[PORTAL-ISLAM.ID] SURAT ini saya tulis seketika setelah saya membaca artikel “Jokowi Setuju Tak Pakai Istilah Emak-emak: Jadilah Ibu Bangsa” yang ditulis oleh Kumparan. Artikel ini mengoyak perasaan saya. Surat ini saya tulis dengan marah. Maaf.
Yang Terhormat Pak Jokowi,
Nama saya Rara. Saya seorang ibu dengan satu anak yang saat ini sudah kuliah. Saya tumbuh dan besar di kota kecil Pare. Pare berada di Kabupaten Kediri, Propinsi Jawa Timur. Lebih mudahnya saya sebutkan kabupaten yang lebih dikenal masyarakat, Pare berada di antara Surabaya dan Malang. Pare memiliki kultur kurang lebih seperti Surabaya dan Malang. Kultur Jawa yang blak-blakan dan tegas.
Dari perkenalan ini, saya akan langsung membahas perihal panggilan ibu, perempuan yang melahirkan dan membesarkan saya, perempuan yang melahirkan anak-anaknya, yang mereka juga adalah anak-anak bangsa di negeri ini, termasuk Bapak, kita semua terlahir dari seorang ibu.
Sebagai “wong Jowo” saya dan kakak-adik saya memanggil ibu kami “ibuk”. Sejak kecil sampai sekarang. Namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang “unik” yang dilakukan oleh adik saya, dia memanggil ibu kami dengan panggilan mesra “embok’e” yang malah menjadi panggilan sehari-hari kami saat ini. Lucu.
Yang lebih lucu lagi anak saya yang sejak kecil kami biasakan memanggil saya “bunda”, berjalannya waktu, saat dia beranjak dewasa malah memanggil saya “emak” “mak”. Iya, lucu kan, anak zaman now memanggil ibunya “emak”.
Sebagai orang Jawa, panggilan-panggilan itu tidak asing di telinga kami. Seingat saya, sewaktu kecil dulu banyak teman saya yang memanggil ibu mereka dengan “mak’e” “emak” “mbok” “simbok”.
Saya tekankan di sini bahwa panggilan-panggilan itu memiliki esensi yang sama, panggilan sayang yang kita pilih untuk ibu kita. Tidak ada yang rendah dari panggilan-panggilan itu.
Lantas untuk apa saat ini Bapak dengungkan, bahwa sebutan tertentu lebih baik daripada sebutan lain? Ibu-ibu, emak-emak, mama-mama, inang-inang, simbok-simbok, mami-mami, para bunda, para moms, adalah kami, perempuan-perempuan yang sama derajatnya.
Apa kabar ibu-ibu dari anak-anak milenial sekarang, yang kebanyakan mereka memanggil ibu mereka “mama” “mami” “mom” “moma” “pepo”, “memo” atau bahkan cukup memanggil nama saja? Kemudian apa nasib ibu-ibu yang berada di daerah-daerah lain yang sering Bapak ingatkan bahwa negara kita terdiri dari 17 ribu sekian pulau dengan ratusan suku yang pastinya memiliki adat sendiri dalam memanggil ibu mereka? Di kelas mana posisi mereka? Di kelas mana orang-orang Sumatera misalnya, yang memanggil ibu mereka “mamak”,” inang”? Kami semua sama, Pak.
Pak Jokowi, coba Bapak tanyakan kepada Ibu Iriana, bagaimana anak-anak dari teman-teman Ibu Iriana memanggil ibu mereka. Atau tak usah jauh-jauh bagaimana keponakan-keponakan Bapak memanggil ibu mereka. Mereka pasti punya panggilan sayang tersendiri yang mereka pilih untuk ibunda mereka.
Pak Jokowi, tolong jangan pecah belah kami dengan mengelompokkan kami para perempuan dalam golongan ibu, bunda, emak, mamak, inang, mama, mami, embok, simbok, moma, memo, dan apalah apalah itu sebutannya. Kami semua sama, Ibu Bangsa, Bunda Bangsa, Emak Bangsa, Mama Bangsa.
Sudah cukup kami diresahkan dengan isu-isu agama dan ras yang saat ini banyak dijualbelikan. Ini yang harus dihentikan. Kami ingin ketenangan, hidup dalam damai, bahagia, dan sejahtera.
Terima kasih dan salam.
(Rara - Akun twitter dan IG @raravebles)
Sumber: RMOL