[PORTAL-ISLAM.ID] Sebagai gubernur 4 tahun, Ganjar Pranowo pasti populer. Elektabilitas ya belum tentu. Petani, nelayan, santri, buruh, supir angkot, pada geram. Ganjar kerap didemo.
Grafik berbagai survei memperlihatkan tendensi merosot dan terus terpuruk. Sejak Desember 2017-Mei 2018, trend elektabilitas Ganjar-Yasin turun dari 79% ke 41%.
Sebaliknya, Dirman-Ida mengalami akselerasi naik sekitar 300% dalam lima bulan terakhir. Bila trend ini terus bertahan, niscaya Jateng bakal punya Gubernur baru.
Selain masalah ektp, kasus Tasdi, untimely Yasin (premature), Ganjar dinilai tidak punya program yang bagus, dianggap gagal turunkan angka kualitas kemiskinan, ngga punya terobosan dan ngga "njawani". Ganjar bikin heboh. Jingkrak-jingkrak nonton konser Europe di saat Sudirman Said menghadiri pengajian di Pesantren Tegalrejo.
Ganjar-Yasin punya program "sekolah tanpa sekat" dan "rumah sakit tanpa dinding". Diksinya absurd sekali. Sulit dipahami.
Reputasi Sudirman-Ida bersih. Sekali pun badai fitnah ditebar, emas ya emas. Sudirman Said anti korupsi. Dia disingkirkan dari kabinet oleh konspirasi tingkat tinggi setelah dia bongkar skandal "Papa Minta Saham".
Beda dengan Ganjar-Yasin yang hanya ditopang oleh mesin politik PDIP dan sedikit faktor Nahdliyin Pro Yasin, ke empat parpol pengusung Dirman-Ida selalu solid. Plus, munculnya berbagai "relawan mandiri" membuat Sudirman-Ida sulit kalah.
"Tidak ada bayangan kalah," kata Mbak Ida.
Tantangan terakhir Sudirman-Ida adalah duel di Hari Pencoblosan. Kemungkinan kecurangan selalu ada. Money politic, intimidasi, premanisme dan ajakan golput di daerah basis mesti ditangkal. Minimnya budget saksi merupakan titik lemah "Paslon Nomor Loro". Karena itu, militansi relawan dan kader partai pengusung amat dibutuhkan. Semoga Jateng punya gubernur baru.
THE END
Penulis: Zeng Wei Jian