018. Uang tersebut, berdasarkan permintaan Fatmawaty dan Adriatma ke Hasmun. Uang untuk membantu biaya kampanye Asrun sebagai calon Gubernur Sultra.
"Yang total Rp2,8 miliar itu pecahannya Rp50.000. Uang itu mau dibagikan ke konstituen. Karena elektabilitas Pak Asrun sebagai Cagub Sultra ada selisih dengan pasangan calon lain," tegasnya.
Hugua, Ketua DPD PDIP Sulawesi Tenggara sekaligus calon gubernur yang berpasangan dengan Asrun tidak memberikan tanggapan saat dihubungi KORAN SINDO dan dikirimi pesan singkat via WhatsApp guna menanggapi kesaksian Hasmun.
Sementara Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi DPP PDIP Trimedya Panjaitan membantah keras kesaksian Hasmun Hamzah. Trimedya memastikan, tidak ada uang Rp5 miliar untuk pemulusan Asrun sebagai calon gubernur berpasangan dengan calon Wakil Gubernur Hugua yang diusung PDIP.
"Tidak ada itu. Kita tidak pernah tahu dan tidak pernah dengar," tegas Trimedya saat dihubungi KORAN SINDO.
Sumber: Sindonews