[PORTAL-ISLAM.ID] Rabu, 26 September 2018, Saya dikontak panitia lokal posko pemenangan Prabowo Sandi Vila Nusa Indah 3, Bojongkulur Kab.Bogor untuk memandu acara kampanye dan dialog bersama warga. Hampir kebanyakan pesertanya emak-emak. Bang Sandi datang tepat waktu, pukul 13.00 WIB. Massa emak-emak sudah menyemut, tidak hanya sekedar ingin mendengarkan orasi Bang Sandi, tentu yang dinanti adalah bisa selfie.
Selama mengikuti kampanye beliau saat pilkada DKI lalu, baru kali ini saya kewalahan menjinakkan massa. Hampir tak ada lagi ruang yang cukup leluasa antara panggung Bang Sandi dengan audiens. Emak-emak terus merangsek ketika mik sudah saya serahkan ke Bang Sandi. Lalu dengan kharismanya, beliau mulai mengatur emak-emak untuk tertib dan menyuruh mereka merapat hingga bibir panggung supaya emak-emak yang di belakang juga bisa mengikuti acara dengan baik. Beliau pun berbisik pada saya, “Ta, loe kan udah lama ikut gue, masa gak paham. Jangan model klasikal gini, bikin down town conference, bikin melingkar. Ini panggung gak perlu alat2 musik, biar bisa diisi anak2 milenial duduk” Bang Sandi agak cerewet nampaknya. Saya cuma bisa terdiam sambil manggut-manggut.
Bang Sandi pun membuka orasinya dengan menyapa tokoh-tokoh yang hadir, dan memohon maaf karena harus mengatur formasi kursi agar lebih tampak seperti kampanye jaman now. Seluruh audiens pun setuju dengan gagasan tersebut.
Sandi melanjutkan, dia gak akan orasi atau kampanye karena menurutnya yang hadir di acara ini sudah pasti akan memilih pasangan Capres dan Cawapres no 02.
Beliau pun mulai bercerita, “Saya begitu sampai lokasi ini dihampiri ibu-ibu yang menyerahkan buku kecil berjudul Zikir Pagi dan Petang.”
Sandi menunjukkan buku itu ke hadapan audiens.
Lantas beliau menanyakan mana ibu yang tadi, salah seorang ibu berjilbab lebar pun mengacungkan tangan.
Sandi melanjutkan lagi ceritanya, “jadi gini bapak ibu, tahun 2015 saya menderita radang tenggorokan yang kadang sakit sekali. Saya coba cek ke dokter di Pondok Indah, katanya ada tumor kecil tapi ga berbahaya. Lantas saya kurang puas, saya cek ke dokter di Singapore, bilang kurang lebih sama. Masih gak puas saya ke Boston, dan di sana justru saya disarankan untuk puasa bicara alias jangan terlalu banyak ngomong, pidato, orasi, nyanyi2 atau apa saja yang bisa mengeluarkan suara selama setahun. Bayangkan bapak ibu, saya pada waktu itu udah diminta Pak Prabowo maju sebagai pemimpin DKI yang harus banyak bicara, ketemu orang sana-sini tapi disuruh puasa bicara sama dokter supaya penyakit saya bisa sembuh! Pak Prabowo karena orang yang tertib, beliau menyarankan saya untuk istirahat dulu saja dari kegiatan partai. Saya galau waktu itu.“ Mata Bang Sandi mulai berkaca-kaca. "Di tengah kegalauan itu, istri saya datang membawakan buku kecil persis seperti yang baru saja saya terima dari ibu yang tadi, judulnya juga sama Zikir Pagi dan Petang." Bibir Bang Sandi mulai bergemeretak, seperti ada sesuatu yang tertahan keluar dari mulutnya.
“Saya disarankan istri saya untuk mencoba ikhtiar melafazkan zikir pagi dan petang ini…” Air mata bang Sandi mulai menetes, “tiap hari bu, istri saya terus melantunkan zikir pagi dan petang sambil terus menggenggam tangan saya. Kami melakoninya dengan sabar dan ikhlas bersama” lanjut Bang Sandi lagi,
“Subhanallah selama setahun itu sebelum akhirnya saya diputuskan maju sebagai cawagub penyakit radang tenggorokan itupun sembuh. Dokter yang di Boston dan Singapura pun sempat heran, sampai bertanya, apakah saya mengonsumsi herbal tertentu? Saya bilang tidak. Kesembuhan ini datangnya dari Allah SWT melalui zikir pagi dan petang yang saya lakoni bersama istri. ..’
Hampir sebagian besar audiens tertegun mendengar kisah bang Sandi, sebagian lagi tak jarang berujar subhanallah dengan mata berkaca-kaca.
Jam dinding terus berdetak, jarum jam telah menunjukkan pukul 14.00. Waktu terasa menjadi lebih cepat dari biasanya karena kami semua terpukau oleh kisahnya. Bang Sandi pun menutup kegiatan pada hari itu sambil mengangkat kedua tangannya ke atas dengan mengucap hasbunnallah nikmal wakil, nikmal maula wa nikman nashir dan diikuti oleh seluruh audiens.
Jujur, sepanjang saya ikut kegiatan bareng Bang Sandi baru kali pertama kemarin saya melihatnya bicara sambil berurai air mata. Tidak seperti biasanya yang ekspresif dan ceria. Saya melihat ketulusan dari hatinya ketika mengucap di depan massa untuk didoakan agar dapat memikul amanah yang lebih besar lagi bersama Pak Prabowo. Pada saat itu bibirnya sempat terkatup lama dan hampir saja beliau tak sanggup lagi melanjutkan bicaranya. Saya lihat dari sorot matanya, sepertinya beliau merasa amat berat amanah ini bakal diembannya.
Acara kemarin seolah memberi pesan pada warga, bahwa tak ada janji satupun yang terlontar karena betapa beratnya mengemban sebuah janji. Acara kemarin yang saya hadiri seperti testimony kehidupan sarat makna dengan menghadirkan pelaku sebenarnya yang nyata di depan mata.
Kalau ada yang bilang kampanye itu harus adu program, toh kenyataannya rakyat sudah muak dengan adu mengadu.
Sudah saatnya rakyat datang menghadiri pertemuan atau rapat umum, untuk memperoleh gizi dari narasi yang disampaikan para pemimpinnya.
Ditulis di dalam perjalanan ke Bandung, mendampingi kegiatan mpok Nur Asia Uno, pagi ini jam 9.00 di Dago Tea House
Penulis: Tata Khan Suharta, seorang Stand Up Comic yang turut hadir di acara