[PORTAL-ISLAM.ID] Abu Janda menganggap bahwa perang antara kubu pemerintah dan oposisi sudah berlangsung setelah Pemilu Presiden tahun 2014 dan dirinya mengaku hadir untuk menangkis buzzer anti-pemerintah.
Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) pada Selasa 21 Agustus 2018 dengan tema Kampanye Belum, Perang Socmed Sudah Dimulai'.
Abu Janda berpendapat, dia hadir karena menangkis buzzer anti-pemerintah.
Ia pun menyayangkan langkah para buzzer anti-pemerintah yang mendiskreditkan pemerintah dengan hoaks dan ujaran kebencian.
"Saya bisa eksis karena menangkis buzzer anti-pemerintah. Bahwa buzzer ini sudah membangun opini dan narasi dengan upaya mendiskreditkan pemerintah menggunakan hoaks dan hate speech," kata Abu Janda.
Ia pun membeberkan beberapa isu hoaks yang selama ini dihembuskan, satu di antaranya soal kebangkitan PKI.
Menurutnya, isu kebangkitan PKI adalah hoaks, sebab jika benar ada maka TNI Polri pasti akan bertindak.
"Hampir setiap bulan menangkap teroris. Ini polisi dan TNI punya wewenang menangkap PKI. Tidak ada anggota PKI ditangkap. Kalau percaya ada 15 juta PKI, sama saja menghina kedua institusi negara," katanya.
Ia juga mengatakan isu soal Presiden Joko Widodo yang disebut raja utang merupakan hoaks.
Menurutnya, sebelum pemerintahan Jokowi utang Indonesia sudah mencapai Rp 3.700 triliun.
“Utangnya Pak Jokowi juga jelas membangun infrastruktur, bukan mangkrak," katanya.
Isu lain yang ia sebut hoaks adalah isu mengenai banyaknya tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia dan rezim pemerintahan Jokowi adalah anti-Islam.
Padahal, kata Abu Janda, isu maraknya TKA sudah dibantah oleh Kementerian Tenaga Kerja.
Hal lain soal yang disampaikan oleh Abu Janda dalam ILC adalah soal kriminalisasi terhadap ulama.
Terkait kriminalisasi ulama, Abu Janda menyebut hal tersebut adalah hoaks.
"Itu gara-gara ada satu ustaz yang melakukan kriminal, padahal cuma satu ustaz, dan 10 ribu ustaz aman," ujar Abu Janda.
Ia pun bercerita mengenai maraknya perang di media sosial selama empat tahun ini.
Bahkan, sebutan cebong untuk pendukung Jokowi dan kampret sebutan pendukung oposisi dibuat melalui media sosial.
"Itu asal-muasal cebong karena, maaf ya, Pak Jokowi disebut Jokodok, dan anaknya disebut cebong," katanya.
Sejurus kemudian, moderator acara tersebut, Karni Ilyas menanyakan kepada Abu Janda mengenai sejarah nama "Kampret".
"Nama kampret itu dari siapa?" tanya Karni Ilyas.
Mendapatkan pertanyaan itu, secara spontan Abu Janda memberikan jawaban.
"Ah kalau itu saya kurang ngerti,"jawab Abu Janda.
Jawaban Abu Janda itu kemudian membuat seisi studio menjadi tertawa.
Mengetahui reaksi narasumber lainnya yang menertawakan jawabannya, Abu Janda kemudian melanjutkan jawabannya itu.
"Maksud saya gini bang, saya kurang ngerti siapa yang memulai tapi saya tahu kenapa kampret yang dipilih. Karena kampret kan tidurnya kebalik, jadi otaknya kebalik, mikirnya kebalik, akalnya kebalik. Pak Jokowi bagus dibilang jelek," ujarnya.
Simak video berikut: