[PORTAL-ISLAM.ID] Turki menentang sanksi yang diterapkan AS kepada Iran.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan sebelum bertolak ke Afrika Selatan untuk menghadiri KTT BRICS menuturkan, Iran adalah mitra strategis Turki, dan desakan agar Ankara memutuskan hubungannya dengan Teheran, bertentangan dengan pemahaman kami tentang kedaulatan negara.
“Memutuskan hubungan dengan mitra global strategis, bertentangan dengan pemahaman kami tentang kedaulatan. Iran adalah tetangga dan mitra strategis kami. Ada begitu banyak perkembangan berdasarkan keuntungan bersama,” kata Erdogan sesaat sebelum bertolak ke Afrika Selatan, Rabu (25/7/2018).
Sebelumnya, Washington menyeru pada seluruh sekutunya untuk memutus impor minyak Iran pada November mendatang. Hal itu menyusul keputusan Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir dengan Iran pada Mei lalu.
Para pejabat AS bertemu dengan perusahaan-perusahaan Turki pada 19 Juli dan dengan pejabat-pejabat dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan, dan Bank Sentral Turki pada 20 Juli untuk membahas sanksi-sanksi baru untuk Iran.
Banyak perusahaan Turki yang merupakan rekan perdagangan utama dengan Teheran.
Pengumuman AS pada Mei yang menyatakan negara tersebut akan menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan menjatuhkan sanksi-sanksi baru telah mengundang kritik dari seluruh dunia.
Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, Selasa (24/7) dalam jumpa pers bersama dengan sejwatnya dari Azerbaijan menyinggung penentangan Turki atas sanksi Amerika terhadap Iran.
Ia mengatakan, Turki tak harus mengikuti sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh AS atau Inggris kepada Iran.
Menekankan bahwa Turki menentang sanksi yang diterapkan AS kepada Iran, Cavusoglu berujar, "Kami mengikuti sanksi PBB seperti negara-negara lain, tapi kami tidak harus menerapkan sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh AS atau Inggris soal Iran."
"Kami tidak merasa sanksi-sanksi itu benar. Ini adalah prinsip, bukan karena alasan-alasan lain," kata dia.
Erdogan Tak Mau Ikut Plot AS
Media-media Turki secara serentak memberitakan bahwa Turki akan mulai mengebor sumur minyak domestik PERTAMA pada akhir tahun ini, yang perencanaannya sudah dimulai sejak Mei.
Turki tidak main-main dalam mengebor minyak, karena pencariannya sudah dimulai sejak bertahun-tahun lalu.
Ini penting. Sebab, Turki mengimpor hampir 100% kebutuhan migasnya.
Saat sanksi Iran akan diberlakukan, Turki menjadi satu dari segelintir negara anggota sekutu NATO yang menolak menghentikan impor minyak dari Iran. Selain alasan rasional, juga karena alasan strategis.
Alasan rasionalnya, impor minyak dari negara selain Iran akan menaikkan import costs, karena jaringan pipa migas hanya dari Iran dan Rusia yang langsung ke Turki. Kalau dari negara lain harus pakai tanker. Kalau pakai tanker maka Turki harus memperbesar depot penampungan minyak, dan pendistribusian domestik akan harus diatur ulang. Ribet.
Alasan strategis, alternatif satu-satunya pengganti impor dari Iran adalah Saudi, karena hanya Saudi yang bersedia menaikkan produksi minyak secara cepat. Aljazair dan Rusia belum tentu bersedia, serta Qatar tak feasible (tak memungkinkan) secara bisnis.
Ada pertanyaan: Iran itu syiah, kenapa Erdogan yang sunni memilih mengimpor dengan iran? Karena dengan Iran, sejauh ini terbukti impor migas massif yang Turki lakukan (hampir setengah konsumsi migas Turki ditopang impor dari Iran) tak mencegah Erdogan untuk tegas dengan negeri para mullah itu dalam berbagai isu.
Dan masalahnya, Saudi sekarang berada di "ketiak" AS, segala perintah AS langsung dilaksanakan Ben Salman. Bila Turki menjadi bergantung pada impor minyak dari Saudi, maka secara tak langsung AS akan mampu menekan Turki melalui tangan-tangan Saudi, yakni impor migas yang bisa dipermainkan. Bila Turki "manut" pada sanksi dan mengimpor migas dari Saudi, maka sama saja menyerahkan kedaulatan energi pada AS.
Inilah sebabnya, meski Turki-Iran bersaing dalam segala hal, Turki menolak sanksi yg dijatuhkan pada Iran. Karena Erdogani itu sudah memprediksi, AS menggunakan taktik "kill two birds with one stone" (membunuh dua burung dengan sekali lemparan). Bahasa Indonesianya, sekali mendayung dua-tiga pulau terlampaui. Sekarang targetnya Iran, tapi nanti habis Iran Turki yang jadi sasaran.
Dalam konteks kasus ini, tiba-tiba Turki mengumumkan akan mulai mengebor blok/sumur migas pertama mereka pada "akhir" 2018, bertepatan sanksi AS pada Iran dimulai. Ini merupakan taktik Turki untuk memiliki cadangan minyak sendiri, karena bila berlarut-larut memang sanksi itu akan "mematikan" impor migas dari Iran.
Secara tak langsung, Erdogan ingin menunjukkan bahwa ia dan AKP sudah "siap" akan makar-makar yang dijalankan AS. Apalagi kalau pengeboran ini berhasil mengurai cadangan besar, maka posisi Erdogan akan lebih menguat, karena impor dan defisit perdagangan akibat impor migas akan mampu dikurangi secara drastis.
Inilah yang membuat AS panik.