[PORTAL-ISLAM.ID] Di acara opening ceremony Asian Games, Jokowi tampil dalam kemasan video. Publik heboh. Sebab, di dalam video Jokowi tampil sebagai Rider Milenial. Naik moge Yamaha FZ1. Tampak gagah dan pemberani.
Naik motor, lalu jumping. Masuk gang-gang sempit, ngebut, dan hampir nabrak bajaj. Beraksi layaknya pebalap, ngerem mendadak, hingga ban belakang naik ke atas. Cukup tinggi. Tak mungkin bisa dilakukan kecuali oleh seorang profesional.
Jokowi rider profesional? Ternyata tidak. Jokowi hanya naik motor, tutup kepala dengan helm, sesekali di-shoot kamera untuk adegan pencitraan. Termasuk aktingnya ketika lihat beberapa anak sekolah berseragam pramuka yang mau menyeberang jalan. Rambut tetap klimis, meski adegan baru copot helm dari kepala.
Adegan lainnya diperankan oleh aktor pengganti. Siapakah stunt rider itu? Menurut kabar yang beredar namanya Saddum So dari Thailand.
Jadi, yang adegan itu bukan Jokowi? Bukan. Video opening ceremony Asian Games adalah sebuah kemasan pencitraan yang cukup keren. Malah keren banget. Tujuannya? Tak lepas dari upaya untuk menarik simpati pemilih milenial. Gagah, menantang, berani ambil risiko, itulah karakter anak-anak milenial sepanjang sejarah. Melalui video itu Jokowi ingin menyasar suara anak-anak muda.
Jumlah pemilih milenial cukup besar. Sekitar 40 persen. Lawan Jokowi, Sandiaga Uno, punya ruang cukup potensi menggait anak-anak milenial. Kalau mau bersaing, Jokowi harus berani tampil dalam citra yang memiliki daya tarik bagi anak-anak muda. Motor jadi sarana menggoda suara anak-anak muda. Apalagi ngebut, itu milenial banget.
Video opening ceremony Asian Games adalah bentuk kesiapan Jokowi untuk bersaing dengan Sandiaga memperebutkan suara anak muda.
Jokowi tak bisa andalkan Ma'ruf Amin. Kendati Romuharmuziy kekeh ingin mendandani Ma'ruf Amin seperti anak muda milenial. Belum tahu, seperti apa dandanan Ma'ruf Amin di dalam rencana Romi. Pakai celana jin, kaos merek crocodile dan topi? Naik panggung hiburan bersama artis muda? Atau bawa Motor Gede keliling Indonesia?
Soal gaul milenial, Sandi punya bakat alami. Wajah ganteng dengan tubuh atletis jadi modal besar. Kaum emak-emak bikin cemburu suaminya. Nenek-nenek merasa muda lagi. Anak-anak muda banyak yang mengidolakan.
Jokowi mesti tampil keren jika ingin bersaing dengan Sandiaga. Video naik motor keren. Hanya sayang, harus pakai peran pengganti. Kalau saja tak pakai peran pengganti, video itu akan punya poin berarti buat Jokowi.
Jika ingin mendapat bagian dari suara milenial, tugas timses Jokowi adalah bagaimana membuat Jokowi benar-benar bisa melakukan apa yang dilakukan anak-anak milenial. Cara bicara, model berpakaian, sikap gaul, dan hobi.
Jika kemasannya selalu menggunakan peran pengganti, bukan simpati yang akan didapat Jokowi, tapi anak-anak milenial semakin menjauh dan lari. Mereka merasa dibohongi. Mereka akan bilang; ah cemen.
Bukan hanya kalangan milenial, tapi kelompok pemilih lain akan juga kehilangan simpati karena dianggap sibuk dengan urusan pencitraan. Kamuflase memimpin. Mereka bisa jadi akan meninggalkan Jokowi dan mengalihkan pilihannya ke calon lain.
Soal branding, tim Jokowi mesti lebih hati-hati dan cermat lagi. Di era medsos, semua peristiwa mudah direkam dan disebarkan. Mengandalkan pencitraan belaka tanpa pesan nilai dan makna yang kuat bisa jadi blunder. Terlebih jika menggunakan fasilitas negara dan di acara resmi kenegaraan.
Tim Jokowi mesti belajar, bahwa pencitraan kosong, apalagi dikemas dalam berbagai kebohongan, akan jadi erupsi suara. Alih-alih dapat menggait suara milenial, yang akan terjadi justru banyak kehilangan suara dari pemilih yang lain.
Penulis: Tony Rosyid