[PORTAL-ISLAM.ID] Sekelompok orang di Penjaringan memasang bendera negara-negara peserta Asian Games. Seadanya. Gunakan belahan batang-batang bambu. Diikat di pembatas jalan yang berkarat. Di depan Delta Spa.
Ahoker dan anak katak bereaksi. Mereka tak suka. Anies difitnah. Caci-maki pecah. Boom. Meledak seperti thermo nuklir bocor. Media sosial dipenuhi hoax dan hatespeech.
Kaum borjuis wannabe dan OKB merilis political pressure di media sosial. Menekan dan menyerang membabi-buta. Mereka memang 'babi'. Ngga tau masalah, tapi Anies dicaci-maki.
Kelakuan mereka mirip "Anti-Saloon League" pimpinan Wayne Wheeler, Ernest Cherrington dan William "Pussyfoot" Johnson. Kelompok depresi, senada dengan Ku Klux Klan, yang punya hobi mengintimidasi orang lain.
Walikota Jakarta Utara terintimidasi serangan media sosial. Dia instruksikan PPSU mencopot semua bendera inisiatif warga. Dia ingin melindungi gubernurnya dari kamikaze serangan udara Ahoker Go-Block.
Malamnya, Anies merilis sebuah memo. Isinya menyayangkan aksi pencopotan bendera dan menginstruksikan supaya dipasang kembali.
Memo Gubernur Anies Baswedan punya kedalaman filsafat seorang pemimpin. Karakter aslinya tampak; yaitu berpihak sepenuhnya pd masyarakat miskin.
Dia menghargai inisiatif dan good will rakyat. Seburuk apa pun ekspresinya akibat miskin. Sesuatu yg amat direndahkan Ahoker sok tajir.
Anies nyaris tanpa takut. Fearless. Dia tak terpengaruh serangan sosial media.
Aksinya bisa ditranslate dalam verbatim menjadi; "I don't care about my popularity". Terdengar familiar. Oh yes, proverbial ini ngetop diucapkan mantan presiden. Sayangnya, aksinya ngga begitu. Alias omdo.
Anies kebalikannya. Ngga pernah ngomong seperti itu, tapi aksinya menyatakan he does not care about his popularity.
Penulis: Zeng Wei Jian