[PORTAL-ISLAM.ID] Pengakuan buzzer politik soal 'pabrik' akun Twitter palsu di Indonesia selama Pilkada DKI pada 2017 lalu menjadi perhatian publik Tanah Air.
Testimoni itu menunjukkan platform Twitter masih menjadi media untuk menyebarkan propaganda berbalut isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).
Kendati demikian, Kementerian Komunikasi dan Informatika memandangnya dari sisi lain. Mereka mengaku tidak melihat orang sebagai pemilik akun karena wewenang tersebut dimiliki setiap platform. Namun, konten yang dibuat oleh penggunalah yang diawasi oleh pemerintah.
"Apakah kontennya bertentangan dengan undang-undang atau tidak? Kita tidak melihat itu punya siapa. Tidak peduli," ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Senin, 23 Juli 2018.
Ia melanjutkan, akun yang diduga palsu bisa langsung dilaporkan kepada platform masing-masing. Karena media sosial, lanjut Semuel, sudah membuat aturan mengenai hal tersebut dalam Community Guidelines.
Sedangkan, untuk berita yang diduga palsu, ada mekanisme pelaporan ke Polri. "Kalau terbukti melanggar, kami siap menghapus atau take-down akun-akun penyebar konten meresahkan itu," tegas Semuel.
Meski begitu, termasuk konten fitnah, Semuel mengklaim belum bisa mengambil langkah menghapus langsung jika tidak ada pelaporan terlebih dahulu. Sebab, yang mengetahui fitnah atau tidaknya adalah orang yang menjadi korban.
"Bagaimana nanti kalau pemerintah salah-salah. Nanti dikira berpolitik. Jadi, trigger-nya bukan di orang tapi apa yang sudah dilakukan. Dia melanggar hukum atau tidak," tegas Semuel.
Akan tetapi, ia mengaku selama penyelenggaraan pilkada serentak 27 Juni lalu, pelaporan masyarakat tentang konten meresahkan jauh menurun, atau sekitar 90 persen, dibandingkan pilkada tahun sebelumnya.
"Masyarakat sudah mulai pandai dan punya pengalaman dari yang sebelum-sebelumnya. Pelanggaran tidak sebanyak pilkada sebelumnya. Kami berharap tahun depan bahwa bisa jauh lebih kondusif dalam berpolitik," tuturnya.
Pada kesempatan terpisah, Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara, Anton Setiawan, mengaku tidak bisa memberi komentar lebih jauh mengenai hal tersebut.
Namun yang pasti, Anton menuturkan, kepalsuan dalam bentuk apapun, baik secara riil maupun di dunia maya, tidak akan memberikan manfaat positif bagi masyarakat secara luas.
"Kami mengajak semua unsur agar berkompetisi secara sehat dan turut mendidik masyarakat di media sosial," kata dia kepada VIVA.