[PORTAL-ISLAM.ID] Gugatan terhadap Presiden Joko Widodo atas peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah (Kalteng) adalah kasus perdata, sehingga tidak dikenal istilah benar dan salah melainkan kalah dan menang.
Putusan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Palangkaraya dan Pengadilan Tinggi Kalteng merupakan kasus perdata, dimana dalam putusan banding, Presiden Jokowi diwajibkan untuk membuat/menyelesaikan/membuat 12 macam regulasi terkait karhutla.
Demikian disampaikan Koordinator Nasional Tim Pembela Jokowi (TPJ), Nazaruddin Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu 25 Agustus 2018.
Oleh karena itu, Nazar mengingatkan, sebuah proses hukum perdata, atau dinyatakan kalah oleh putusan hakim perdata, tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap pencalonan presiden perahana Jokowi.
Selain itu, putusan itu bukan ditujukan kepada Jokowi secara personal, melainkan atas jabatannya sebagai seorang kepala pemerintahaan.
"Siapa pun presiden yang menjabat harus menghormati putusan itu nantinya, ketika putusan itu sudah final dan memiliki kekuatan hukum yang tetap," ujar Nazar.
Oleh karena itu, semua orang harus memahami, bahwa putusan yang menyatakan Presiden kalah di PT Kalteng tidak bisa menggugurkan pendaftaran Joko Widodo sebagai capres 2019-2024, sebagaimana telah diatur dengan jelas dalam Pasal 169 UU Pemilu tentang persyaratan calon presiden.
Jadi, permintaan segelintir orang kepada KPU untuk menggugurkan pencapresan Presiden Joko Widodo adalah mengada-ada. Nampak jelas bahwa kasus ini adalah kasus perdata yang tidak bisa dijadikan alasan bagi KPU untuk mencoret dari pencapresan.
"Kami meyakini, permintaan tersebut didasari oleh minimnya pengetahuan mengenai proses peradilan perdata dan seluk-beluk UU Pemilu," terang Nazar.
Sumber: RMOL