by Hasmi Bakhtiar
(Analis Internasional, Lille)
Cara Erdogan dalam menghadapi perang ini menjadi menarik karena di sana terlihat level kepemimpinan Erdogan. Ingat, jika salah bersikap dia akan kehilangan segalanya.
Sebelumnya sy ikut bersyukur atas menguatnya Lira terhadap Dollar. Dari 7,2169/Dollar pada Senin menguat menjadi 6,6920 pada Selasa pagi tadi. Alhamdulillah solusi yang diambil Erdogan mulai menunjukkan hasil dan ancaman Trump sebelumnya ternyata cuma gombal.
Dari awal sy meyakini perang ekonomi yang dilancarkan Trump terhadap Turky hanyalah buah dari ketidakpatuhan Erdogan terhadap kemauan Trump. Solusinya hanyalah keluar dari genggaman Trump dan krisis akan mudah diatasi. Itu yang telah dilakukan Erdogan.
Di era Erdogan, Turky berada dalam masa transisi dari negara "kelas dua" menjadi "negara utama" kekuatan dunia. Hampir selama 6 dekade posisi Turky hanya 'pendukung' bagi negara utama seperti Amrik, namun di era Erdogan posisi Turky maju menuju negara utama.
Menjadi negara negara utama yang maju versi Erdogan cakupannya minimal dalam 4 hal:
1. Maju secara spiritual (Islam dengan semua nilai-nilainya)
2. Maju secara politik (demokrasi)
3. Maju dalam persenjataan dan teknologi
4. Berdaulat (tidak didikte asing).
Demi menghalangi 4 hal tadi maka episode kudeta terus terjadi di Turky. Ketika semua itu gagal maka kudeta ekonomi yang menjadi pilihan selanjutnya. Qodarullah, lagi-lagi Erdogan bisa memenangkan peperangan setelah sebelumnya berhasil memenangkan hati rakyat Turky.
Yang menarik bagi sy adalah cara Erdogan dalam berperang. Peperangan tidak bisa dihindari, musuh tidak bisa ditolak, namun setiap pemimpin besar punya strategi cantik dalam berperang. Ini yang ingin sy bahas.
Lawan Erdogan kali ini adalah Amrik dengan sekutu, yaitu Saudi, UEA, Mesir dan semua negara yang pemimpinnya hanya mengenal bahasa "menghamba". Walau kekuatan terlihat tidak sebanding namun Erdogan sangat percaya diri akan memenangkan peperangan. Itu terbukti.
Dalam masa transisi ini, seharusnya Erdogan tidak memperbanyak musuh atau memperuncing masalah, namun ketika musuh datang haram bagi Erdogan untuk lari apalagi menyerah. Ini konsekuensi transisi dari negara kelas dua menuju negara utama dunia.
Itu sebabnya ketika Amrik melakukan provokasi, Erdogan tidak segan untuk melawan. Seperti sikap Amrik yang ikut andil dalam kudeta, menolak ekstradisi Gulen, intervensi hukum dalam negeri Turky (penahanan pendeta Andrew Beunson) sampai mempersenjatai teroris Kurdi.
Amrik berharap respon Erdogan dengan menyerah, musuh di Kawasan seperti Saudi dan UEA berharap respon Erdogan keras dan peperangan makin membesar. Jika perlu Qatar dan Kuwait sebagai sekutu Turky bisa ikut dilibas dengan amunisi yang sama.
Tapi Erdogan adalah tipe pemimpin yang sangat realistis. Dia sadar musuh bisa datang kapan saja, itu sebabnya kawan harus dipersiapkan dari jauh-jauh hari.
Rusia dan Iran adalah dua kekutan yang memiliki hubungan sangat strategis dengan Turky, ditambah keaktifan Erdogan dalam membantu negara-negara di Afrika dan keseriusan Erdogan membangun hubungan baik dengan dunia Islam seperti Pakistan dan Malaysia. Ini semua sangat membantu.
Sadar akan transisi yang dilaluinya, Erdogan sebisa mungkin menghindari musuh termasuk Amrik saja, namun ketika Trump keras kepala maka Erdogan tidak pernah mundur. Itu terlihat dari tulisan Erdogan yang diangkat oleh NYTimes tanggal 10 kemaren.
How Turkey Sees the Crisis With the U.S.
(By Recep Tayyip Erdogan)
Link: https://www.nytimes.com/2018/08/10/opinion/turkey-erdogan-trump-crisis-sanctions.html
Terkait tulisan Erdogan, sy membaca dari dua sisi. Pertama dari gaya tulisan Erdogan yang menunjukkan sikap Erdogan sebagai presiden Turky yang sangat tegas dan tidak menerima kompromi jika sudah menyangkut kedaulatan Turky.
Di sisi lain, Erdogan menjelaskan kepada pembaca (khususnya warga Amrik) bahwa ketegangan yang terjadi adalah akibat kemunafikan politik LN Amrik ditambah oleh kebodohan Trump. Ini perlu disampaikan Erdogan karena dukungan terhadap Trump di dalam negeri sangat lemah.
Erdogan menjelaskan bahwa Turky akan setia dengan nilai-nilai persahabatan namun Amrik tidak layak diberikan itu. Dalam tulisannya Erdogan seakan mengucapkan ma'assalamah (bye bye) kepada Amrik atas dimulainya poros Turky dengan negara sahabat selain Amrik.
Dari tulisannya tsb, Erdogan ingin mengatakan bahwa Turky sudah menang sebelum berperang. Bisa dibahasakan begini: kekuatan poros baru yang dibangun Erdogan jauh lebih kuat dibanding kekuatan Trump yang dimusuhi di dalam dan luar negeri.
Dan tulisan Erdogan tersebut terbukti. Menlu Rusia terbang ke Ankara, Pakistan dan Kuwait langsung berikan dukungan terhadap Erdogan dan Doha siap menerima perintah selanjutnya dari Ankara. Hingga hari ini pun Lira masih bertahan di hadapan Dollar bahkan mulai menguat.
Percaya diri yang didapat dari rakyat Turky membuat Erdogan seperti tidak mengenal takut bahkan kepada raja makar sekelas Amrik dan setan arab sekelas UEA dan Saudi. Ini rahasia Erdogan selalu berhasil selamat dari jebakan musuh dengan seizin Allah.
Ke depannya konspirasi akan terus mengintai Turky terutama di era transisi menuju negara utama dunia. Dengan izin Allah dan dengan dukungan rakyat Turky yg lahir dari kepiawaian Erdogan, insyaAllah kapal besar Turky ini akan terus berlayar setinggi apapun gelombang. InsyaAllah.
Lille, 14-8-2018