[PORTAL-ISLAM.ID] Miris. Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) menemukan ada 2.674 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terbukti korup berdasarkan putusan pengadilan (inkrah). Tragisnya, hanya 317 ASN yang sudah dipecat. Sementara 2.357 pegawai lainnya masih menikmati fasilitas negara sebagai ASN di balik jeruji besi. Perlu digarisbawahi jumlah ini hanya untuk ASN korup. Jadi jumlahnya berkemungkinan bertambah jika ASN bejat di luar kasus korupsi juga dimasukan hitungan.
Padahal, UU Nomor 5 Tahun 2014 mengatur bahwa ASN harus diberhentikan secara tidak hormat sewaktu dipenjara berdasarkan putusan pengadilan terkait tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum. Lantas, mengapa 2.357 ASN itu belum juga dipecat?
Kabiro Humas BKN Mohammad Ridwan menprediksi akibat ASN bejat ini setiap bulan negara dirugikan Rp 23,57 miliar. Berapa kerugian negara? Hitung-hitungan minimalisnya begini. Sejak Januari 2015-Agustus 2018 ada 44 bulan. Artinya ada potensi kerugian uang negara sejumlah Rp 1 triliun 37 juta. Angka yang fantastis di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit seperti sekarang ini.
Lantas, apa pangkal bala sehingga ASN bejat ini tidak kunjung dipecat?
Pertama, bisa jadi ini akibat kelalaian pimpinan ASN, terutama Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di institusi terkait. Tapi bisa juga ada alasan kedua, yakni kesengajaan. Misalnya ASN ini punya hubungan kekerabatan dengan pejabat-pejabat daerah. Sehingga pemberhentian secara tidak hormat pun urung dilaksanakan.
Yang manapun alasannya, kejadian ini menunjukan lemahnya koordinasi antar lembaga. Ini tergambar jelas dari pengakuan Mendagri Tjahjo Kumolo yang mengaku tidak tahu kalau ada ASN terpidana korupsi masih menjadi ASN aktif.
Bahkan Kemendagri blakblakan mengaku tak punya data yang terintegrasi. Jadi wajar saja kalau BKN mengalami kesulitan menelusuri data ASN yang sudah divonis bersalah.
Artinya system E-Government yang dibangga-banggakan Jokowi masih acak sengkarut. Karena semestinya informasi penting ini sudah terkoordinasikan pada seluruh kementerian dan lembaga yang terkait.
Misalnya, saat ASN yang diduga melakukan tindak pidana divonis bersalah yang memiliki kekuatan hukum tetap, maka kejaksaan langsung menginformasikannya melaui E-Government ke Kementerian PAN-RB, BKN, dan pembina ASN yang bersangkutan untuk dilakukan langkah-langkah sesuai UU ASN.
Nyatanya hal ini tidak terjadi. Alih-alih, yang terjadi justru saling heran dan saling lempar tanggungjawab. Dan akibatnya negara mesti menanggung kerugian hingga Rp 1 triliun.
Model cari selamat jadul seperti ini sudah seharusnya ditinggalkan. Tragis apabila di saat Jokowi sedang mengejar periodesasi kedua kepemimpinanya, budaya saling lempar tanggungjawab dan pura-pura heran justru mengemuka di institusi pemerintahan.Tidak ada sikap kesatria untuk mengakui kesalahan. Miris!
yang kaya gini nih, coba tebak, hanya ada di rezim siapa????https://t.co/23eSK358Xx— regina_roring (@regina_roring2) September 7, 2018
WoW..Sepanjang Sejarah Presiden RI,— #2019PrabowoPresiden (@yan_tanuwidjaya) September 7, 2018
Hanya Terjadi di Rezim Jokowi..Dan Itupun @KPK_RI WAJIB Tutup Mata.#Bong200 Mau Bilang HOAX?
2.357 ASN Korup Tak Juga Dipecat Sinyal E-Government Jokowi Cuma Omong Kosong? https://t.co/RQ2z5H9OCg#2019GantiPresiden #PrabowoSandiNewHope