Oleh: Fahri Hamzah
Ingin mengomentari tentang #SosokNurmahmudi mantan #PresidenPKS yang sekarang bersama sekda-nya menjadi tersangka pembebasan lahan yang diduga merugikan negara lebih 10 Milyar Rupiah. Polisi menduga ini dilakukan terhadap APBD 2015.
Polisi Menduga bahwa #SosokNurmahmudi bersama sekdanya telah menganggarkan dan menggunakan anggaran pembebasan lahan, padahal terbukti bahwa pembebasan lahan justru dilakukan oleh pengusaha apartemen di sekitar lahan jalan yang dibebaskan.
Saya termasuk yang tidak terlalu percaya bahwa #SosokNurmahmudi akan melakukan itu secara sadar, apalagi itu terjadi di akhir periode ke-2 sebagai walikota. Seperti kita ketahui ia menjadi walikota sampai Februari 2016 dan diganti oleh #KaderPKS juga (Mohammad Idris Abdul Shomad -red).
Tetapi, menarik membaca #KasusLahanNMI sebagai pembelajaran dan ilmu. Sebab #SosokNurmahmudi atau nama lengkap Dr. H. Nurmahmudi Ismail adalah #PresidenPKS yang pertama. Tentu ia memiliki kwalifikasi tertentu sehingga menjadi kader senior yg dipercaya.
Kasus ini menarik sebagai kajian untuk membaca dan memahami Bagaiman situasi seperti ini bisa terjadi kepada #KaderPKS apalagi mantan #PresidenPKS. Kenapa tak ada sistem proteksi dan mengapa mereka mudah sekali dilibatkan? Ini penting untuk menentukan #ArahBaruPKS.
Sosok Nurmahmudi Awalnya adalah seorang ilmuwan dalam bidang pangan di BPPT dan dosen. Setelah Partai Keadilan (PK) didirikan pada tahun 1998, iapun menjadi presiden pertama partai tersebut. Saya mengerti kenapa ia dipilih.
Sosok Nurmahmudi dipilih lebih karena ia kader senior lulusan Amerika Serikat. Setelah menamatkan sekolahnya di IPB, Bogor, ia melanjutakan S2 dan S3 di bidang pangan di University of Texas AM. Dengan kelulusan yg sangat memuaskan.
Dengan mengambil sosok Insinyur lulusan Amerika Serikat maka diharapkan Nurmahmudi akan memperkenalkan PKS waktu itu (Agustus 1998) masih PK dengan cara yang lebih elegan. Tapi pemilu 1999 PK gak lolos treshold lalu berganti nama menjadi PKS.
Meski tak lolos treshold, saat Gus Dur menjadi presiden, Nurmahmudi ditunjuk sebagai Menteri Kehutanan dan Perkebunan dalam Kabinet Persatuan Nasional pada tahun 2000, ia melepaskan jabatannya sebagai Presiden Partai Keadilan agar tidak ada jabatan rangkap.
Sebenarnya Nurmahmudi pernah sangat disayang oleh presiden Abdurahman Wahid. Latar NU dan keluarga pesantren yang membuatnya dekat. Tetapi, waktu itu memang sulit mengelola komunikasi partai dengan presiden. Koalisi pecah.
Saat ibu Mega mengganti GusDur, PKS memutuskan di luar pemerintahan. Itulah yang mengantarkan kita lebih leluasa melakukan manuver sehingga partai bisa memperolah 45 kursi DPR. Adapun Nurmahmudi meneruskan Karir menjadi Walikota Depok sejak 2006-2016.
Saya lanjut soal Nurmahmudi yang berakhir tragis sebagai tersangka. Sementara itu cara #KaderPKS diperlakukan oleh #PimpinanPKS atau #QiyadahPKS sungguh tidak mencerminkan kebersamaan apalagi kejamaahan. Jangankan bantuan hukum, pernyataan pun tak ada.
Ini sebetulnya menggambarkan kapasitas kepemimpinan PKS sekarang yang sudah tidak tau cara mengelola situasi kader. #SosokNurmahmudi seharusnya sebagai mantan #PresidenPKS pertama dapat pelayanan hukum yang memadai. Prinsip “praduga tak bersalah harus dipakai”.
#PimpinanPKS saya lihat banyak yang lugu. Termasuk #SosokNurmahmudi yang lebih lugu di antara pimpinan yang ada. Saya ingat betul saat beliau sebagai #PresidenPKS dulu, saya sering mengaturkan jadwal dan ikut mendampingi dalam banyak acara.
Beliau #SosokNurmahmudi adalah saintis pangan dan ilmunya sangat spesifik. Tetapi oleh kebijakan partai ia menjadi politisi. Akibatnya, sambil belajar beliau mencoba memahami politik apa adanya. Menurut saya, beliau tidak terlatih jadi politisi sampai sekarang.
Ini ciri dari generasi awal #KaderPKS sampai sekarang. Rasanya politik bukan tempat mereka. Mereka masih lugu, kental kultur ilmuan, sering melihat sesuatu sederhana, kadang hitam putih. Ini membuatnya di satu sisi gampang dijebak tapi di sisi lain sulit diyakinkan.
Generasi pertama di kalangan #KaderPKS memang melihat politik dengan kacamata yang terlalu sederhana. Itu yang membuatnya sering salah langkah. Sementara itu, generasi baru yang tampil dengan percaya diri juga belum dipercaya.
Padahal, generasi pertama ini masih mendominasi struktur pengambilan keputusan inti dalam partai, terutama di Dewan Pimpinan Tingkat Pusat atau DPTP atau yang sering disebut MRA. Itulah yang membuat keputusan sering nampak jadul dan tidak memahami realitas.
Di level generasi ini mereka belum bisa memahami dengan baik apa beda konstitusi partai dan konstitusi negara. Sebagian masih ada yang menganggap AD/ART partai lebih tinggi dari UU negara. Mereka menolak UU diberlakukan dalam partai.
Saya anggap ini semacam keluguan generasi pertama #KaderPKS yang ingin diubah oleh generasi berikutnya. Keinginan inilah yang melahirkan ketegangan. Ketegangan yang bermula di wilayah pemikiran lalu berakhir di wilayah struktur. Terjadilah perpecahan.
Sungguh kasus Nurmahmudi ini hanya puncak gunung es. Ini adalah presiden PKS ke-2 yang jadi tersangka. Semoga tidak sampai ke penjara seperti yg lainnya. Saya sedih melihat banyak kader senior yang sudah jadi tersangka lebih banyak akibat kepolosan.
Sementara itu, #PimpinanPKS yang ada sekarang tidak mampu membangun solidaritas dan soliditas #KaderPKS sehingga muncul perasaan bahwa dalam kadar moral umum sekarang tidak ada lagi yang istimewa. Apa yang dialami partai lain termasuk korupsi juga dialami PKS.
Bayangkanlah kalau 2 dari 6 #PresidenPKS tersangka korupsi bagaimana kita menjelaskan kepada publik? Bagaimana meletakkan perjuangan moral kita? Semua diam, dan di PKS mudah, cukup mengatakan, “Qiyadah minta masalah ini jangan dibahas”, akhirnya semua diam.
Kultur inilah yang secara kolektif membuat Partai ini tidak punya kemampuan lagi untuk melawan. Dan #PimpinanPKS yang sekarang sepertinya juga mengambil kebijakan “lebih baik diam”, dengan harapan publik akan segera melupakan. Sungguh sebuah tragedi.
Itulah sumber pesimisme saya akan masa depan partai ini. Kasus Nurmahmudi yang dituduh korupsi ini adalah ujian Akhir. Apabila gagal maka PKS bisa terjerembab masuk lubang yg dalam. Polling demi Polling (hasil survey -red) menunjukkan hal yg demikian.
Dulu, 30 Januari 2013 ketika #PresidenPKS LHI dijemput KPK jam 11 malam di kantor DPP PKS, semua juga tertegun sejenak. Tetapi ada pertanyaan lanjutan, “kita diam atau melawan?”. Dan kita memilih melawan. Kebanggaan kader tumbuh kembali. Ada energi.
Dengan energi itulah #PimpinanPKS menyusun kekuatan untuk keluar dari ujian. Waktu itu partai hilang dari lembaga survey. Tapi ALHAMDULILLAH, akhirnya pemilu 2014 PKS justru mengalami peningkatan jumlah suara meski ada pengurangan jumlah kursi.
Partai, apabila akan bertahan ada nafasnya dan ada energinya. Sebaliknya, apabila akan mati ia nampak tidak melawan dan nampak pasrah dengan kenyataan. Semoga #PimpinanPKS dan #KaderPKS segera bangun. Itu yg kita inginkan. Semoga.
(Dari twit @Fahrihamzah 30/8/2018)