[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden Joko Widodo menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang menerbitkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 mengatur larangan mantan koruptor maju dalam pemilihan anggota legislatif. Jokowi menyebut KPU berwenang membuat peraturan.
"Undang-Undang memberikan kewenangan kepada KPU untuk membuat peraturan," ujar Jokowi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, Senin, 2 Juli 2018.
Ia menjelaskan, ada mekanisme yang dapat ditempuh jika ada pihak-pihak yang berkeberatan dengan aturan tersebut. Langkah yang dapat ditempuh yakni mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Dilansir dari situs resmi KPU RI, www.kpu.go.id, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu 2019, telah terbit sejak Sabtu, 30 Juni 2018.
Dengan ditetapkannya PKPU Nomor 20 Tahun 2018, ketentuan tentang larangan mantan napi koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif sudah bisa diterapkan. Aturan pelarangan tersebut tertera pada Pasal 7 Ayat 1 huruf h, berbunyi "Bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi".
Link: http://news.metrotvnews.com/politik/yNLdXYaN-jokowi-sebut-kpu-berwenang-membuat-aturan
***
Omongan Jokowi ini dibantah Pakar Hukum Tata Negara Prof. Refly Harun.
Berikut pernyataan Refly Harun yang disampaikan melalui akun twitternya, Selasa (3/7/2018):
"Bukan apakah X koruptor boleh Nyaleg atau tidak, tetapi pertanyaannya apakah KPU berwenang membuat aturan semacam itu. Jawabnya tegas, tidak!"
"Larangan semacam itu hanya bisa dimuat dalam undang-undang/perppu atau vonis pengadilan karena merupakan pembatasan terhadap hak untuk dipilih yang merupakan hak konstitusional warga negara."
"Walaupun tindakan KPU itu populer dan mendapat dukungan dari sebagian kelompok masyarakat, tidak boleh KPU melampaui kewenangannya. KPU adalah lembaga administratif bukan lembaga Aspiratif."
"Kita imbau parpol tidak mencalonkan napi X koruptor. Tetapi membuat larangan itu dalam PKPU jelas keliru dan melampaui kewenangan."
Demikian ditegaskan Refly Harun.
Sementara, wakil ketua DPR Fahri Hamzah merasa iba dengan nasib bangsa karena presidennya gak tau hal yang dasar dalam konstitusi.
"Kasian bangsaku...
Soal dasar aja Gak kelar nih presiden..," kata Fahri di akun twitternya.
Bukan apakah X koruptor boleh Nyaleg atau tidak, tetapi pertanyaannya apakah KPU berwenang membuat aturan semacam itu. Jawabnya tegas, tidak!— Refly Harun (@ReflyHZ) 3 Juli 2018
Larangan semacam itu hanya bisa dimuat dalam undang2/ perppu atau vonis pengadilan karena merupakan pembatasan terhadap hak untuk dipilih yang merupakan hak konstitusional warga negara.— Refly Harun (@ReflyHZ) 3 Juli 2018
Walaupun tindakan KPU itu populer dan mendapat dukungan dari sebagian kelompok masyarakat, tidak boleh KPU melampaui kewenangannya. KPU adalah lembaga administratif bukan lembaga Aspiratif.— Refly Harun (@ReflyHZ) 3 Juli 2018
Kita imbau parpol tidak mencalonkan napi X koruptor. tetapi membuat larangan itu dalam PKPU jelas keliru dan melampaui kewenangan.— Refly Harun (@ReflyHZ) 3 Juli 2018
Kasian bangsaku...
— #2019HayyaAlalFalah (@Fahrihamzah) 3 Juli 2018
Soal dasar aja Gak kelar nih presiden.. https://t.co/HVASrzifEh