Oleh: Hudzaifah Muhibullah
(Putra eks Sekjen PKS)
Ada yang menarik dalam beberapa tahun belakangan, terutama terkait Pilkada Jakarta 2017. Dalam hitungan di atas kertas, Ahok sebetulnya akan dengan mudah menang di Pilkada DKI Jakarta. Tapi suratan takdir dari Tuhan menuliskan hal berbeda. Ahok melakukan kesalahan fatal yang membuatnya kalah bahkan masuk penjara. Ini jelas sekenario Tuhan yang diluar batas imajinasi manusia. Dampaknya adalah sebuah aksi yang kurang tepat diprediksi oleh intelijen Istana. Pembisik istana itu salah memberikan data, mereka bilang hanya puluhan ribu yang mengikuti aksi 411 tapi nyatanya jutaan. Hampir semua elemen Umat mengikuti aksi kolosal ini, dipimpin oleh Habib Rizieq Syihab & Ustadz Bakhtiar Natsir, kecuali beberapa elemen seperti Salafi yang memang ijtihadnya melarang hal itu juga jama‘ah Tarbiyah atau PKS, yang mungkin salah juga mendapat info dari pembisiknya seperti istana, karena mungkin intelnya kurang handal. Tapi PKS masih mendapatkan panggung kala itu, Fahri Hamzah yang walaupun saat itu sudah dimarginalkan dari PKS, memberikan orasi yang luar biasa. Fahri saat itu masih direpresentasikan sebagai PKS oleh peserta aksi. Aksi itu berakhir ricuh dengan tembakan-tembakan dari aparat, padahal aksi itu berjalan damai sebelumnya. Dan Presiden pun gagal hadir untuk menemui perwakilan peserta Aksi.
Buntut dari aksi 411 ini adalah aksi lanjutan yang melegenda, 212. Aksi ini melibatkan lebih banyak elemen Umat, bahkan kalangan menengah ke atas pun mengikuti aksi ini. Terbukti dengan Full bookingnya Hotel-Hotel mewah disekitaran Monas, seperti Mercure atau Sriwijaya yang pada hari aksi, subuh hari orang-orang yang menginap di hotel itu keluar dengan pakaian putih-putih untuk melaksanakan shalat subuh, sungguh pemandangan yanh ajaib. Ada juga peserta aksi yang membawa Mobil-mobil mewah kelas wahid seperti Lambho atau yang lainnya, untuk menjawab tuduhan bahwa aksi ini adalah aksi berbayar. Ada juga yang membawa private Jet dan lain sebagainya. Tapi kenapa mereka, kalangan kelas menengah atas itu tergerak untuk mengikuti aksi mega kolosal ini? Jawabannya adalah 'Aksi KH. Nonop Hanapi' seorang kader Tarbiyah yang sangat dekat dengan Anis Matta, bahkan beliau memfasilitasi Anis Matta untuk memperkenalkan diri sebagai Capres di Jawa Barat, di saat banyak larangan-larangan yang datang dari struktur partainya untuk tidak mendatangi acara-acara Anis Matta.
KH Nonop Hanapi melakukan aksi super heroik dengan mengajak santri-santrinya berjalan kaki dari Ciamis menuju Jakarta untuk mengikuti aksi 212. Aksi jalan kaki santri Ciamis yang terus diliput media dan viral di sosial media ini tentu saja menggerakan hati dan langkah Umat lainnya untuk berangkat ke Jakarta, bahkan juga menyentuh kalangan menengah keatas.
Aksi mega kolosal 212 ini pun akhirnya terjadi dan bahkan presiden pun menghadirinya, bisa kita katakan bahwa presiden juga merupakan alumni 212. Yang paling menarik dalam aksi ini adalah khatib jum‘at yang bernama Habib Rizieq Syihab. Presiden sekalipun mendengarkan ceramah jum‘at dari manusia satu ini, dan dampak dari aksi tersebut adalah: nama Habib Rizieq Syihab melejit di kancah perpolitikan Indonesia, namanya begitu disegani. Aksi ini mengalahkan organisasi yang memang spesialis Aksi, aksi ini adalah sebuah rekor mobilisasi massa di zaman millenium.
Dampak dari melejitnya nama Habib Rizieq Syihab adalah kriminalisasi dengan kasus yang sangat lucu, kasus chat mesum. Dengan berbagai pertimbangan, Habib Rizieq Syihab mencari suaka politik ke luar negeri, yaitu Saudi. Tapi di luar negeri bukannya mati, Habib Rizieq Syihab malah makin bersinar. Tokoh-tokoh politik kelas satu bahkan datang untuk meminta restunya. Namanya pun muncul dalam bursa calon presiden. Hal ini membuktikan secara de facto, suara Habib Rizieq Syihab dan kawan-kawannya seperti Ustadz Bakhtiar Nastir dan lainnya itu didengar oleh jutaan massa. Bahkan ustadz Viral Abdul Samad pun memberikan jawaban politiknya dengan jawaban "tunggu arahan HRS" yang diamini oleh jutaan pendengar setianya.
Dalam politik, ini menggambarkan nilai tawar dari posisi HRS begitu tinggi. Bukan mustahil, HRS & kawan-kawannya akan mengikuti Pemilu 2019 ini secara praktis, melihat suara mereka yang didengar oleh masyarakat. Bisa kita telusuri, Politisi yang sejak awal terus disambangi oleh GNPF adalah Fahri Hamzah dan Fadli Zon. Sejak awal aksi, UBN dan lainnya selalu menyambangi kantor kedua Wakil DPR itu. Bisa jadi Fahri memiliki kedekatan yang intim dengan GNPF dan menjadi penasihat mereka dalam langkah-langkah politis. Wajar, Fahri adalah politisi Muslim yang sudah memakan asam garam kehidupan politik, dan GNPF ini adalah gerakan yang masih hijau dari sisi politik.
Di pemilu 2019 ini, ego-ego elit partai mulai menyeruak ke permukaan. Bisa jadi nanti terdapat 4 pasangan calon di Agustus dan bukan mustahil HRS dan yang lainnya ikut dalam pergulatan politik secara langsung, dan mengajukan calonnya sendiri apalagi jika gugatan di MK dimenangkan.
Dan bukan mustahil pula pasca Pemilu 2019 HRS cs akan mendirikan partai baru dan menjadi kuda hitam dengan Islam Politiknya.
Jika ini terjadi, kemanakah perginya suara umat? Apalagi suara HRS nanti tidak senada dengan partai yang biasa di rekomendasikannya. Bukan mustahil, TGB saja sudah mendukung Jokowi.
Analisa kecil-kecilan aja :)