[PORTAL-ISLAM.ID] JAKARTA - Mantan Menteri Kooordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekui) Kwik Kian Gie menjadi saksi dalam sidang kasus BLBI terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2004.
Dalam kesaksiannya di persidangan Tipikor pada Kamis (5/7/2018), mantan Menko Ekui Kwik Kian Gie mengatakan bahwa dirinya sangat menentang penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang akhirnya diteken oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri.
Kwik menyebut sudah dua kali berhasil menggagalkan penerbitan SKL.
"Tetapi ketika ketiga kalinya, diadakan rapat sidang kabinet terbatas maka saya kalah, oleh karena saya langsung menghadapi apa yang saya sebut total football," ujarnya di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakarta Selatan, Kamis (5/7).
Selanjutnya jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan keterangan Kwik dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Dalam keterangan Kwik di BAP, ada tiga pertemuan sebelum pengesahan SKL.
Pertemuan pertama berlangsung di kediaman Megawati di Teuku Umar Nomor 27 Jakarta Pusat yang saat itu dihadiri Dorojatun Kuntjoro Jakti selaku Menko Perekonomian, Boediono selaku Menteri Keuangan, Laksamana Sukardi selaku Menteri BUMN dan MA Rahman selaku Jaksa Agung.
Rapat tersebut menjelaskan rencana penerbitan SKL untuk para obligor kooperatif. Kooperatif yang dimaksud dalam rapat tersebut adalah pengusaha yang mau diajak bicara dan bertemu. Namun Kwik menolak pembahasan karena bukan rapat resmi di Istana.
Megawati kembali memanggil pihak-pihak yang ikut hadir di kediamannya. Kali ini rapat berlangsung di Istana Negara, tetapi Megawati tidak mengambil keputusan
Saat pertemuan ketiga Kwik tetap bersikeras menolak karena ingin pemberian SKL baru bisa dilakukan apabila para pengusaha membayar tunai hingga lunas. Namun, Presiden Megawati akhirnya sepakat mengeluarkan SKL.
Kwik pun membenarkan berita acara tersebut. Ia pun mengaku ditekan menteri dalam rapat untuk mendukung kebijakan penerbitan SKL.
"Memang seperti itu. Bisa saya gambarkan di dalam rapat sidang kabinet yang terakhir di sidang kabinet terbatas saya tidak banyak protes, tidak banyak mengemukakan pendapat oleh karena saya tidak berdaya. Memang pembicaraan dari para menteri yang langsung saja mengambil inisiatif untuk berbicara bertubi-tubi akhirnya secara senda gurau saya katakan bahwa saya dihadapkan kepada total football langsung dihantam semua menteri sehingga saya tidak berdaya untuk bicara apa saja dan akhirnya presiden Megawati menutup rapat dengan mengatakan ya (setuju)," tutur Kwik.
KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung sebagai tersangka dalam kasus penerbitan SKL BLBI. Syafruddin diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi, dengan menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan SKL BLBI kepada Samsul Nursalim, selaku pemegang saham BDNI, pada 2004.
Syafruddin didakwa merugikan negara Rp 4,5 triliun dalam penerbitan SKL BLBI. Juga memperkaya pemilik saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim, melalui penerbitan SKL.
SKL itu dikeluarkan Syafruddin berdasarkan Inpres 8/2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Syafrudin disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: RMOL