"PARASETAMOL POLITIK"
Oleh: Tarli Nugroho
(Pengamat)
Hadirnya figur Sandi sebagai Calon Wakil Presiden ternyata telah memberikan tekanan psikologis yang sangat besar kepada petahana. Dan dipilihnya Erick Thohir sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional, menurut saya, mengkonfirmasi tekanan tersebut. Dalam konteks itulah, maka bagi petahana Erick adalah sejenis parasetamol, obat pereda rasa nyeri yang ingin segera diminum sesudah mereka terpapar "Virus Sandi" 😂
Sayangnya, pemilihan Erick tidak akan bisa mengubah psikologi pemilih. Ada dua alasannya.
Pertama, posisi Sandi dan Erick sebenarnya tidaklah "apple to apple". Sandi adalah Calon Wakil Presiden, sementara Erick hanyalah ketua tim sukses. Efek elektoral dari posisi keduanya jelas berbeda. Ini adalah Pilpres, bukan Piltimses! Memilih Erick untuk "menyaingi" Sandi secara logis sebenarnya tidak nyambung.
Kedua, karena lebih dipengaruhi oleh faktor untuk meredakan rasa nyeri dan waswas akibat virus Sandi, persis di situ petahana kembali masuk ke dalam jebakan persepsi pikirannya sendiri. Yang coba dia atasi adalah rasa nyeri perseptual dalam dirinya, sebuah fungsi yang bersifat internal, tapi dia melupakan lubang besar yang diakibatkan oleh pilihan tersebut: Tim Kampanye Nasional (TKN) bukanlah sejenis event organizer (EO).
Berbeda dengan EO, di mana 'chairperson' bisa bertindak selayaknya CEO dalam sebuah perusahaan, yang bisa memaksa anak buahnya untuk melakukan apa saja yang diinginkannya--karena ia bisa memberikan punishment terhadap anak buah kalau tak memenuhi target, maka TKN adalah sebuah organisasi politik yang hanya bisa dikelola oleh wibawa politik dan kekuatan elektoral.
Erick bisa sukses sebagai ketua pelaksana Asian Games 2018 karena otoritasnya sebagai CEO tadi. Tapi di TKN, ia akan berhadapan dengan para pejabat partai, pejabat negara, dan para legislator yang punya konstituen puluhan atau bahkan ratusan ribu orang. Mereka bukan tipikal orang yang akan bisa diperintah-perintah dengan mudah.
Tapi, bukankah Erick juga adalah pengusaha besar, sama seperti halnya Sandiaga?!
Betul, Erick adalah pengusaha besar. Tapi dalam dunia politik, he is nobody. Ia bukan pimpinan atau pengurus partai. Sementara, Sandi, selain pengusaha, tempo hari ia adalah Wakil Ketua Dewan Pembina di partainya. Ada organisasi politik yang mendukung, memberikan garansi, dan memberikan otoritas politik kepadanya.
Erick tidak punya beking politik semacam itu, yang akan membuatnya lancar menembus benteng-benteng politik di sekitarnya. Ia tak punya afiliasi partai. Sejauh ini, afiliasinya hanyalah kepada Jokowi. Padahal, kita semua tahu, Pak Jokowi juga bukanlah decision maker (tunggal) dalam kerumunan politiknya. Ini akan menyulitkan posisinya sebagai Ketua TKN. Saya menduga, sebagai parasetamol-nya Jokowi, Erick akan lebih banyak disibukkan oleh timnya sendiri.
Jadi, apakah Erick akan memberikan efek elektoral positif bagi kubu petahana?
Sebagai petahana, kita sebenarnya berharap Jokowi akan mempertontonkan peran sebagai market leader, bukan sebagai follower. Sehingga, memilih Ketua Tim Kampanye Nasional yang ke-Sandi-Sandi-an jelas agak menggelikan. Orang Betawi akan bilang: nggak segitunya juga kali... 😂
Repotnya, semua orang juga tahu jika Erick, dan kakaknya, sejak lama bersahabat dengan Sandi. Itu sebabnya, terus terang saya lebih tertarik untuk bertanya: apa yang terjadi seandainya Erick berani bilang "tidak" kepada Jokowi?
Anda yakin ia akan fight 100 persen?! 😂
Ah, susah juga ya jadi pengusaha 😂