[PORTAL-ISLAM.ID] Tahun 2013, Ruhia Badir dikenal sebagai 'Mother of the Revolution' (Ibu Revolusi). Selama dua minggu berturut-turut, dia memberi makan dan mendukung para pendemo di Cairo yang melakukan unjuk rasa untuk melengserkan Presiden pertama Mesir yang terpilih melalui pemilu yang demokratis, Mohamad Mursi.
Namun kini (5 tahun pasca kudeta), Ruhia dipenuhi rasa sesal.
"As-Sisi mengecewakan kami. Dia mengatakan dapat melakukan ini dan itu. Tapi dia ternyata tidak melakukan apa-apa. Dia bilang akan ada pekerjaan, dia berjanji namun kemudian ia berkhianat. Saya menampari diri saya sendiri karena sayalah yang menyebabkan ini semua terjadi," ujar Ruhia Badir, kepada TRT World, Minggu (8/7/2018).
Gerakan yang didukung Ruhia bernama Tamarod. Gerakan ini berada di balik kudeta yang dipimpin Presiden yang berkuasa di Mesir saat ini Abdul Fatah As Sisi. Tetapi kekacauan ekonomi, hancurnya kebebasan berbicara, dan kemarahan akibat pengambilalihan dua buah pulau oleh Saudi Arabia telah memicu timbulnya kebencian kepada As Sisi.
Selain Ruhia Badir, tokoh lain pendukung kudeta juga menyampaikan kekecewaannya.
Mussad Al Masri dulu merupakan juru bicara Tamarod. Masri dulu membagikan bahan-bahan untuk mendukung gerakan As Sisi, saat ini, seiring waktu berlalu, kondisinya jauh berbeda.
"Mereka mengatakan Ikhwanul Muslimin akan menjual situs bersejarah, sumber daya air, mereka akan menjual Mesir. Dengan semua bukti yang ada Ikhwanul Muslimin ternyata tidak melakukan apapun (seperti yang dituduhkan). Baiklah, Anda mungkin mengatakan saya (sekarang) mendukung Ikhwanul Muslimin, tetapi saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Saya dan Ruhia menyesali tidak dapat memutar balik waktu," ujar Mussad Al Masri.
Sementara Abrar, mengatakan saat Badr suaminya ditangkap pada 11 November 2015, itu adalah hari pernikahan mereka.
"Seperti layaknya pengantin yang lain, kami tidak mengira akan terjadi hal yang mengerikan. Pernikahan terhenti hanya 200 meter dari ruang dilaksanakannya perkawinan".
Polisi menangkap Badr dan menuduhnya sebagai anggota Ikhwanul Muslimin yang kini disingkirkan. Dia adalah salah satu dari ratusan tahanan yang dijatuhi hukuman mati di penjara Mesir meski kritikan bertubi tubi datang dari kelompok Hak Asasi Manusia.
Abrar mengatakn bahwa dirinya tidak memiliki keraguan bahwa suaminya tidak bersalah dan kini menunggu pembebasannya.
"Saat dia ditahan, dunia saya berhenti, saya memakai pakaian putih dan saya pulang ke rumah orang tua saya,"
Simak selengkapnya video Liputan TRT World...
Egypt's Abdel Fattah el Sisi promised to be a steady hand on the tiller after he ousted democratically elected President Mohamed Morsi in July 2013. On the fifth anniversary of the bloody coup, his supporters say he failed to keep his promise pic.twitter.com/Mth3zxrird— TRT World (@trtworld) 8 Juli 2018