[PORTAL-ISLAM.ID] Dua tokoh politik dan satu pegiat media sosial yaitu Fadli Zon, Aria Bima, dan Abu Janda terlibat ribut-ribut dalam acara Dua Sisi di tvOne, Rabu, 1 Agustus 2018. Sebabnya mereka membicarakan soal kejadian persekusi yang menimpa aktvis gerakan 2019 ganti presiden, Neno Warisman di Batam belum lama ini.
Awalnya, Abu Janda melihat peristiwa itu disebabkan tindakan para elite politik. Menurutnya, banyak dari elite politik yang sembarangan dalam menulis pernyataan di media sosial.
"Persekusi tidak boleh dilakukan siapapun. Tagar itu ada di medsos, berawal dari medsos. Misalnya Teuku Zulkarnain yang menulis orang Dayak kafir. Itu menyakiti masyarakat Dayak," kata dia.
Kemudian Fahri Hamzah dan juga Fadli Zon, dia menilai banyak menuliskan pernyataan-pernyataan kontroversial seperti pemerintah sekarang Islamophobia, anti-Islam. Menurutnya, itu semua membuat orang-orang di akar rumput menjadi panas.
"Elite politik ngomong seenaknya di Twitter. Efek ke akar rumput itu luar biasa," kata dia.
"Fadli bilang mereka yang mendukung Jokowi imannya bisa ditakar," tambahnya.
Abu Janda melihat apa yang dialami Neno pernah dialami Susi Ferawati yang menjadi korban persekusi oleh massa #2019GantiPresiden pada acara car free day beberapa waktu yang lalu.
"Ini seperti pengen membalas," kata dia.
Sementara politikus PDIP Aria Bima menilai gerakan 2019 ganti presiden merupakan gerakan kampanye yang bisa memicu kegaduhan. Padahal untuk kampanye nanti disediakan waktunya sendiri.
"Saya tidak melihat mbak Neno sebagai pendidik, tapi dia punya kecenderungan politik," kata Aria.
Menurut Aria, seharusnya para aktivis ganti presiden memberikan atau menampilkan sosok alternatif, misalnya Prabowo sehingga menjadi jelas. Karena di kubu mereka sudah jelas menampilkan Jokowi agar berkuasa lagi.
"Biar kontestasinya lebih cerdas mendidik masyarakat," katanya.
Dengan kondisi saat ini, dia melihat ada benturan di masyarakat. Dia pun meminta kubu oposisi taat aturan main, tidak membuat panas pihak lain.
"Ini berpotesi kita saling terbelah," tuturnya.
Fadli yang tersambung lewat telepon mengatakan di era demokrasi, berbeda pendapat adalah sesuatu yang biasa. Menurutnya, gerakan 2019 ganti presiden jelas bukan kampanye.
"Keputusan KPU dan Bawaslu bahwa tidak ada masalah dengan hastag ganti presiden, apalagi kampanye hitam. Itu bagian ekspresi pendapat yang dijamin UU Dasar, tidak ada masalah. Kenapa, bikin saja tandingannya," kata Fadli.
Terkait pernyataan Abu Janda yang menilai sejumlah elite termasuk dirinya sering menulis sesuatu yang kontroversial, Fadli pun mempertanyakannya. Dia merasa tidak ada yang salah dari cuitan-cuitannya karena tidak mengandung unsur fitnah, dan juga hoax.
"Cuitan biasa-biasa saja," lanjut Fadli.
Abu Janda lalu menyebut sejumlah cuitan Fadli yang dia nilai menimbulkan panas pihak lain. Misalnya soal kriminalisasi ulama, pemerintah sekarang anti Islam.
"Memang faktual kok. Ustaz Khotot, ada kriminalisasi banyak. Ibu Rachmawati. Jelas situasi ini menunjukkan pemerintah panik dan ketakutan," ujarnya.
Fadli pun menuding aktor di balik persekusi Neno Warisman. Tidak lain adalah pihak yang kini tengah berkuasa.
"Siapa lagi, kecuali penguasa. Kenapa harus takut? Kenapa ada demo di objek vital, kenapa bisa kecolongan?" tanya dia.
Fadli menegaskan tugas aparat adalah mengamankan. Tapi mereka tidak bisa menangani 100-200 orang yang melakukan persekusi terhadap Neno.
"Justru itu menimbulkan potensi perpecahan. Mbak neno enggak boleh ke Batam, emang Batam punya siapa? Dimanapun kita boleh datang, di seluruh wilayah Indonesia, tidak bisa dihalang-halangi, ini dilindungi undang-undang," tegas Fadli.
"Sudah jelas itu bukan kampanye, itu dari masyrakat. Kalau menyuarakan ganti presiden so what, presidennya enggak becus. Jadi harus dihargai," tambahnya.
Sumber: Viva