[PORTAL-ISLAM.ID] Pengamat sosial politik Rocky Gerung optimistis Mahkamah Konnstitusi (MK) bakal mengabulkan gugatan terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Menurutnya, aturan ambang batas capres harus dibatalkan.
"Kami sedang berjuang agar dibatalkan. Saya yakin 112 persen menang," kata Rocky usai jadi pembicara diskusi publik tentang Gerakan Rasional Indonesia di Star Up Coffe Kota Padang, Senin 9 Juli 2018.
Menurut Rocky, adanya ambang batas capres tak rasional karena Pilpres 2019 digelar serentak dengan Pemilu Legislatif. Ia merincikan dalam UU Pemilu, bahwa calon Presiden dan calon Wapres diusulkan oleh partai peserta pemilu.
Kemudian, ia menyindir ambang batas capres seperti tak ada akal karena yang dipakai ukuran Pemilu 2014. Padahal, yang tanding adalah peserta Pemilu 2019 dengan disertai tambahan 20 persen ambang batas yang itu tak ada dalam konstitusi.
Ia menilai, ambang batas ini hanya kepentingan tahun 2019. Ada kepentingan dari partai-partai besar tertentu untuk halangi partai-partai baru. "Ini yang kami gaungkan di MK," tutur Rocky.
Dia pun mengibaratkan seperti dirinya naik gunung lalu ditanya soal surat sehat. Namun, surat sehat itu merupakan hasil kesehatan empat tahun lalu.
"Ini seperti saat saya naik gunung, ditanya surat sehat oleh dokter. Ditanya kapan naik gunung, saya jawab besok. Saya bawanya hasil rontgen beberapa waktu lalu. Ya kan saya bakal dimarahi dokter," ujarnya.
Bagi Rocky, adanya ambang batas capres konyol dan tak sesuai konstitusi.
"Surat 2014 dipakai parpol untuk bertanding 2019, kan konyol. Prinsip kami kembalikan akal sehat konstitusi. Ini bukan motif tentang orang, namun motif tentang konstitusi," lanjut Rocky.
Sebelumnya, sejumlah akademisi, aktivis, pegiat pemilu menggugat Undang-undang Pemilu No 7 Tahun 2017 ke MK. Gugatan ini dilakukan atas Pasal 222 UU Pemilu soal ambang batas capres agar dihilangkan. Salah seorang diantaranya yang menggugat adalah Rocky Gerung.
Gugatan terkait ambang batas capres sebelumnya pernah diajukan Partai Idaman besutan Rhoma Irama, hingga pakar hukum tata negera Yusril Ihza Mahendra. Gugatan mereka juga sudah diputus dan ditolak MK.
Dalam ambang batas capres, parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.
Namun, karena Pilpres 2019 digelar serentak dengan Pemilu Legislatif maka ambang batas yang digunakan adalah hasil pemilu legislatif 2014 lalu. Mengacu hal ini, maka parpol harus berkoalisi untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
Sumber: VIVA